Liputan6.com, Jakarta Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA), David E.Sumual menilai Indonesia masih menghadapi hambatan dalam memperluas hasil penelitian dan inovasi dari investasinya di sektor pendidikan.
David mengutip data dari LPDP yang menunjukkan bahwa rasio hibah penelitian terhadap pendanaan beasiswa turun dari 20% pada tahun 2020 menjadi hanya 2,1% pada tahun 2023.
“Kita mendanai pendidikan tetapi tidak secara efektif menerjemahkannya menjadi ekosistem penelitian dan inovasi yang kuat. Sementara negara-negara ekonomi besar menawarkan beberapa pembelajaran, Indonesia sayangnya tidak memiliki keterampilan untuk bersaing dengan mereka,” ujar David dalam kegiatan 2nd Investion Summit Southeast Asia yang digelar Center for Market Education di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
David lebih lanjut menyoroti negara tetangga Indonesia di Asia Tenggara, yakni Malaysia, Thailand dan Singapura yang dinilai telah berhasil menavigasi jalur yang menantang menuju inovasi, peningkatan keterampilan, dan transisi industri.
“Pemerintah telah menetapkan arah strategis untuk industrialisasi. Namun, jalur tersebut, khususnya menuju manufaktur bernilai tinggi, penuh tantangan. Hal ini memerlukan upaya mengatasi hambatan signifikan dalam perlindungan kekayaan intelektual, iklim investasi, kualitas pendidikan, dan penerjemahan penelitian. Dengan menggabungkan fokus strategis, mengatasi hambatan sistemik, membina ekosistem inovasi sejati, dan belajar dari keberhasilan yang relevan seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, Indonesia dapat meningkatkan basis industrinya dan mendorong masa depan ekonominya,” jelasnya.
“Meskipun ada jalur yang berbeda, ketiga contoh ini memiliki tema umum berupa kebijakan yang berorientasi pada pasar, pengembangan sumber daya manusia yang relevan, integrasi strategis lintas batas, dan pemanfaatan dinamika global,” sambungnya.
Pertama, yaitu industri semikonduktor Malaysia. David menyoroti, negara itu menguasai pangsa ekspor semikonduktor global hingga 8,7% pada tahun 2023, di tengah momentum revolusi AI global.
“Malaysia, tentu saja, bergantung pada investasi asing untuk membangun industri chip, sebuah kebijakan yang coba ditiru Indonesia saat ini. Malaysia juga menawarkan paket insentif pajak untuk menarik minat produsen asing, seperti yang dilakukan Indonesia, dengan hasil yang berbeda,” imbuhnya.