Liputan6.com, Jakarta Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan hambatan ekonomi yang dikombinasikan dengan rekor penjualan kendaraan listrik akan mengurangi pertumbuhan permintaan minyak global menjadi 650.000 barel per hari di sisa tahun 2025.
Perkiraan tersebut menandai perlambatan dari permintaan 990.000 barel minyak per hari yang diukur IEA pada Januari-Maret 2025.
"Peningkatan ketidakpastian perdagangan diperkirakan akan membebani ekonomi dunia dan, sebagai akibatnya, permintaan minyak," kata IEA dalam laporan pasar minyak terbaru, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (21/5/2025).
IEA kini memperkirakan rata-rata pertumbuhan permintaan minyak dunia akan mencapai 740.000 barel per hari secara keseluruhan tahun ini, revisi naik ke atas sebesar 20.000 barel per hari pada bulan tersebut.
Badan tersebut juga memproyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2026 mendatang akan mencapai rata-rata 760.000 barel per hari.
Arab Saudi menjadi negara penyumbang hampir semua kenaikan dalam perkiraan pertumbuhan pasokan IEA tahun 2025, karena merupakan satu-satunya negara yang memiliki ruang untuk menambah barel kembali ke pasar berdasarkan tingkat produksi saat ini.
"Berdasarkan pelemahan harga yang berkelanjutan, kami memperkirakan akan ada lebih banyak pemangkasan aktivitas pada beberapa kuartal mendatang," kata IEA tentang serpih AS, setelah memangkas perkiraan serpih AS sebesar 40.000 barel per hari untuk tahun 2025 dan 190.000 barel per hari untuk tahun 2026.
Harga Minyak Dunia Hari Ini Turun jadi Segini
Diwartakan sebelumnya, harga minyak turun tipis pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) karena ketidakpastian dalam negosiasi AS-Iran dan pembicaraan damai Rusia-Ukraina.
Dikutip dari CNBC, Rabu (21/5/2025) harga minyak Brent turun 16 sen, atau sekitar 0,24%, dan ditutup pada harga USD 65,38 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 13 sen atau 0,21%, menjadi USD 62,56.
Kesepakatan nuklir antara AS dan Iran akan memungkinkan Iran untuk meningkatkan ekspor minyak sebesar 300.000 barel hingga 400.000 barel per hari jika sanksi dilonggarkan, kata analis StoneX Alex Hodes.
Harga dibatasi oleh sikap Presiden AS Donald Trump yang menunjukkan bahwa dia tidak siap untuk bergabung dengan Eropa dengan sanksi baru untuk menekan Moskow. Sementara Presiden Vladimir Putin dan Ukraina akan segera memulai negosiasi untuk gencatan senjata.
Banyak Minyak Rusia Masuk ke Pasar
“Namun, penyelesaian langsung perang Rusia/Ukraina tampaknya tidak mungkin. Jadi, meskipun hal itu dapat menyebabkan lebih banyak minyak dari Rusia masuk ke pasar, hal itu akan terjadi pada waktunya dan tidak pasti karena Rusia masih terikat dengan kewajibannya terhadap OPEC+,” kata Kpala Analis Komoditas Bjarne Schieldrop.
Yang menambah tekanan pada harga minyak adalah data yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan output industri dan penjualan eceran di China, importir minyak terbesar dunia,. Sementara para analis memperkirakan adanya perlambatan dalam permintaan bahan bakar.
Namun, analisis tersebut tidak mencerminkan jeda tarif selama 90 hari antara AS dan China, dengan Goldman Sachs menunjuk pada peningkatan arus perdagangan China pada Senin malam. Analis Tamas Varga menyatakan di luar ekonomi makro, geopolitik, dan lingkungan perdagangan utama saat ini, sulit untuk memastikan kapan suasana akan berubah drastis.