Liputan6.com, Jakarta - Laporan dari ketenagakerjaan terdengar seperti luka, melihat perekonomian Amerika Serikat (AS). Ketika suku bunga lebih tinggi dari biasanya dan inflasi masih di atas target 2 persen yang ditentukan Federal Reserve (The Fed).
Laporan Ketenagakerjaan Agustus lebih mirip memberi luka. Data penggajian baru lebih dari sepertiga di bawah ekspektasi. Tingkat pengangguran juga naik tipis dari 4,2% menjadi 4,3%.
Namun, kenaikan ini lebih dipicu oleh bertambahnya 436.000 orang ke dalam angkatan kerja, bukan karena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Demikian mengutip dari CNBC, Senin (8/9/2025).
Meski demikian, kondisi ini dinilai cukup melukai perekonomian AS. Pasar pun menaruh harapan besar pada langkah Federal Reserve (The Fed). Menurut CME FedWatch, hingga Minggu malam waktu AS, peluang pemangkasan suku bunga the Fed 50 basis poin pada September mencapai 8%, angka yang sebelumnya 0% sebulan lalu. Sementara itu, pemotongan 25 basis poin dipandang nyaris pasti terjadi.
Ekspektasi terhadap langkah pelonggaran ini membuat investor tetap tenang. Indeks utama wall street memang sempat melemah pada Jumat. tetapi tidak terlalu dalam. Nasdaq Composite bahkan mampu ditopang oleh saham-saham teknologi yang solid.
Hal yang Perlu Diketahui
Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga akhir bulan ini, langkah itu bisa dapat dilakukannya, itu dapat menjadi langkah yang tepat, tepat pada waktunya, untuk dapat menghemat lebih dari satu sepeser uang sen bagi investor.
- Laporan pekerjaan Amerika Serikat (AS) untuk Agustus 2024 tampil mengecewakan. Nonfarm payrolls hanya bertambah 22.000, jauh di bawah ekspektasi survei Dow Jones yang memperkirakan 75.000. Meski data Juli direvisi naik, angka Juni dipangkas sehingga totalnya terjadi kerugian bersih 13.000 pekerjaan.
- Menteri Keuangan AS Scott Bessent memperingatkan, jika Mahkamah Agung memutuskan tarif impor ilegal, maka pemerintah harus mengembalikan hampir separuh dari pungutan tersebut. “Itu akan sangat buruk bagi kas negara,” ujarnya dalam wawancara Minggu.
- Presiden AS, Donald Trump, mengancam akan membuka penyelidikan perdagangan baru untuk membatalkan denda Uni Eropa. Sebelumnya, UE menjatuhkan penalti sebesar USD 3,45 miliar kepada Google karena praktik anti-persaingan.
- Indeks utama AS ditutup menguat sepanjang pekan lalu meski terkoreksi pada perdagangan Jumat. Di Eropa, indeks Stoxx 600 juga sempat menguat sebelum akhirnya berbalik turun 0,2%.
- Inflasi menjadi fokus berikutnya. Data indeks harga produsen (PPI) dan konsumen (CPI) AS akan menjadi kunci, sekaligus pertimbangan bagi The Fed dalam menyeimbangkan mandat ganda mereka: menjaga inflasi tetap stabil dan memaksimalkan lapangan kerja.
Italia jadi Perhatian
Di sisi lain, Italia — yang selalu menjadi destinasi utama untuk orang kaya dan terkenal, justru menentang tren global yang kian memperketat regulasi bagi orang super kaya. Negeri Pizza kini menarik banyak miliarder baru berkat iklim ramah investor, pasar properti yang bergairah, serta rezim pajak flat yang ringan.
Ketika banyak negara lain mengekang orang-orang tajir melintir, Italia Malah melawan rezin tersebut, dengan penerapan kebijakan tersebut membuat Milan kian menjadi pusat bisnis sekaligus surga bagi kalangan tajir yang mencari gaya hidup mewah di Eropa.
Gencatan Senjata Tarif AS-China Tetap Timbulkan Kekhawatiran Ekonomi
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) dan China sepakat memperpanjang penundaan kenaikan tarif impor satu sama lain selama 90 hari, sebagaimana tertuang dalam perintah eksekutif yang ditandatangani Presiden Donald Trump pada Senin, 11 Agustus 2025.
Jika kesepakatan tersebut tidak dibuat, tarif akan langsung meningkat tajama dan berpotensi menghambat perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia secara signifikan. Demikian mengutip CNN, Rabu (13/8/2025).
Berita ini pertama kali dilaporkan oleh CNBC, beberapa jam menjelang batas waktu pukul 12:01 dini hari waktu ET, saat tarif atas barang-barang China seharusnya naik dari 30% menjadi 54%, sementara tarif China atas ekspor AS akan kembali naik dari 10 persen menjadi 34 persen.
Dalam pernyataan bersama dengan Amerika Serikat, Tiongkok mengonfirmasi perpanjangan gencatan senjata perdagangan selama 90 hari dan berkomitmen untuk mempertahankan tarif 10% atas barang-barang AS selama periode tersebut. Pernyataan ini merujuk pada hasil negosiasi bilateral yang berlangsung di Swedia bulan lalu.
Kenaikan Tarif pada Barang China
Perpanjangan ini terjadi setelah Presiden Trump menerapkan serangkaian tarif “timbal balik” terhadap mitra dagang global, yang membuat tarif efektif AS mencapai level tertinggi sejak era Depresi Besar.
Kenaikan tarif pada barang-barang China, yang merupakan sumber impor terbesar kedua bagi Amerika Serikat, diperkirakan meningkatkan biaya bagi banyak bisnis dan konsumen Amerika Serikat, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pajak impor yang lebih tinggi.
Setelah pertemuan di Swedia pada Juli, para negosiator China bahkan mengklaim kesepakatan telah tercapai. Namun, Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, yang keduanya ikut hadir dalam pertemuan tersebut, membantah klaim itu dengan menegaskan bahwa tidak ada keputusan final tanpa persetujuan dari Presiden Trump.
“Kita lihat saja nanti. Mereka sudah berurusan dengan cukup baik. Hubungan saya dan Presiden Xi sangat baik,” ujar Trump sebelumnya pada Senin.