Mengungkap Alasan Susahnya Cari Kerja saat Ini

5 days ago 15

Liputan6.com, Jakarta - Data terbaru dari Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) menunjukkan adanya perlambatan signifikan dalam laju perekrutan karyawan di hampir seluruh sektor industri. Kondisi ini membuat para pencari kerja semakin sulit mendapatkan pekerjaan, meski tingkat pengangguran masih terbilang rendah.

Dikutip dari abcnews, Rabu (10/9/2025), laporan ketenagakerjaan terkini memperpanjang tren suram yang sudah berlangsung sejak musim panas lalu. Jutaan warga AS yang tidak bekerja kini menghadapi persaingan yang ketat.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) melaporkan, hampir dua juta pencari kerja telah menganggur lebih dari 27 minggu. Jumlah ini setara dengan sekitar seperempat dari total populasi pengangguran.

Kondisi ini diperparah dengan rendahnya kepercayaan diri para pekerja. Sebuah survei dari New York Federal Reserve mengungkapkan, keyakinan pekerja dalam mencari pekerjaan baru kini berada di titik terendah.

Para analis yang diwawancarai oleh ABC News menduga, pasar kerja yang lesu ini disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan Presiden Donald Trump, khususnya terkait tarif dan imigrasi.

"Perekrutan baru benar-benar melambat," ujar ekonom senior Bankrate Mark Hamrick.

Ekonom global RSM Joseph Brusuelas, menggambarkan AS memiliki ekonomi yang lamban dalam merekrut dan memecat. Ia mengatakan, kenaikan tajam tarif telah membebani importir dan menimbulkan keraguan atas prospek ekonomi negara.

"Dampak tarif terhadap perekrutan tidak dapat disangkal. (Tarif) telah mendorong ketidakpastian ekonomi ke level tertinggi dalam beberapa tahun," tulis Brusuelas dalam catatannya.

AI dan Kebijakan Imigrasi Memperburuk Situasi

Kebijakan imigrasi yang ketat juga dituding memperburuk situasi. Ekonom tenaga kerja John Jay College of Criminal Justice, Michelle Holder menuturkan bahwa deportasi pekerja migran telah mengurangi pasokan tenaga kerja dan mengancam pengusaha dengan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi.

"Kami mendeportasi banyak sekali imigran pekerja. Hal itu justru semakin memperkeruh keadaan, khususnya bagi para pemberi kerja yang merasa, ‘Kami tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini," kata Michelle Holder, seorang ekonom tenaga kerja di John Jay College of Criminal Justice, kepada ABC News.

Di sisi lain, adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) juga disebut telah mengurangi prospek pekerjaan, terutama di posisi-posisi tingkat pemula.

Pemerintahan Trump membela diri dengan merespons laporan ketenagakerjaan yang melemah. Mereka optimistis akan adanya revisi data ke atas dan memprediksi kinerja pekerjaan yang lebih baik. Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional, mengatakan pemotongan pajak yang diberlakukan Trump akan mendongkrak investasi bisnis dan mendorong perekrutan.

"Presiden Trump tahu kami sangat optimistis tentang masa depan angka pekerjaan, karena kami melihat ledakan besar dalam belanja modal," kata Hassett.

Namun, data BLS menunjukkan perlambatan perekrutan terjadi di hampir setiap industri, termasuk sektor rekreasi, perhotelan, hingga pemerintahan. Sektor manufaktur mengalami kerugian bersih 78.000 pekerjaan tahun ini. Begitu pula dengan sektor konstruksi yang kehilangan 10.000 pekerjaan dalam tiga bulan terakhir.

Langkah The Fed

Sebagai respons terhadap pasar tenaga kerja yang lesu ini, Bank Sentral AS (The Fed) diperkirakan akan memangkas suku bunga saat pertemuan akhir bulan ini. Pemangkasan suku bunga ini diharapkan dapat menstimulasi perekonomian dan mendorong investasi baru.

Para investor memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar seperempat poin pada bulan ini sekitar 88%, dan kemungkinan penurunan setengah poin hampir 12%, menurut CME FedWatch Tool, sebuah indikator sentimen pasar.

Secara teori, penurunan suku bunga dapat mendorong perekrutan tenaga kerja karena biaya pinjaman menurun dan bisnis menghadapi kondisi yang lebih mendukung untuk investasi baru. Namun, pendekatan bertahap The Fed kemungkinan tidak akan memberikan perbaikan besar bagi para pencari kerja, kata Hamrick.

"Itu hanya akan memiliki dampak marginal bagi orang-orang. Saya tidak melihat itu menghasilkan perubahan besar dalam lingkungan (kerja) dalam waktu dekat," tutup Mark Hamrick.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |