Melihat Kesiapan Industri Asuransi Hadapi Risiko di Segmen Kendaraan Listrik

2 weeks ago 29

Liputan6.com, Jakarta PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) menyoroti  berbagai risiko seiring perkembangan industri kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) dan kaitannya dengan industri asuransi.

Property & Engineering Group Head Tugure Aries Karyadi, menekankan bahwa dorongan global melalui Paris Agreement 2018 serta insentif pemerintah Indonesia bagi industri EV memunculkan tantangan besar, terutama terkait baterai lithium sebagai komponen utama.

Aries menjelaskan risiko overcharging, overheating, thermal runaway, hingga kebakaran baterai yang sulit dipadamkan dengan metode konvensional.

“Lebih dari 50% nilai EV ada pada baterai. Satu cell saja yang rusak bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, dalam polis maupun survei risiko, faktor-faktor ini harus diperhatikan secara khusus,” tegas dia, Kamis (28/8/2025).

Selain itu, Aries juga menyinggung risiko rantai logistik EV, termasuk kebutuhan asuransi third party loss pada transportasi seperti kapal RORO. Ia menekankan pentingnya penyesuaian premi sesuai tingkat risiko serta perlindungan tambahan yang dibutuhkan.

“Industri asuransi memiliki peran penting dalam mendukung transisi energi, salah satunya melalui edukasi risiko green energy dan penerapan standar mitigasi yang ketat,” tambahnya.

Direktur Teknik Tugure  R. Djoko Slamet Prasetiyo menekankan pentingnya kolaborasi erat antar pelaku industri dan juga regulator agar tercapai solusi win-win dalam pengelolaan risiko EV.

“Fenomena EV ini adalah peluang sekaligus tantangan. Tugure hadir untuk memastikan industri asuransi Indonesia tidak tertinggal momentum, belajar dari negara produsen EV seperti Korea, dan menyiapkan strategi mitigasi yang tepat,” pungkasnya.

Tak Bisa Lagi Impor Utuh, Mobil Listrik Wajib Diproduksi di RI Mulai 2026

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa masa impor berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) atau completely built up (CBU) yang mendapat insentif akan berakhir pada 31 Desember 2025.

Setelah periode itu, insentif berupa pembebasan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak lagi berlaku bagi mobil listrik. Pemerintah ingin memastikan bahwa insentif yang sudah dinikmati tidak berhenti di tahap perdagangan, tetapi berlanjut ke pembangunan industri di dalam negeri.

Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, para produsen diwajibkan memproduksi kendaraan listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor yang telah mereka terima. Produksi tersebut harus memenuhi ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang sudah ditetapkan dalam regulasi.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan, dengan kondisi ini, maka para produsen bisa mulai memenuhi syarat TKDN mulai 2026.

"Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai, besaran nilai TKDN. Dari 40 persen harus secara bertahap naik menjadi 60 persen besaran nilai TKDN," ujar Tunggul dalam diskusi 'Polemik Insentif BEV Impor' di Kantor Kemenperin, Jakarta, ditulis Kamis (28/8/2025).

Menurutnya, aturan TKDN ini menjadi bagian dari strategi pemerintah mendorong kemandirian industri otomotif sekaligus mempercepat transisi menuju transportasi rendah emisi.

6 Perusahaan Ikuti Program Insentif CBU

Aturan tentang TKDN mobil listrik telah ditetapkan di Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

"Yang dilakukan melalui CKD (Completely Knocked Down) sampai dengan 2026, dan pada 2027 dilakukan melalui IKD (Incompletely Knocked Down). Karena kalau masih tetap CKD, nggak akan tercapai angka 60 persen. Kemudian angka 80 persen dicapai melalui skema manufaktur part by part," jelas Tunggul.

Lebih lanjut, Tunggul mengatakan, enam produsen sudah tercatat mengikuti program insentif impor ini hingga pendaftaran ditutup pada Maret 2025. Mereka adalah BYD, Vinfast, Geely, Xpeng, National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus, VW), serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Tunggul menyebutkan, dari enam perusahaan yang mengikuti program insentif CBU, akan melakukan penambahan total investasi sebesar Rp 15 triliun serta rencana penambahan kapasitas produksi sebesar 305 ribu unit.

"Dari enam perusahaan tersebut, dua perusahaan melakukan kerja sama perakitan dengan assembler lokal, yakni PT Geely Motor Indonesia dan PT Era Industri Otomotif," ujarnya.

Target TKDN Naik Bertahap

Tunggul menjelaskan bahwa mulai 2026 perusahaan bisa memulai pemenuhan TKDN sesuai Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023. Regulasi itu mengatur bahwa tingkat kandungan lokal mobil listrik harus mencapai 40 persen pada periode 2022–2026.

Selanjutnya, kewajiban TKDN akan meningkat secara bertahap menjadi 60 persen pada 2027–2029 dan 80 persen mulai 2030.

"Menurut Perpres itu (Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023) TKDN mobil listrik produksi lokal wajib mencapai 40 persen pada 2022-2026. Lalu naik menjadi 60 persen pada 2027-2029 dan 80 persen mulai 2030," ujarnya.

Pemerintah menilai roadmap ini penting untuk mendorong transfer teknologi, investasi industri komponen, serta menciptakan rantai pasok kendaraan listrik dalam negeri. Dengan demikian, Indonesia bisa naik kelas dari sekadar pasar kendaraan listrik menjadi basis produksi global.

Infografis Mobil Listrik

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |