Puluhan Ribu Pekerja RI Bakal Dikirim ke Jepang, Cari Kerja di Indonesia Makin Susah?

3 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Rencana Indonesia mengirimkan puluhan ribu pekerja ke Jepang menuai sorotan. Hal tersebut terungkap usai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyatakan tengah berupaya untuk menambah jumlah pekerja migran terampil asal Indonesia yang bekerja di Jepang.

Menurut catatannya, kebutuhan total Jepang untuk tenaga kerja mencapai sekitar 630 ribu orang. Di sisi lain, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Jepang melalui skema Specified Skilled Worker (SSW) baru sekitar 10.181 orang.

Karding mengatakan, Indonesia punya peluang besar untuk menambah ekspor tenaga kerja ke Jepang. Lantaran Indonesia tengah mengalami bonus demografi, sementara Jepang kekurangan jumlah pekerja yang semakin menua.

"Peluangnya besar. Saya juga minggu depan ini mau ke Jepang untuk ketemu langsung dengan perusahan dan pemerintah provinsi. Ada 6 provinsi untuk saya temui untuk buka (peluang lapangan kerja)," ujar Karding.

Ke depan, Karding target agar jumlah tenaga kerja terampil Indonesia ke Jepang porsinya bisa bertambah. Untuk tahap awal, ia menyasar adanya tambahan sekitar 8 persen.

"Tahap awal kalau bisa 20 persen oke lah. Karena kan begini, problemnya adalah bahasa, butuh waktu, jadi tidak boleh cepat," ungkap dia.

Menurut estimasinya, Indonesia bisa menambah alokasi PMI lewat program SSW minimal 10 ribu orang. "Iya, minimal lah. Itu kita ambil yang paling minimal aja. Kalau bisa sih lebih besar dari itu," ucapnya.

Jepang Longgarkan Aturan Ketenagakerjaan TKA

Jepang sendiri memang akan melonggarkan aturan ketenagakerjaan bagi tenaga kerja asing (TKA) mulai April 2027.

Aturan baru ini membuat para pekerja asing dapat tinggal lebih lama di Jepang. Tidak cuma itu, pekerja asing juga boleh berpindah tempat kerja, dan mengikuti pelatihan untuk meningkatkan skill mereka.

Melansir The Japan Times, langkah ini merupakan bagian dari kebijakan dasar yang telah disetujui pemerintah Jepang untuk menggantikan program pemagangan teknis yang akan dihapus.

Sebagai gantinya, Jepang akan menerapkan sistem baru bernama employment for skill development atau pekerjaan untuk pengembangan keterampilan. 

Sektor industri yang masuk dalam sistem baru ini akan disamakan dengan skema keterampilan khusus (specified skills) yang telah berlaku sejak 2019.

Otoritas Jepang mengatakan, perubahan ini semata agar tenaga kerja asing bisa berkembang secara sistematis dan bertahan bekerja di Jepang dalam jangka panjang. Peraturan teknis akan disiapkan dalam bentuk peraturan menteri yang direncanakan terbit tahun depan.

Aturan kerja yang selama ini digunakan awalnya dimaksudkan sebagai kontribusi internasional, yaitu dengan menerima peserta dari negara berkembang untuk memperoleh keterampilan sambil bekerja. Namun dalam praktiknya tidak sesuai yang diharapkan. Program lama justri kerap dimanfaatkan oleh perusahaan penerima untuk mendapatkan tenaga kerja murah. 

Kaum Setengah Pengangguran di Kota Melonjak

Sementara di dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa pada Februari 2025, jumlah setengah pengangguran di wilayah perkotaan mengalami peningkatan signifikan, yakni sebanyak 0,46 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2024.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono, menjelaskan bahwa setengah pengangguran merupakan kelompok penduduk usia kerja yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan masih mencari atau bersedia menerima pekerjaan tambahan.

"Di perkotaan ini, mengalami peningkatan setengah pengangguran 0,46 juta pada Februari 2025 dibandingkan dengan Agustus 2024," kata Ateng dalam konferensi pers Profil Kemiskinan di Indonesia Kondisi Maret 2025.

Peningkatan ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang secara statistik tercatat bekerja, kualitas dan kestabilan pekerjaan mereka masih jauh dari ideal.

Banyak dari mereka yang terjebak dalam pekerjaan paruh waktu, informal, atau sektor musiman yang tidak memberikan jaminan penghasilan layak dan kesinambungan.

Kondisi ini mengindikasikan adanya permasalahan struktural dalam pasar kerja, terutama di perkotaan. Sektor formal belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal, sehingga memaksa masyarakat untuk mengambil pekerjaan apapun yang tersedia meski tidak sesuai dengan potensi dan kebutuhan penghidupan.

#KaburAjaDulu Pernah Menggema

Jauh sebelumnya, tagar "Kabur Aja Dulu" (#KaburAjaDulu) pernag marak digunakan di media sosial, terutama X. Tagar ini mencerminkan keresahan anak muda terhadap berbagai isu, mulai dari sulitnya mencari pekerjaan hingga kondisi politik yang dinilai kurang berpihak pada mereka.

Psikolog Klinis Fifi Pramudika, mengatakan fenomena ini bukan sekadar tren media sosial, tetapi bisa dipahami sebagai bagian dari mekanisme psikologis dalam menghadapi tekanan sosial dan ekonomi.

Menurut Fifi, fenomena #KaburAjaDulu bisa dipahami sebagai bentuk flight response, yaitu ketika seseorang merasa kondisi dalam negeri sudah terlalu sulit untuk diperbaiki, maka pilihan terbaik yang mereka lihat adalah pergi.

Namun, flight response ini bukan berarti sekadar lari tanpa arah. Dalam beberapa kasus, mencari peluang di luar negeri bisa menjadi strategi adaptasi yang lebih rasional, terutama jika dilakukan dengan perencanaan yang matang.

Fifi menambahkan, dalam beberapa kasus, pindah ke luar negeri memang bisa membuka peluang baru, baik dalam hal pekerjaan, pendidikan, maupun kehidupan yang lebih baik. 

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |