Kerugian Akibat Penipuan Berbasis OTP Capai Rp 2,5 Triliun, Manfaatkan Teknologi AI

20 hours ago 10

Liputan6.com, Jakarta Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024 mencatat kerugian akibat penipuan berbasis sosial dan OTP mencapai lebih dari Rp 2,5 triliun. Sementara VIDA Fraud Intelligence Report 2025 menunjukkan bahwa 97 persen organisasi di Indonesia pernah menjadi target social engineering. Di era AI-powered phishing, mekanisme OTP yang dirancang tiga dekade lalu kian rentan disusupi.

Fenomena ini menandai munculnya bentuk kejahatan baru yaitu generative fraud, ketika teknologi AI digunakan untuk menciptakan identitas atau dokumen palsu yang sulit dibedakan dari aslinya.

Kasus deepfake di Asia Pasifk bahkan meningkat 1.550 persen dalam dua tahun terakhir (2022–2023), dengan modus seperti voice cloning dan video impersonation yang dapat menyamar sebagai tenaga medis atau pejabat untuk mengakses sistem kesehatan.

Founder and Group CEO VIDA Niki Luhur, menekankan bahwa kehadiran teknologi AI menuntut cara baru dalam membangun kepercayaan digital.

“AI bisa menciptakan 'realitas palsu' yang semakin sulit dibedakan, identitas digital yang tervalidasi menjadi fondasi kepercayaan baru. VIDA hadir untuk membangun trust by design, mulai dari identitas hingga transaksi, memastikan setiap interaksi digital aman dan terpercaya dari ancaman AI,” ujar Niki, Selasa (18/11/2025).

Di tengah situasi itu, VIDA menjadi mitra strategis kepercayaan digital (digital trust enabler) yang memastikan hanya individu berwenang yang dapat mengakses data medis yang benar, kapan pun dan di mana pun.

"VIDA memosisikan digital signature bukan hanya sebagai alat kepatuhan, tetapi sebagai infrastruktur kepercayaan yang mendukung berbagai lintas industri, termasuk sektor kesehatan, menjamin identitas, otorisasi, dan audit trail di seluruh ekosistem digital, mulai dari pendaftaran pasien di rumah sakit hingga persetujuan tindakan medis atau klaim asuransi," Chief Operating Officer VIDA Victor Indajang.

Pertukaran Data

VIDA aktif bekerja sama dengan Kominfo, OJK, Bank Indonesia, dan industri perbankan, fintech, kesehatan dan lainnya untuk membangun kerangka kerja kepercayaan digital nasional. Kolaborasi ini berarti membentuk Digital Trust Layer yang memastikan semua akses dan pertukaran data antar sistem agar berjalan aman dan terverifkasi.

"Bagaimana AI, di satu sisi, mendorong inovasi, namun di sisi lain juga membuka celah baru untuk penipuan. Dengan solusi seperti Deepfake Shield dan Fraud Scanner, kami tidak hanya mendeteksi manipulasi visual dan audio berbasis AI, tetapi juga secara proaktif melindungi lembaga fnansial dan sektor kesehatan," tutup SVP Product and Certifcate Authority VIDA Ahmad Taufk.

Kasus Deepfake Fraud di Asia Pasifk Melonjak 1.550%, Sektor Bisnis Indonesia Jadi Sasaran Empuk

Ancaman digital ke depan bukan hanya persoalan teknologi, tetapi juga dimanfaatkan untuk memanipulasi orang, seperti melalui praktik phishing atau account takeover, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian fnansial berskala masif bagi konsumen.

Menurut VIDA Fraud Intelligence Report 2025, kasus deepfake fraud di Asia Pasifk melonjak 1.550%, sementara 97% bisnis di Indonesia menjadi target social engineering. Sepanjang 2022–2024, kerugian sektor perbankan akibat penipuan digital mencapai lebih dari Rp2,5 triliun, sebagian besar karena lemahnya autentikasi konvensional seperti SMS OTP dan kata sandi.

Fakta menunjukkan bahwa sistem keamanan lama tak lagi memadai menghadapi ancaman berbasis AI. 

“Teknologi deepfake kini sudah mencapai titik di mana sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Karena itu, lembaga seperti VIDA sebagai Certifcate Authority (CA) memegang peran penting untuk menjaga integritas identitas digital dan memastikan data serta transaksi tidak bisa dipalsukan,” ujar Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, Minggu (9/11/2025).

Niki juga mengungkap fenomena baru yang kini marak di dunia siber, yaitu scan-as-a-service, jaringan penipu yang menyediakan akses ke jutaan akun digital. Baru-baru ini terungkap device farm di Latvia yang melayani 15 ribu pelaku fraud dan mengakses 48 juta rekening digital. Hal ini menunjukkan bahwa para penipu kini beroperasi layaknya perusahaan, lengkap dengan infrastruktur, data sharing, dan kolaborasi.

VIDA menjawab tantangan tersebut dengan menghadirkan FaceToken dan PhoneToken, solusi autentikasi berbasis biometrik yang menggabungkan machine learning dan enkripsi tingkat tinggi.

Verifkasi Identitas Tanpa Kata Sandi

Teknologi ini memungkinkan verifkasi identitas tanpa kata sandi (passwordless) melalui deteksi wajah (liveness detection) dan perangkat pengguna terdaftar, sehingga transaksi digital berlangsung cepat, aman, dan tetap nyaman. Implementasinya di sektor keuangan terbukti menurunkan transaksi tidak sah hingga 90%.

VIDA juga mengembangkan AI-native security framework yang menggabungkan kemampuan computer vision, fraud detection engine, dan analisis perangkat untuk mendeteksi pola serangan yang kompleks seperti injection attack dan virtual camera spoofng.

“Kami tidak hanya menganalisis foto. Kami harus memahami bagaimana serangan terjadi dari perangkat, aplikasi, hingga jaringan. Karena di lapangan, penipuan sering kali menggunakan reverse engineering tools dan virtual camera injection untuk menipu sistem biometrik,” ujar Niki.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |