Menteri ATR Ingin Kepemilikan Tanah Diatur: Punya Tanah Luas Jangan Ditambah

5 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan menata ulang sistem pembagian dan pengelolaan tanah. Hal ini sebagai upaya mengatasi ketimbangan struktural dalam penguasaan tanah di Indonesia.

Demikian disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid seperti dikutip dari Antara, Kamis (8/5/2025).

"Bagi yang sudah menguasai tanah luas, jangan ditambah. Yang kecil kita bantu berkembang. Yang belum punya, kita carikan tanah. Itulah konsep keadilan yang kami perjuangkan," ujar Nusron dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Dirinya memaparkan fakta mengenai ketimpangan struktural dalam penguasaan tanah di Indonesia. Dari total 170 juta hektare tanah yang ada, 70 juta hektare merupakan kawasan non-hutan.

Namun, sekitar 46 persen dari lahan non-hutan tersebut atau sekitar 30 juta hektare dikuasai oleh hanya 60 keluarga besar pemilik korporasi.

"Petani kecil di Nusa Tenggara Barat (NTB), termasuk warga Nahdlatul Wathan, mencari tanah satu atau dua hektare saja bisa berkonflik. Tapi ini, ada satu keluarga yang menguasai sampai 1,8 juta hektare. Ini jelas ketimpangan struktural,” kata Nusron.

Seiring hal itu, Presiden Prabowo Subianto menugaskan dirinya untuk menata ulang sistem pembagian dan pengelolaan tanah, termasuk HGU dan Hak Guna Bangunan (HGB), dengan mengedepankan tiga prinsip utama, yaitu keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi.

Program Redistribusi Tanah eks HGU ini sekaligus menunjukkan komitmen yang kuat dari Presiden RI untuk mengatasi kemiskinan, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan menciptakan keadilan.

Nusron mengajak organisasi seperti Nahdlatul Wathan untuk menjalin kerja sama dengan pemerintah dalam upaya mengurangi ketimpangan penguasaan tanah dan mendorong pembangunan berkeadilan di Indonesia. Ia membuka peluang kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dan Nahdlatul Wathan.

“Kami siap bekerja sama dengan Nahdlatul Wathan, sebagaimana kami sudah bermitra dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, Persis, dan MUI. Karena Indonesia ini besar dan mayoritas penduduknya adalah umat Islam, dan di dalamnya ada Nahdlatul Wathan. Tidak boleh ada yang tertinggal dalam gerbong pembangunan,” ujarnya.

Nusron Wahid Turun Tangan Selesaikan Kasus Penggusuran Rumah di Bekasi

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid turun tangan langsung mengatasi  perkara kasus sengketa lahan yang terjadi di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Menurut Nusron Wahid , keputusan eksekusi lahan oleh pengadilan di Desa Setia Mekar, cacat prosedur.

"Jadi ini proses eksekusi yang prosedurnya kurang tepat. Saya menganggap penghuni ini masih sah," kata Nusron dikutip dari Antara, Sabtu (8/2/2025). 

Sebanyak lima rumah di Desa Setia Mekar dieksekusi penggusuran hingga rata dengan tanah meski berada di luar objek sengketa padahal memiliki bukti kepemilikan secara sah. Kelima rumah warga tersebut diketahui milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi dan korporasi Bank Perumahan Rakyat (BPR). Kelimanya mempunyai dokumen Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan yang mereka dirikan bangunan rumah.

Nusron mengungkapkan, ada sejumlah tahapan yang tidak dijalankan pengadilan menyangkut eksekusi di wilayah Tambun Selatan di antaranya mereka tidak mengajukan pembatalan sertifikat warga kepada Kantor BPN Kabupaten Bekasi sebelum melakukan eksekusi.

Amar Putusan

Pengajuan ini merujuk amar putusan gugatan yang ternyata tidak menyertakan perintah pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat tanah.

Nusron menegaskan pengadilan harus mengajukan pembatalan sertifikat terlebih dahulu kepada BPN sebelum sita eksekusi dilakukan mengingat tidak menyertakan amar putusan dimaksud.

"Di dalam amar putusan itu tidak ada perintah dari pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat. Harusnya ada perintah dulu," ujar dia.

Tiga Hal yang Tidak Dilakukan Pengadilan Kemudian pengadilan juga berkewajiban

Kemudian pengadilan juga berkewajiban mengirim surat permohonan kepada BPN wilayah setempat untuk meminta bantuan pengukuran lahan yang akan disita guna mengetahui batas lahan yang akan dieksekusi.

Pengadilan juga wajib melayangkan surat pemberitahuan kepada BPN terkait pelaksanaan eksekusi. Dari seluruh proses tersebut, Nusron memastikan tidak ada satu pun tahapan yang dilalui oleh pengadilan ketika eksekusi dilakukan.

"Ini tiga-tiganya tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan," ucap dia.

Diketahui eksekusi lima rumah warga di wilayah dimaksud dilakukan pada 30 Januari 2025, merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.

Putusan tersebut sebagaimana hasil gugatan yang diajukan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, selaku pemilik kedua tanah induk bernomor sertifikat 335 yang dibeli dari tangan Djuju Saribanon Dolly pada tahun 1976.

Persoalan tanah ini semakin kompleks karena sertifikat hak milik tanah seluas total 3,6 hektare itu berganti-ganti kepemilikan. Semula dimiliki Djuju, kemudian dijual ke Abdul Hamid.

Berulang Kali Ganti Pemilik

Abdul Hamid ternyata justru menjual kembali lahan tersebut kepada Kayat dan Kayat memecah sertifikat tersebut menjadi empat bidang dengan nomor SHM 704, 705, 706 dan 707.

Kayat kemudian melepas dengan SHM nomor 704 dan 705 ke Toenggoel Paraon Siagian. Sedangkan SHM 706 dan 707 dijual secara acak.

Setelah berulang kali berganti nama pemilik, Mimi kemudian menggugat semua pemilik. Dari gugatan ini diketahui bahwa transaksi jual beli lahan antara Djuju dan Abdul Hamid bermasalah.

Djuju membatalkan sepihak jual beli lahan setelah Abdul Hamid gagal membayar keseluruhan nilai lahan. Gugatan yang diajukan Mimi bermodalkan Akta Jual Beli (AJB) antara Djuju dan Abdul Hamid.

Pada tahun 2019, Toenggoel menjual lahan SHM 705 ke Bari setelah mengetahui pihak Mimi mengajukan eksekusi pengosongan lahan pada 2018.

Dari pembelian lahan ini, nama pemilik SHM 705 berganti dari Toenggoel menjadi atas nama Bari. Pembelian ini yang kemudian menghasilkan bangunan yang kini berdiri sebagai perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2.

Selain cluster, terdapat pula tiga bidang tanah lain yang dieksekusi pengadilan, antara lain SHM dengan nomor 704, 706, dan 707.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |