Liputan6.com, Jakarta PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat peningkatan layanan tabungan emas usai resmi menjadi bank emas sejak Februari 2025 lalu. Kini, BSI mengelola sekitar 250 kilogram per bulan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan, ada peningkatan hingga 10 kali lipat sejak manajemen BSI melaporkan perkembangan awal.
"Peningkatannya luar biasa pak ya. Jadi waktu laporan sebelumnya kalau tidak salah itu kan awalnya masih 25 kilogram per bulan, sekarang sudah mencapai 250 (kg per bulan)," ungkap Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, dikutip Selasa (6/5/2025).
Dia ikut berkelakar soal kebiasaan masyarakat menyimpan emas di bawah bantal, kini beralih menggunakan layanan bank emas.
"Jadi peningkatannya luar biasa, emas-emas yang dibawa bantal sudah mulai keluar sekarang," kata dia diiringi gelak tawa.
Erick mengatakan, peningkatan penggunaan layanan oleh masyarakat ini jadi contoh sukses proses transformasi BSI. Dia mengatakan, perkembangan BUMN akan semakin positif bersama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
"Ini yang saya rasa hal yang positif. Artinya kalau kita mau berbenah diri, mau bertransformasi, kita lihat loophole-loophole, ini ada kesempatan," katanya.
"InsyaaAllah saya rasa apa yang kita lakukan hari ini ke depan BUMN bersama Danantara progresnya akan selalu terlihat sebuah hasil-hasil yang nyata dan tentu reliability-nya bisa dikalkulasi secara real angka-angkanya," sambung Erick.
Meningkat Hingga Akhir Tahun
Sementara itu, Plt Direktur Utama BSI, Bob Tyasika Ananta mengayatakan pertumbuhan dalam 4 bulan setelah resmi menjadi bank emas cukup baik. Prediksinya, hingga akhir tahun nanti masih akan terus mengalami peningkatan.
"Alhamdulillah selama 4 bulan terakhir ini pertumbuhan pembelian emas di BSI ini cukup meningkat, sampai bulan April ini, per bulan kira-kira sekitar 250-an kilo. Jadi mungkin nanti sampai akhir tahun bisa terbayang berapa ton," ungkap Bob.
Dia mengatakan saat ini BSI mengelola sekitar 17 ton emas. Namun, melihat pada tren yang terjadi, dia akan mengambil langkah antisipasi lonjakan kedepannya.
Bob mengatakan, BSI melalui super apps-nya BYOND memudahkan pembelian emas oleh masyarakat. Menurutnya hal ini jadi pelaksanaan arahan Menteri BUMN Erick Thohir untuk membawa pelayanan ke masyarakat.
"Jadi memberikan satu kemudahan untuk masyarakat bisa melakukan investasi atau tabungan emas," ucapnya.
"Karena kita ketahui bahwa emas yang beredar di masyarakat ini yang belum kemudian bisa ter-monetize itu sekitar 1.800 ton. Nah ini bisa di leverage untuk memberikan kemudahan ke masyarakat dan memberikan putaran ekonomi yang lebih baik," sambungnya.
Bank Emas Jadi Jurus RI Redam Krisis
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa peluncuran Bank Emas atau bullion bank oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah strategis dan tepat waktu di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global.
Menurutnya, emas merupakan salah satu instrumen investasi yang tahan resesi (recession proof) dan menjadi tempat aman (safe haven) bersama dolar AS.
"Jadi Pak Presiden launching bullion tepat waktu, karena ini menjadi komoditas yang recession proof, safe haven itu ada dua, dolar dan emas, dan kita punya emas. Jadi kita punya daya tahan yang kuat," kata Airlangga dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025).
Sentimen Tarif Impor Trump
Menurutnya, saat ini ketegangan ekonomi global meningkat setelah Presiden Amerika Serikat mengumumkan kebijakan tarif baru.
Kebijakan ini memicu lonjakan ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty) dan meningkatkan persepsi risiko global. Meskipun demikian, Indonesia masih relatif aman dengan tingkat ketidakpastian ekonomi di kisaran 5%.
"Presiden Amerika telah mengumumkan penetapan tarif baru, yang langsung memicu lonjakan economic uncertainty ke tingkat tertinggi. Kebijakan ini juga mendorong peningkatan persepsi risiko global. Namun, Indonesia relatif masih rendah di level 5%," ujarnya.
Airlangga menyebut, dampak dari kebijakan yang disebut Airlangga sebagai “Trump 2.0” ini terlihat nyata. Dunia menghadapi “triple shocks” yang memicu gejolak pasar keuangan, pelemahan mata uang di negara-negara berkembang, serta penurunan ekspansi dan investasi oleh korporasi global. Akibatnya, tingkat konsumsi pun ikut melambat.
"Triple shocks terjadi dan menyebabkan gejolak di pasar keuangan dunia, termasuk pelemahan mata uang negara emerging markets. Banyak korporasi global menahan ekspansi dan investasi, konsumsi ikut menurun," ujar Menko Airlangga.