Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, menyoroti perbedaan kinerja ekonomi nasional pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Joko Widodo (Jokowi), dan Prabowo Subianto.
Menurutnya, setiap era memiliki tantangan dan kebijakan berbeda yang berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan, pada masa pemerintahan SBY, pertumbuhan ekonomi nasional bisa mencapai 6%.
Hal itu didukung pertumbuhan uang beredar yang rata-rata mencapai 17% lebih, sehingga kredit perbankan tumbuh hingga 22%.
"Zaman pak SBY tumbuh 6%, zaman Jokowi rata-rata 5% atau dibawah, kalau anda lihat di pertumbuhan uang nya base of money teory dasar moneter itu di zaman pak SBY rata-rata tumbuh 17% lebih, akibatnya uang disistem cukup dan kredit tumbuh 22%," kata Purbaya dalam Raker dengan Komisi XI DPR, Di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Meski di zaman Presiden SBY pembangunan infrastruktur tidak besar-besaran seperti saat ini, Purbaya menilai sektor swasta kala itu lebih hidup dan berkontribusi nyata dalam mendorong perekonomian. Dampaknya, tax ratio di era SBY juga lebih baik.
"Jadi, waktu zaman SBY walaupun dia tidak bangun infrastruktur habis-habisan tapi private sector yang hidup menjalankan ekonomi. Itu berhubungan juga dengan rasio tax. Ketika private sector yang jalan itu dia akan lebih banyak bayar pajak dibanding Pemerintah. Tax ratio kita tumbuh 0,5% lebih tinggi dibanding zaman pak Jokowi," jelasnya.
Perekonomian di Masa Jokowi
Berbeda dengan masa Jokowi, Purbaya menyebut pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya sekitar 5% atau di bawah capaian era SBY. Menurutnya, kondisi itu dipengaruhi rendahnya pertumbuhan uang beredae yang rata-rata hanya 7%, bahkan sempat 0% dalam dua tahun sebelum krisis.
Dengan pertumbuhan jumlah uang beredar yang rendah, ekonomi nasional disebut Purbaya seperti “dicekik”. Swasta yang selama ini menggerakkan 90% perekonomian justru melambat, sementara pemerintah menjadi satu-satunya mesin penggerak utama.
"Pada zaman pak Jokowi, uang tumbuh hanya sekitar 7% nya, bahkan sepanjang tahun 2 tahun sebelum krisis itu tumbuhnya 0% memang ekonomi sedang dicekik, saya tidak tahu waktu itu karena saya sedang di Maritim," ujarnya.
Ia bahkan mengaku kaget ketika kembali diminta membantu pemerintah pada 2020, karena kondisi ekonomi saat itu sangat sulit bergerak meski stimulus telah digelontorkan.
Peringatan untuk Pemerintahan Prabowo
Menkeu Purbaya menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo yang baru berjalan juga menghadapi tantangan serupa. Ia mengingatkan, jika belanja pemerintah tetap lambat dan kebijakan moneter tidak lebih longgar, kondisi bisa lebih buruk dibanding era SBY maupun Jokowi.
"Zaman pak Prabowo juga bisa sama, ini maish baru, dan kalau Pemerintahnya masih lambat belanjanya dan mencekik belanjanya, disisi lain moneternya juga sama maka akan lebih buruk dari dua zaman sebelumnya, karena dua mesin mati," ujarnya.
Purbaya menilai pelajaran dari masa Jokowi dan SBY adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara peran fiskal dan moneter agar swasta tetap bisa tumbuh beriringan dengan belanja pemerintah.