Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Senin, (8/9/2025). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali ke posisi 16.300.
Rupiah naik 48 poin atau 0,29% ke posisi 16.385 per dolar AS dari sebelumnya 16.433 per dolar AS.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong menuturkan, penguatan nilai tukar rupiah dibayangi data Non-Farm Payroll (NFP) Amerika Serikat (AS) yang sangat melemah.
“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah cukup tajam setelah data pekerjaan AS NFP yang kembali sangat mengecewakan,” kata Lukman seperti dikutip dari Antara, Senin pekan ini.
AS disebut hanya menambahkan 22 ribu pekerjaan di bulan Agustus 2025, jauh dibandingkan perkiraan yang sekitar 75 ribu.
Selain itu, lanjutnya, pekerjaan di bulan Juni justru direvisi menjadi turun atau kehilangan 13 ribu pekerjaan dibandingkan penambahan 14 ribu.
Seiring sentimen dolar AS yang semakin memburuk karena serentetan data ekonomi AS yang lebih lemah dari sebelumnya, dan pernyataan dovish dari para pejabat Federal Reserve (The Fed), hampir dipastikan The Fed bakal memangkas suku bunga pada September 2025.
"Dari domestik, investor menantikan data cadev (cadangan devisa)," ujar Lukman.
Prediksi Rupiah
Mengutip Xinhua, tingkat pengangguran AS pada Agustus mengalami lonjakan jadi 4,3%, tertinggi dalam hampir empat tahun terakhir.
Rata-rata pendapatan per jam meningkat 0,3% secara bulanan, tetapi kenaikan tahunan 3,7%, sedikit di bawah dugaan sebesar 3,8%.
Laporan bulan Agustus ini merupakan yang pertama dirilis sejak Presiden AS Donald Trump memecat mantan Komisaris Biro Statistik Tenaga Kerja Erika McEntarfer, menyusul rilis laporan ketenagakerjaan bulan Juli yang lemah. Trump kemudian mengklaim bahwa data pertumbuhan pekerjaan telah dimanipulasi.
Berdasarkan sentimen tersebut, kurs rupiah akan berada di kisaran 16.350-16.450 per dolar AS.
Dihimpit Isu Global, Rupiah Melemah Tipis
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis dan cenderung stagnan pada penutupan perdagangan Kamis sore ini, meski sentimen global seharusnya mendukung penguatan. Para ahli ekonomi menyebutkan beberapa faktor, baik dari dalam maupun luar negeri, yang memengaruhi pergerakan mata uang Garuda ini.
Pada Kamis (4/9/2025), nilai tukar rupiah tercatat melemah 9 poin atau 0,05% menjadi Rp 16.425 per dolar AS, dari sebelumnya Rp 16.416. Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) dari Bank Indonesia juga melemah ke level Rp 16.438 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menjelaskan, pergerakan rupiah yang terbatas sejalan dengan sikap para investor yang menahan diri menjelang rilis data-data ekonomi penting dari AS.
Menanti Data Ekonomi AS
"Rupiah melanjutkan tren pergerakan yang terbatas pada perdagangan hari Kamis, sejalan dengan investor yang mengantisipasi data ketenagakerjaan AS di hari Jumat (5/9/2025) dan juga antisipasi dari libur Maulid Nabi di hari Jumat (5/9/2025)," ujar Josua dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, pasar tengah menunggu rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) Jasa AS dan data ketenagakerjaan atau Non-Farm Payrolls (NFP) AS yang akan dirilis pada Jumat. Sementara itu, di dalam negeri, sentimen positif sempat muncul setelah demonstrasi mereda, membuat rupiah sempat menguat 0,43% week to week.
Josua memprediksi, jika data-data ekonomi AS menunjukkan adanya deflasi dan peningkatan angka pengangguran, rupiah berpotensi menguat pada pekan depan. Ia memperkirakan, nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.325 hingga Rp16.450 per dolar AS.
Tekanan dari Kebijakan Dalam Negeri
Di sisi lain, Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, memiliki pandangan berbeda. Ia menilai pelemahan rupiah utamanya disebabkan oleh tekanan di pasar obligasi pemerintah.
Menurut dia, hal ini merupakan dampak dari rencana Bank Indonesia (BI) untuk melakukan sharing burden (pembagian beban bunga) dalam penyerapan obligasi negara.
Obligasi ini digunakan pemerintah untuk membiayai program-program strategis, seperti makan bergizi, rumah subsidi, kesehatan, dan pendidikan.
"Sementara itu, faktor global seharusnya mendukung penguatan rupiah seiring meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga The Fed bulan ini," kata Rully.