Pusat Studi Universitas Trisakti: Carbon Foam Bisa Jadi Anternatif Penggunaan Batu Bara

2 weeks ago 16

Liputan6.com, Jakarta Batubara merupakan salah satu komponen kritis dalam bauran dan campuran energi Indonesia, mengingat sumber daya dan cadangannya yang cukup melimpah. Sudah sejak lama batubara memainkan peran yang sangat penting tidak hanya membangkitkan listrik, namun juga merupakan bahan bakar utama bagi produksi baja, semen, pusat pengolahan alumina, pabrik kertas, industri kimia, serta farmasi.

Namun, tekanan global untuk mengurangi emisi karbon memerlukan pergeseran dari teknologi batubara konvensional ke teknologi batu bara bersih. Limbah batubara halus yang merupakan hasil dari proses penambangan dan pencucian, diperkirakan mencapai lebih dari 30 miliar metrik ton di sepuluh negara penghasil batu bara teratas.

Limbah tersebut memiliki nilai pasar yang rendah, potensi polusi tinggi, dan memerlukan pemeliharaan berbiaya besar melalui metode flotasi dan aglomerasi. Sebagai alternatif, batu bara halus memiliki potensi untuk menjadi prekursor bernilai tinggi untuk sintesis bahan busa karbon yang bersifat berpori dan memiliki aplikasi industri luas.

Karakteristik dan Sintesis Carbon Foam

Pusat Studi Mineral, Energi, dan Lingkungan dari Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti membahas soal potensi carbon foam sebagai alternatif batubara di tengah transisi energi hijau.

Carbon foam adalah material padat berpori dengan densitas rendah, kekuatan mekanik tinggi, stabilitas termal yang excellent, konduktivitas termal dan listrik yang dapat disesuaikan, serta ketahanan korosi yang unggul (Shiyu Lu, 2025). Material ini pertama kali diperkenalkan oleh Ford pada 1964 menggunakan resin fenolik sebagai prekursor.

Proses sintesisnya melibatkan pemanasan prekursor dalam atmosfer non-oksidatif dengan kenaikan suhu terkontrol hingga mencapai titik karbonisasi. Selama pemanasan, fraksi prekursor yang mudah menguap terdekomposisi dan menghasilkan gelembung yang membentuk struktur seluler (foam) yang kemudian mengeras.

Prekursor yang digunakan sangat mempengaruhi sifat-sifat carbon foam akhir. Awalnya, polimer organik seperti resin fenolik digunakan, namun menghasilkan foam dengan kekuatan mekanik terbatas. Perkembangan selanjutnya menggunakan coal tar pitch (CTP) sebagai prekursor utama karena kandungan karbonnya yang tinggi dan fluiditas yang baik, yang menghasilkan foam dengan kekuatan mekanik lebih tinggi dan lebih ekonomis (Iryna Krutko., 2019). Penambahan aditif seperti aluminosilikat dan tanah liat terbukti dapat meningkatkan kekuatan tekan, ketahanan oksidasi, dan menurunkan konduktivitas termal.

Sintesis dari Batubara dan Tar Batubara

Dalam penelitiannya, Yang et al. (2022) berhasil memproduksi carbon foam dengan struktur sel terbuka dan kekuatan tekan tinggi dari tiga jenis batubara bitumen tanpa perlakuan awal. Fluiditas rendah dan tingkat aromatisasi tinggi dari batubara mentah menghasilkan foam dengan densitas tinggi, struktur kristal yang baik, dan kekuatan mekanik yang unggul.

Peneliti Indonesia, Irwandi et al. (2016), berhasil mensintesis carbon foam dari campuran batubara halus dan resin fenol dengan pemanasan dalam atmosfer nitrogen. Komposisi batubara halus divariasikan dari 30% hingga 50%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa densitas dan kekuatan tekan berbanding lurus dengan komposisi batubara, sedangkan porositas berbanding terbalik. Foam yang dihasilkan menunjukkan ketahanan oksidasi yang baik hingga komposisi 45% dan memiliki indeks isolasi termal 34–50°C, yang 50%–150% lebih baik daripada Styrofoam.

Pengembangan Struktur Pori dan Kinerja

Kinerja carbon foam sangat bergantung pada struktur porinya. Elena Rodríguez dan Roberto García,(2012) mempresentasikan metode untuk menciptakan carbon foam dengan struktur pori bimodal (makro dan mikro) dari batubara melalui karbonisasi pada 450–475°C diikuti aktivasi kimia dengan seng klorida (ZnCl₂) pada 500°C.

Agen aktivasi mempengaruhi perkembangan makroporositas selama foaming dan menciptakan mikroporositas (ukuran pori 0,6–1,1 nm) dengan luas permukaan spesifik hingga 762 m²/g. Aktivasi simultan secara kimia (ZnCl₂) dan fisika (CO₂) pada 800°C dapat menghasilkan foam dengan jaringan mikropori yang signifikan, yang diduga meningkatkan kekuatan mekanik dan konduktivitas listrik.

Yu et al. (2019) mengusulkan metode pemisahan gradien untuk memproduksi CTP dari low- temperature coal tar* (pada suhu 340–460°C) guna meningkatkan kinerja isolasi termal dan ketahanan oksidasi carbon foam akhir. Metode ini memungkinkan pengontrolan komposisi kimia dan viskositas CTP, yang memfasilitasi pertumbuhan gelembung selama proses foaming.

Carbon foam yang dihasilkan dari CTP terpilih memiliki struktur pori pentagonal dodecahedron yang unik, yang menghasilkan kinerja isolasi termal yang sangat baik (0,028–0,053 W∙m⁻¹∙K⁻¹). Struktur ini juga menghambat difusi gas oksidasi, sehingga foam menunjukkan ketahanan oksidasi yang excellent bahkan pada suhu 1000°C di udara .

Aplikasi dan Implikasi Masa Depan

Carbon foam adalah material yang multifungsi dengan aplikasi yang sangat luas. Karakteristiknya yang luar biasa memungkinkan penggunaannya di berbagai bidang, termasuk: 

  • Energi: sebagai elektroda dalam penyimpanan energi, sel bahan bakar, penukar panas, dan sistem isolasi termal.
  • Pertahanan & Dirgantara: sebagai pelindung elektromagnetik, penyerap radar, nosel roket, dan armor struktural ringan.
  • Industri: sebagai filter, dukungan katalitik, dan material bantalan. 
  • Kedokteran: implan tulang dan gigi karena biokompatibilitasnya (tidak dibahas secara rinci dalam artikel dasar ini, tetapi merupakan aplikasi dari material karbon berpori).

Metode sintesis carbon foam dengan batubara halus dan coal tar pitch memberi peluang baru untuk memanfaatkan limbah batubara dengan cara yang lebih ekonomis dan menjadikannya bahan yang lebih bernilai. Proses self-foaming dan aktivasi kimia memungkinkan untuk mengontrol struktur pori serta sifat material untuk pengaplikasian tertentu.

Carbon foam berpotensi menjadi material insulasi termal dengan konduktivitas termal sangat rendah dan ketahanan oksidasi yang tinggi, berasal pengurangan limbah batubara dan berkontribusi untuk ekonomi sirkular di industri pertambangan di masa transisi energi. Untuk menuju tahap komersialisasi, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memodifikasi proses dan menurunkan biaya produksi.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |