Lawan Dolar AS, China Ingin Dongkrak Peran Yuan di Perdagangan hingga Keuangan Global

11 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral China atau the People’s Bank of China menyatakan China harus meningkatkan penggunaan yuan secara global sesuai aturan untuk meningkatkan perdagangan dan investasi.

Mengutip bahabreakingnews.com, ditulis Rabu (21/5/2025), berdasarkan presentasi yang disampaikan Gubernur Bank Sentral China, Pan Gongsheng sebelumnya, China akan memperluas pemakaian yuan dalam perdagangan lintas batas, investasi dan keuangan global.

Hal ini dengan memposisikan yuan sebagai alternatif lebih kuat terhadap dolar AS. Pan Gongsheng juga kembali menegaskan komitmen bank sentral terhadap kebijakan moneter yang cukup longgar untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dan merangsang konsumsi serta inovasi teknologi.

“Pertemuan tersebut menekankan perlunya penerapan kebijakan moneter yang cukup akomodatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan ekonomi riil yang efektif dan mempertahankan pertumbuhan yang wajar dalam total volume keuangan,” demikian disampaikan bank sentral.

Sementara itu, ekonom Makroeconomic Research Officer Asean+3, Hoe Ee Khor menilai, yuan China berpotensi menyaingi pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) atau dolar AS. Hal ini jika China meliberalisasi konvertiblitas dan akses bagi orang asing.

“China ingin lebih banyak penggunaan global atas yuan yang dikendalikan secara terpusat, dan mata uang tersebut sudah berfungsi dengan lancar dalam penyelesaian pembelian lintas batas,” kata dia, seperti dikutip dari South Morning China Post.

China Harus Perdalam Pasar Keuangannya

“Keistimewaan AS telah berakhir, awal dari akhir. Dolar AS bukan mata uang yang aman seperti dulu. Renminbi selalu dianggap sebagai salah satu alternatif yang memungkinkan dan terus berkembang,” kata dia.

Khor menuturkan, untuk melawan dolar AS, China harus “memperdalam” pasar keuangannya sehingga orang asing dapat mengakses saham, obligasi dan aset lain yang berdenominasi yuan dengan lebih baik. “Kelas aset baru yang didukung yuan juga akan membantu,” ujar dia.

Ia mengutip, sebagai contoh, skema “hubungan” yang ada di China dengan Hong Kong yang melaluinya investor asing dapat membeli obligasi dan saham China daratan tanpa lisensi khusus.

“Konvertibilitas tetap menjadi perhatian lain di kalangan investor di luar China daratan,” kata dia.

"Anda mungkin dapat membukanya lebih lebar,” ujar dia.

"Jika Anda akan mendorong orang untuk memegang mata uang Anda, Anda perlu memiliki aset untuk mendukungnya dan mata uang tersebut harus dapat dikonversi,” ia menambahkan.

Asia Mempersiapkan Diri

China meski membatasi arus keluar modal, telah lama berupaya mengubah yuan menjadi mata uang global untuk membantu mendorong lingkungan bagi pembangunan ekonominya.

Dolar AS mengalami aksi jual bulan lalu karena pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor pada sebagian besar negara, terutama China, sebelum menangguhkan sebagian besar.

Khor mengatakan, Asia telah mempersiapkan diri menghadapi krisis dengan sepenuhnya mempersiapkan pertukaran mata uang Chiang Mai Initiative Multiterlalisastion (CMIM) yang kini telah berusia 25 tahun.

Skema CMIM senilai USD 240 miliar yang mencakup 10 negara ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan menawarkan bantuan darurat kepada negara-negara yang menghadapi masalah neraca pembayaran dan masalah likuiditas jangka pendek.

Khor menuturkan, inisiatif itu telah melewati 15 ujian, memperkuat kapasitasnya untuk meminjamkan sebanyak USD 11 miliar hanya dengan pemberitahuan beberapa minggu dan tanpa persetujuan Dana Moneter Internasional.

“Kami menunggu saat yang tepat ketika salah satu anggota memutuskan ingin memanfaatkan ini,” ujar dia.

China Bakal Tetap Bertahan

Khor mengatakan, belum ada yang menggunakan skema ini. Ia menuturkan, bahkan selama pandemi COVID-19 ketika tindakan pembatasan sosial merugikan ekonomi Asia tidak ada yang membutuhkan bantuan.

Khor menambahkan, ekonomi Asia Timur, termasuk China, akan tetap bertahan bahkan jika tarif Trump dilanjutkan setelah jeda 90 hari yang akan berakhir pada Juli.

Itu karena Amerika Serikat hanya menyumbang 15 persen dari perdagangan global, katanya, sementara sebagian besar pemain lain "berkomitmen pada sistem berbasis aturan" yang akan mengecualikan tarif yang tiba-tiba dan menyeluruh.

"Saya pikir sistem ini lebih besar dari Trump," kata Khor.

"Meskipun AS besar, tidak sebesar itu. Saya pikir [sistem] dapat bertahan, tetapi dalam jangka pendek, ada banyak gangguan, dan negara-negara harus mengatasinya."

Ia menambahkan, jeda tarif Trump telah mengurangi tekanan pada eksportir Asia untuk melepas barang ke pasar non-AS.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |