Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia melemah sekitar 1% pada penutupan perdagangan Kamis (4/9/2025), mencapai titik terendah dalam dua pekan terakhir. Tekanan harga minyak ini datang dari lonjakan mengejutkan pada persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) serta spekulasi bahwa kelompok produsen OPEC+ akan menambah target produksi pada pertemuan akhir pekan ini.
Mengutip CNBC, Jumat (5/9/2025), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup turun 71 sen atau 1,05% di level USD 66,89 per barel.
Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah 57 sen atau 0,89% menjadi USD 63,40 per barel. Posisi tersebut menempatkan Brent di jalur penutupan terendah sejak 20 Agustus.
The U.S. Energy Information Administration (EIA) atau Badan Informasi Energi AS melaporkan adanya tambahan 2,4 juta barel ke dalam stok minyak mentah pekan lalu. Angka ini mengejutkan pasar karena berbanding terbalik dengan perkiraan penurunan 2 juta barel.
Realisasi stok minyak mentah AS ini juga lebih tinggi dari estimasi American Petroleum Institute (API) yang memperkirakan kenaikan hanya 0,6 juta barel.
“Laporan ini agak bearish bagi pasar minyak,” ujar mitra Again Capital John Kilduff.
EIA dan API sendiri merilis laporan inventaris lebih lambat dari biasanya karena libur Hari Buruh di AS.
OPEC+ Siap Tambah Pasokan
Delapan anggota OPEC beserta sekutunya, termasuk Rusia, dijadwalkan membahas opsi peningkatan produksi lebih lanjut untuk Oktober dalam pertemuan Minggu ini. Jika disepakati, langkah itu bisa menandakan OPEC+ lebih mementingkan perebutan pangsa pasar ketimbang menjaga harga tetap tinggi.
Sejauh ini, OPEC+ telah menyepakati kenaikan target produksi sekitar 2,2 juta barel per hari sepanjang April–September, ditambah tambahan kuota 300.000 barel per hari untuk Uni Emirat Arab.
Dari sisi makroekonomi, sejumlah indikator di AS menunjukkan pengajuan tunjangan pengangguran meningkat lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada September, sebuah langkah yang berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi.
Di Eropa, lembaga riset Jerman menurunkan proyeksi pertumbuhan 2025–2026 karena tekanan tarif AS dan lambannya realisasi belanja publik, sementara Jepang dan AS mendekati kesepakatan untuk menurunkan tarif impor mobil Jepang.
Masalah Rusia dan Nigeria
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mendesak Eropa menghentikan pembelian minyak Rusia karena dianggap membantu pembiayaan perang di Ukraina.
Namun, Rusia justru memperluas pasar ke Asia. Rosneft dilaporkan mengamankan kontrak baru memasok 2,5 juta ton minyak per tahun ke Tiongkok melalui Kazakhstan.
Dari negara anggota OPEC lainnya, Nigeria berencana menghentikan operasi unit bensin di kilang Dangote selama 2–3 bulan untuk perbaikan, sementara Venezuela berhasil meningkatkan ekspor minyak ke level tertinggi sembilan bulan, yakni 900.000 barel per hari, setelah Chevron mendapat izin menyalurkan minyak Venezuela ke pasar AS.