Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberikan tanggapan atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang wakil menteri (wamen) rangkap jabatan. Ia menuturkan Kementerian BUMN akan patuh serta mendalami isi putusan tersebut.
"Ya kita melakukan transformasi kepengurusan sesuai makna yang kita lakukan saat ini," katanya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Ketika disinggung mengenai kemungkinan wakil menteri harus mundur sebagai komisaris di BUMN seiring dengan masa transisi dua tahun, Erick kembali menekankan pihaknya masih akan mempelajari lebih lanjut putusan MK itu.
"Ya itu, kita akan melakukan transformasi kepengurusan sesuai dengan yang kita jalankan," tuturnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting yang melarang wakil menteri (wamen) merangkap jabatan. Keputusan ini serupa dengan larangan yang sudah berlaku untuk menteri, bertujuan agar para pejabat negara ini bisa lebih fokus dalam menjalankan tugas di kementerian masing-masing.
Hal ini disampaikan dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Dikutip dari Antara, Rabu (3/9/2025), Menurut Enny, sebagai pejabat negara, wakil menteri memiliki beban kerja yang menuntut penanganan khusus.
Oleh karena itu, larangan rangkap jabatan menjadi sangat esensial. Keputusan ini secara eksplisit memasukkan frasa "wakil menteri" ke dalam norma Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang sebelumnya hanya mengatur tentang menteri.
Putusan ini bermula dari permohonan advokat Viktor Santoso Tandiasa, yang sebagian dikabulkan oleh MK. Viktor mendalilkan masih adanya wakil menteri yang merangkap jabatan, padahal larangan serupa sudah tercantum dalam Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang diucapkan pada Agustus 2020.
Pengamat: Regulasi Ada, Tinggal Pelaksanaan
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang wakil menteri (Wamen) merangkap jabatan, termasuk sebagai komisaris BUMN, patut disambut baik. Menurutnya, aturan tersebut akan memperkuat tata kelola sekaligus mencegah potensi konflik kepentingan.
“Tentu kita sambut baik keputusan MK itu, karena akan meminimalisir potensi konflik kepentingan, sekaligus pelanggaran terhadap regulasi yang ada. Keputusan ini merupakan yang kedua. Pada 2019, MK melalui Keputusan No. 80/PUU-XVII/2019 juga sudah memutuskan Wamen tidak boleh rangkap jabatan, dengan bahasa: Larangan yang berlaku pada menteri, juga berlaku untuk wakil menteri’,” ujar Herry kepada Liputan6.com, Jumat (29/8/2025).
Ia menambahkan, pengaturan mengenai larangan tersebut juga sudah tercantum dalam Undang-Undang No. 1/2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Namun, selama ini implementasinya masih lemah.
“Regulasi sudah lengkap soal larangan Wamen rangkap jabatan. Namun selama ini tidak dilaksanakan, sehingga menimbulkan rasa pesimistis bahwa pemerintah dan Danantara sebagai pemegang saham BUMN punya niat serius menerapkan tata kelola perusahaan yang baik,” katanya.
Danantara Perlu Menegaskan Komitmen
Herry menekankan, untuk menjawab keraguan publik, pemerintah bersama Danantara perlu menegaskan komitmennya secara terbuka agar keputusan MK benar-benar dijalankan. Jika tidak, keputusan tersebut berpotensi kembali diabaikan seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Selain itu, Herry juga menyoroti perlunya konsolidasi dan restrukturisasi BUMN agar lebih efisien. Ia menilai praktik pembentukan anak usaha hingga tumpang tindih bisnis membuat kinerja BUMN tidak optimal. BUMN, kata dia, seharusnya difokuskan pada sektor yang sesuai amanat undang-undang dan strategis untuk mendukung program pemerintah.