Liputan6.com, Jakarta - Dari layar ponsel ke jalan raya, media sosial kini memegang peran penting dalam mengubah tren otomotif di Indonesia. Survei #PraxiSurvey Vol.5 mengungkap, lebih dari separuh pengguna mobil listrik (51 persen) mengenal dan akhirnya memutuskan pembelian kendaraan berbasis baterai berkat informasi di media sosial.
YouTube menjadi platform yang paling berpengaruh, dengan konten video yang dinilai paling efektif mengedukasi dan meyakinkan calon pembeli.
“Media sosial adalah gerbang utama untuk mengenal mobil listrik. Di sinilah edukasi harus dimaksimalkan, bukan hanya membandingkan mana yang lebih baik antara mobil listrik atau konvensional, tapi menjelaskan manfaat dan cara penggunaannya,” ujar Stephanie Sicilia, Director of Public Relations Praxis, di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Temuan survei juga menyoroti pentingnya peran pengguna awal atau early adopter dalam mendorong minat publik. Sebanyak 98 persen calon pembeli mencari informasi dari pengalaman pengguna sebelumnya—67 persen bertanya kepada teman, dan 24 persen melalui komunitas otomotif.
Hasil Survey Praxis
Industri otomotif Indonesia tengah berada di titik krusial menuju era kendaraan listrik. Dalam beberapa tahun terakhir, minat publik terhadap electric vehicle (EV) terus meningkat, seiring gencarnya kampanye ramah lingkungan dan dukungan insentif pemerintah.
Praxis, agensi public relations yang secara rutin menggelar riset independen, melalui #PraxiSurvey Vol.5 memotret persepsi pengguna EV di 12 kota besar di Tanah Air. Survei yang melibatkan 1.200 responden ini dilakukan selama enam bulan, dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error di bawah 3 persen.
Hasilnya menunjukkan perubahan signifikan pada cara masyarakat mencari informasi sebelum membeli kendaraan listrik. Media sosial menjadi sumber utama (51 persen), diikuti pameran otomotif (22 persen), dan situs web (18 persen). Platform YouTube tercatat paling efektif—dipilih 43 persen responden—karena konten audio visual dinilai mampu memberikan gambaran nyata pengalaman berkendara.
“Calon pembeli cenderung mempercayai testimoni nyata dibanding sekadar spesifikasi teknis di brosur. Itulah kenapa konten pengguna, ulasan, dan pengalaman langsung punya daya pengaruh yang besar,” jelas Garda Maharsi, Head of Research Praxis.
Suara Pengguna
Bukan hanya iklan atau promosi resmi, suara pengguna awal justru menjadi senjata paling ampuh dalam mendorong adopsi kendaraan listrik. Survei Praxis mencatat, 98 persen calon pembeli mencari pengalaman langsung dari pemilik EV sebelum memutuskan membeli. Sebanyak 67 persen bertanya kepada teman, sementara 24 persen mengandalkan komunitas otomotif sebagai sumber informasi.
Fenomena ini menandakan bahwa word of mouth atau promosi dari mulut ke mulut masih memegang pengaruh besar di tengah derasnya arus informasi digital. Bahkan, persepsi bahwa mobil listrik hanya cocok untuk perjalanan jarak dekat mulai terpatahkan. Sebanyak 82 persen pengguna mengaku mengandalkan EV untuk aktivitas harian, dengan mayoritas menempuh jarak 51–100 kilometer per hari.
“Saya sendiri merasakan, benefit yang ditawarkan mobil listrik itu nyata. Mulai dari performa, efisiensi, sampai kenyamanan,” ungkap Malvin Nathaniel, content creator sekaligus pengguna EV. “Banyak yang khawatir soal baterai mahal, padahal kalau ada kerusakan tidak perlu ganti seluruhnya, cukup satu panel yang bermasalah. Informasi seperti ini penting supaya masyarakat tidak salah persepsi.”
Peran Strategis Pemerintah
Temuan ini menjadi sinyal kuat bagi produsen otomotif, pemerintah, dan pelaku industri pendukung untuk mengubah pendekatan komunikasi mereka. Edukasi publik harus diprioritaskan, bukan hanya soal keunggulan teknologi, tetapi juga pemahaman praktis mengenai penggunaan, perawatan, hingga biaya operasional mobil listrik.
Menurut Stephanie Sicilia, kolaborasi lintas pihak menjadi kunci percepatan adopsi EV. “Brand, pemerintah, komunitas, dan para influencer otomotif harus bergerak bersama. Semakin banyak masyarakat yang paham, semakin cepat pula transisi menuju kendaraan ramah lingkungan dapat terjadi,” jelasnya.
Pemerintah sendiri dinilai memiliki peran strategis dalam memastikan narasi yang konsisten, selaras dengan target net zero emission. Dukungan kebijakan fiskal, perluasan infrastruktur pengisian daya, serta promosi yang menjangkau wilayah di luar kota besar menjadi langkah penting untuk mengatasi kesenjangan adopsi EV di Indonesia.
Optimisme Perubahan Tren
Perubahan perilaku konsumen yang terekam dalam survei menunjukkan tren positif bagi masa depan kendaraan listrik di Indonesia. Penggunaan EV yang kini didominasi untuk kebutuhan harian, ditambah persepsi berkendara yang lebih memuaskan dibanding mobil berbahan bakar minyak, menjadi modal penting bagi pertumbuhan pasar.
Sebanyak 79 persen pengguna menyatakan pengalaman berkendara dengan mobil listrik lebih baik, terutama karena efisiensi biaya bahan bakar, fitur hiburan yang modern, dan performa mesin yang responsif. Fakta ini diperkirakan akan semakin mendorong permintaan, terlebih jika hambatan seperti persepsi keliru soal baterai, keterbatasan SPKLU, dan harga jual dapat diatasi.
“Transisi ke mobil listrik bukan hanya soal teknologi, tapi juga perubahan kebiasaan,” kata Garda Maharsi. “Jika konsumen sudah terbiasa dengan pola pengisian daya di rumah atau di titik-titik strategis, adopsi akan berjalan lebih cepat.”
Jaringan SPKLU
Dengan dukungan media sosial sebagai kanal utama informasi, ditambah pengaruh besar testimoni pengguna, masa depan mobil listrik di Indonesia kian menjanjikan. Namun, percepatan adopsi tak akan terjadi tanpa kolaborasi erat antara pemerintah, produsen, komunitas, dan pelaku industri pendukung.
Langkah strategis seperti memperluas jaringan SPKLU, mempercepat riset baterai, menjaga harga tetap kompetitif, dan menyediakan informasi yang akurat akan menjadi penentu keberhasilan transisi ini.
“Semua pihak harus punya tujuan yang sama: memudahkan masyarakat beralih ke kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” tutup Stephanie Sicilia. “Kalau ini tercapai, Indonesia bukan hanya pasar, tapi juga pemain penting di industri kendaraan listrik global.”