Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya menyelesaikan negosiasi tarif dagang Amerika Serikat (AS) pada kuartal III 2025.
Hal itu disampaikan Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, seperti dikutip dari Antara, Kamis (28/8/2025).
"Kita upayakan (rampung sebelum kuartal 3 berakhir),” ujar Djatmiko, Kamis pekan ini.
Hal tersebut seiring tarif impor 19% mungkin berubah sebelum 1 September 2025, yang pernah disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pada awal bulan ini.
Djatmiko menuturkan, pemerintah masih intensif untuk bernegosiasi dengan AS mengenai penetapan tarif dagang itu.
Akan tetapi, ia mengatakan masih belum memastikan kapan kepastian tersebut didapatkan oleh kedua negara.
"Saya enggak bisa ngomong kapannya, saya enggak bisa berandai-andai. Tapi kita harapkan, ya, pokoknya nanti sampai semua bisa disepakati dan diterima oleh dua belah pihak,” kata Djatmiko.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut AS menjadi negara penyumbang surplus neraca perdagangan yang terbesar dengan nilai USD 9,92 miliar pada Januari-Juni 2025.
Dari sisi ekspor, AS berada pada urutan kedua terbesar dengan nilai USD 14,79 miliar pada Januari-Juni 2025.
Tiga komoditas penopang adalah mesin dan perlengkapan elektrik sebesar USD 2,80 miliar, alas kaki sebesar USD 1,29 miliar, pakaian dan aksesoris (rajutan) USD 1,28 miliar.
Nilai Ekspor
Secara kumulatif Januari-Juni 2025, nilai ekspor meningkat 20,71% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Djatmiko pun memastikan, pemerintah juga mengupayakan komoditas ekspor unggulan Indonesia agar mendapatkan tarif paling rendah dari AS.
"Ya, intinya yang menjadi andalan Indonesia intinya kita sampaikan untuk mendapatkan, dipertimbangkan untuk mendapatkan tarif yang baik, yang lebih bagus dari Amerika Serikat,” ujar Djatmiko.
"Dan tentunya itu didasarkan oleh alasan-alasan yang mendukung pemerintah Indonesia yang mestinya bisa dipahami oleh Amerika. Mereka butuh, kita produksi, tidak mengganggu siapa-siapa di sana,” ia menambahkan.
Tarif Impor Trump Turun Perkuat Optimisme Perbankan Indonesia
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sektor perbankan Indonesia diproyeksikan tetap stabil seiring meredanya tensi geopolitik global dan penurunan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyampaikan perkembangan tersebut memberi ruang bagi ekonomi global dan domestik untuk tumbuh lebih baik, sehingga turut mendukung optimisme perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasi.
"Sektor perbankan Indonesia menunjukkan daya tahan yang kuat di tengah dinamika perekonomian dan politik global,” kata Dian dikutip dari keterangan OJK, Minggu (24/8/2025).
Menurut Dian, pada semester I-2025 ketidakpastian global cukup menekan, mulai dari perang dagang hingga konflik di Timur Tengah.
"OJK juga menilai bahwa pada semester I-2025, perekonomian global menghadapi ketidakpastian akibat perang dagang dan ketegangan geopolitik, termasuk penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat serta konflik di Timur Tengah,” ujarnya.
Namun, memasuki paruh kedua tahun ini, situasi berangsur membaik setelah AS dan sejumlah negara mitra dagang menyepakati penurunan tarif impor. Untuk Indonesia, tarif impor turun menjadi 19 persen, sehingga membuka peluang ekspor lebih besar.
Tensi Mulai Mereda
“Pada paruh kedua tahun 2025, tensi mulai mereda setelah AS dan sejumlah negara mitra menyepakati penurunan tarif impor, termasuk menjadi 19 persen untuk Indonesia, serta membaiknya situasi geopolitik,” ujarnya.
Prospek Ekonomi Global dan Domestik Membaik
Membaiknya situasi perdagangan internasional mendorong International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3 persen pada 2025 dan 3,1 persen pada 2026, naik dari perkiraan sebelumnya 2,8 persen dan 3 persen.
"Sejalan dengan itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik juga direvisi meningkat menjadi 4,8 persen pada 2025–2026 dari sebelumnya 4,7 persen,” ujarnya.
OJK menilai perbaikan outlook ekonomi ini akan memperluas ruang perbankan untuk menyalurkan kredit, khususnya pada sektor produktif berbasis ekspor seperti pertambangan dan perkebunan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit investasi yang telah tumbuh signifikan 12,42 persen yoy pada Juli 2025.
Stabilitas Perbankan Tetap Terjaga
Meski ketidakpastian global sempat menekan di awal tahun, perbankan Indonesia masih menunjukkan daya tahan yang kuat. Pada Juli 2025, kredit perbankan tumbuh 7,03 persen yoy, dengan kualitas aset yang terjaga. Non Performing Loan (NPL) berada di level 2,28 persen dan Loan at Risk (LaR) menurun menjadi 9,68 persen.
Likuiditas perbankan juga terpantau solid dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 7 persen yoy, serta rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing 119,43 persen dan 27,08 persen—jauh di atas ambang batas yang ditetapkan.
"Kondisi likuiditas yang membaik juga menunjukkan bahwa kinerja perbankan tetap kuat dengan ditopang implementasi tata kelola yang baik serta mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan fungsi intermediasi yang diproyeksikan dapat tetap mencatatkan pertumbuhan didukung dengan beragam sentimen positif,” pungkasnya