Liputan6.com, Jakarta - Saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Kamis (1/5/2025), Presiden Prabowo Subianto mengumumkan telah sepakat untuk mengangkat tokoh buruh bernama Marsinah sebagai pahlawan nasional.
Nama Marsinah muncul setelah kelompok/serikat pekerja mengusulkan untuk mengangkat pahlawan nasional dari kaum buruh. Prabowo lantas meminta mereka berunding menentukan satu nama.
"Coba kalian berembuk, usulkan pahlawan dari kaum buruh. Dan, mereka sampaikan, bagaimana kalau Marsinah jadi pahlawan nasional. Asal seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh sepakat, saya akan mendukung Marsinah jadi pahlawan nasional," kata Prabowo.
Lantas, siapa sebenarnya Marsinah?
Bagi kaum buruh, Marsinah merupakan sosok yang dikenal sebagai pahlawan buruh. Pasalnya ia dikenal sebagai buruh yang aktif dalam gerakan buruh di Indonesia pada 1990-an.
Marsinah juga menjadi salah satu aktivis buruh perempuan masa Orde Baru yang menjadi korban pembunuhan karena aktif menyuarakan hak pekerja. Dia ditemukan tewas mengenaskan pada tanggal 8 Mei 1993 setelah sempat menghilang sejak 5 Mei 1993 malam.
Melansir dari beberapa sumber, Marsinah merupakan aktivis dan pembela hak buruh kelahiran 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Dia merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini.
Marsinah juga diketahui mempunyai kakak perempuan bernama Marsini dan adik perempuan bernama Wijati. Ketika masa Orde Baru, Marsinah melalui kisah hidup yang berakhir dengan tragis.
Awalnya, Marsinah yang hanya lulusan SLTA memutuskan untuk merantau pada 1989 ke Surabaya. Dia juga memiliki keinginan mengenyam pendidikan perkuliahan tetapi harus pupus karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan.
Berada di Surabaya, Marsinah tinggal di rumah Marsini yang telah berkeluarga dan bekerja di pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut. Namun, gajinya di pabrik tersebut jauh dari cukup sehingga tetap mencari tambahan penghasilan dengan berjualan nasi bungkus.
Terakhir Bekerja di Pabrik Arloji
Selain itu, Marsinah juga pernah bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang sebelum akhirnya pindah ke pabrik arloji PT Catur Putra Surya (PT CPS) di Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo pada 1990.
Ketika bekerja di PT CPS, Marsinah dikenal sebagai buruh yang aktif untuk memperjuangkan nasib rekan-rekan sesamanya. Dia juga bergabung menjadi aktivis dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.