Liputan6.com, Jakarta Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menilai insiden yang terjadi saat demonstrasi di Jakarta semalam menambah tekanan besar bagi rupiah.
Aksi protes yang awalnya berlangsung kondusif berubah demo ricuh setelah sebuah kendaraan taktis Barakuda Brimob menabrak pengemudi ojek online. Peristiwa tersebut memicu kemarahan publik dan menambah ketidakpastian politik. Menurut Ibrahim, pasar keuangan sangat sensitif terhadap stabilitas sosial dan politik.
"Ini yang membuat sedikit memanas pasar baik rupiah maupun indeks harga saham gabungan yang kita tahu bahwa kejadian tadi malam ini benar-benar membuat masyarakat," kata Ibrahim dalam keterangannya, Jumat (29/8/2025).
Selain itu, munculnya isu tunjangan rumah bagi DPR dan kasus korupsi pejabat pemerintahan menambah tekanan psikologis bagi pasar. Hal ini membuat rupiah semakin terpuruk di tengah sentimen negatif.
"Tensi politik sedikit memanas apalagi ya bumbu-bumbu tentang apa sebelumnya dimana pemerintah akan memberikan tunjangan untuk perumahan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat inipun juga membuat satu ketegangan tersendiri," ujarnya.
Apalagi bersamaan dengan mantan aktivis tahun 1998, yang kini sebagai pejabat di pemerintahan melakukan korupsi yang cukup masif. Sehingga dalam kondisi yang carut-marut ini membuat pasar sedikit apatis terhadap perpolitikan di Indonesia.
"Ini yang membuat rupiah kembali mengalami pelemahan cukup tajam walaupun kemarin pun juga saya mengindikasikan bahwa hari ini rupiah mengalami pelemahan, tetapi pelemahan rupiah saat ini cukup tinggi ya dimana rupiah mengalami pelemahan hampir 85 poin ya saat ini di Rp 16.433," jelasnya.
Pasar Kehilangan Kepercayaan
Tak hanya rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terkoreksi hampir 1% ke level 7.897. Jika tensi politik terus meningkat, penurunan IHSG berpotensi mencapai 3%. Para pelaku pasar cenderung mengambil posisi aman dengan melepas aset berisiko.
Menurut Ibrahim, sentimen domestik lebih dominan dibandingkan faktor eksternal dalam menekan pasar keuangan hari ini. Masyarakat menilai pemerintah gagal meredam isu-isu yang menimbulkan keresahan, mulai dari tunjangan DPR hingga kasus korupsi eks aktivis 98 yang kini duduk di pemerintahan.
"Kemudian untuk indeks harga saham gabungan sendiri saya melihat ini pun juga mengalami penurunan saat ini di level 7.897 itu mengalami penurunan hampir 0,96 persen. Ada kemungkinan besar bahwa penurunan untuk indeks harga saham gabungan kemungkinan besar akan dipatok di 3 persen kalau saya melihat dengan kondisi yang kejadian tadi malam," katanya.
Tekanan Eksternal Masih Berat
Adapun sebelumnya Ibrahim, menyampaikan tekanan kuat terhadap rupiah salah satunya datang dari dinamika perdagangan global. Pasar mencermati langkah New Delhi yang mendapat tekanan dari Washington untuk mengurangi impor minyak Rusia, menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump menggandakan tarif impor dari India hingga 50%. Kebijakan ini dinilai bisa memperlebar ketidakpastian pada perdagangan Asia.
Selain itu, meningkatnya pasokan energi global juga turut membebani harga komoditas. Produsen minyak utama memutuskan mengurangi sebagian pemotongan sukarela produksi, yang membuat pasokan melimpah dan berpotensi menekan harga. Kondisi ini bisa memengaruhi neraca perdagangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Yang juga membebani pasar adalah meningkatnya pasokan yang masuk ke pasar karena produsen-produsen besar telah menghapus beberapa pemotongan sukarela, yang mengimbangi beberapa faktor pendukung, termasuk fakta bahwa Rusia dan Ukraina telah meningkatkan serangan terhadap infrastruktur energi masing-masing," pungkasnya.