Liputan6.com, Jakarta - Ramai kabar mengenai beras oplosan beredar di pasaran membuat konsumen resah. Ternyata, tidak semua beras oplosan atau campuran membuat kualitasnya turun.
Diketahui, dugaan beras oplosan yang jadi perhatian Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengarah pada tak sesuainya mutu pada beras label premium. Ada pula dugaan beras tak sesuai kualitas dilabeli beras premium.
Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Edi Santosa menjelaskan mengenai dua perbedaan arti beras oplosan. Pertama, pengoplosan beras dengan kualitas berbeda sehingga menurunkan kualitas produk akhir. Kedua, mencampur beras dengan jenis berbeda pada kuadran kualitas yang setara.
"Misalnya, beras pera dicampur dengan beras pulen agar tidak terlalu pulen. Sepanjang kualitasnya masuk, menurut pendapat saya itu aksi korporasi," kata Edi saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (15/7/2025).
Praktik mencampur beras ini diakui pula oleh pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) atas permintaan konsumen dan bukan mengambil keuntungan semata.
"Jadi tujuannya bukan mengakal-akali kualitas ya, tetapi memang ada segmen pasar yang membutuhkan beras tersebut," kata Edi.
Bicara standar kualitas, beras medium setidaknya memiliki derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir kepala 78 persen, serta pengotor seperti menir, beras patah, masing-masing harus di bawah 2 persen.
Pedagang Campur Beras
Sebelumnya, Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Zulkifli Rasyid mengungkapkan kerap mencampur beras dengan kualitas atau jenis tertentu sesuai permintaan konsumen. Namun, hal ini dilakukan tidak untuk mengambil keuntungan sesaat.
Zulkifli bilang, praktik mencampur atau oplos beras yang dilakukan bukan untuk menurunkan kualitas antara beras premium dengan beras yang berkualitas lebih rendah. Sehingga, tidak ada niatan untuk mengambil keuntungan pribadi lebih besar.
"Jadi tidak ada keuntungan yang sengaja untuk kita mencari keuntungan, ah biar dapat (margin), enggak gitu," kata Zulkifli saat ditemui Liputan6.com di PIBC, Jakarta, ditulis Selasa (15/7/2025).
Kejar Rasa dan Harga
Ada dua hal yang dicari konsumen ketika membeli beras campuran. Pertama, rasa nasi hasil masakan beras tadi sebagai selera pilihan. Untuk mengejar rasa dan tekstur tertentu, pedagang akan mencampur, misalnya beras pandan wangi dan munjul atau rojolele. Pencampuran beras ini tidak serta merta menurunkan kualitas, tapi berhasil menjadikan tekstur nasi menjadi lebih baik.
Kedua, konsumen meminta agar mendapat harga yang cukup kompetitif untuk dijual kembali. Pedagang pasar induk biasanya mencampur beras agar menemukan harga yang sesuai, sehingga keduanya bisa saling untung.
"Jadi berbagai komposisi beras yang dicampur-campur itu tujuannya, ada satu yang mengejar rasa sesuai dengan selera konsumen, ada yang menjangkau sesuai dengan harga yang diinginkan konsumen, Itu luas," tegas dia.
Bareskrim Polri Periksa Produsen Beras
Untuk diketahui, Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan terhadap empat produsen beras terkait dugaan praktik kecurangan pada Kamis, 10 Juli 2025.
Hal itu dibenarkan Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf. "Betul, dalam proses pemeriksaan," ujar Helfi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Empat produsen beras yang menjalani pemeriksaan terkait dugaan praktik kecurangan itu adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari/Japfa Group.