Liputan6.com, Jakarta - Usulan tarif sebesar 50% terhadap impor dari Brasil yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump menjadi kabar buruk bagi para penikmat kopi.
Brasil merupakan pemasok utama biji kopi hijau bagi Amerika Serikat (AS), menyumbang sekitar sepertiga dari total pasokan nasional, menurut data Departemen Pertanian AS, dikutip dari CNBC, Jum’at (11/07/2025).
Biji kopi hanya dapat tumbuh di iklim tropis yang hangat, menjadikan Hawaii dan Puerto Riko sebagai satu-satunya wilayah di Amerika Serikat yang cocok untuk budidayanya.
Namun, sebagai konsumen kopi terbesar di dunia, AS membutuhkan pasokan dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan nasional. Menurut estimasi Mintel, nilai pasar kopi di Amerika Serikat mencapai USD 19,75 miliar atau sekitar Rp 320,41 triliun (estimasi kurs Rp 16.300 per USD) miliar pada tahun lalu.
Kenaikan bea masuk perdagangan berisiko membebani konsumen dengan biaya yang lebih tinggi, terutama setelah lonjakan harga kopi dalam beberapa tahun terakhir.
Kekhawatiran terhadap inflasi semakin meningkat, seiring dengan naiknya harga latte dan cold brew akibat gangguan pasokan global termasuk kekeringan dan embun beku yang melanda perkebunan kopi di Brasil.
Awal tahun ini, harga biji kopi berjangka sempat mencapai rekor tertinggi. Pada Kamis, harga kembali mengalami kenaikan sebesar 1 persen, meskipun masih berada di bawah puncak yang tercatat pada Februari lalu.
Masih ada waktu bagi Brasil untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih sebelum tarif diberlakukan pada 1 Agustus mendatang.
Harapan Pelaku Industri Makanan dan Minuman
Di sisi lain, pelaku industri makanan dan minuman berharap pemerintahan Trump akan memberikan pengecualian terhadap sejumlah komoditas utama. Menteri Pertanian AS, Brooke Rollins, dalam wawancara pada akhir Juni, menyatakan bahwa Gedung Putih tengah mempertimbangkan pengecualian bagi produk-produk yang tidak dapat dibudidayakan di dalam negeri termasuk kopi.
Namun, jika pengecualian tidak diberlakukan, perusahaan kopi besar seperti pemilik merek Folgers, JM Smucker, Keurig Dr Pepper, Starbucks, dan Dutch Bros diperkirakan menghadapi lonjakan biaya yang signifikan. Giuseppe Lavazza, ketua perusahaan pemanggang kopi asal Italia, dalam wawancara dengan Bloomberg TV pada Kamis pagi memperingatkan bahwa tarif terbaru tersebut dapat memicu "inflasi yang sangat besar" di industri kopi.
Para pemanggang kopi kemungkinan akan berupaya meredam dampak dari kenaikan tarif ini, tetapi upaya tersebut diperkirakan tidak akan mudah.
“Setiap perusahaan selalu berusaha meningkatkan efisiensi, menyesuaikan operasional, atau mencari cara meminimalkan tekanan inflasi. Namun, tarif 50 persen untuk komoditas yang pada dasarnya tidak tersedia di AS — Anda tidak bisa berbuat banyak,” ujar Tom Madrecki, wakil presiden rantai pasok dan logistik untuk Consumer Brands Association, sebuah kelompok dagang yang mewakili industri barang konsumsi kemasan.
Taktik Mitigasi
Salah satu taktik mitigasi adalah mengimpor kacang dari negara selain Brasil, tetapi perusahaan kemungkinan akan tetap membayar lebih untuk komoditas tersebut.
"Salah satu karakteristik tarif, terutama ketika Anda menerapkan tarif di beberapa negara sekaligus, adalah bukan hanya biaya masuk yang naik. Tarif ini juga memungkinkan harga dasar naik,” kata Madrecki. “Jika Anda memiliki kopi yang lebih murah di negara selain Brasil, Anda cenderung tidak menjualnya dengan harga 30 persen lebih rendah. Anda juga akan mencoba menaikkan harga kopi Anda sedikit lebih tinggi.”
Sejumlah merek kopi rumahan, seperti Dunkin’ milik JM Smucker dan Maxwell House milik Kraft Heinz, telah menaikkan harga produk mereka sepanjang tahun ini sebagai respons terhadap lonjakan harga komoditas. Kenaikan harga lanjutan masih mungkin terjadi bagi konsumen, meskipun sejumlah pengecer diperkirakan akan mencoba menahan dampaknya.
CEO Keurig Dr Pepper, Tim Cofer, menyatakan pada akhir April bahwa perusahaan akan mempertimbangkan penyesuaian harga tambahan pada paruh kedua tahun ini guna mengurangi dampak tarif, menyusul putaran awal tarif “timbal balik” yang diperkenalkan oleh Trump.
Ingatkan Investor
Sementara itu, JM Smucker juga telah memperingatkan investor dalam laporan triwulanannya pada awal Juni bahwa tarif terhadap kopi telah membebani margin keuntungan perusahaan. Diketahui, kopi menyumbang sekitar sepertiga dari total pendapatan Smucker.
“Kopi hijau adalah sumber daya alam yang tidak tersedia dan tidak dapat ditanam di wilayah Amerika Serikat bagian kontinental karena bergantung pada iklim tropis,” ujar CEO Smuckers, Mark Smucker. “Saat ini kami membeli sekitar 500 juta pon kopi hijau setiap tahunnya, dengan mayoritas berasal dari Brasil dan Vietnam, dua negara penghasil kopi terbesar.”
Vietnam, yang awal bulan ini mengumumkan kesepakatan dagang sementara dengan Gedung Putih, menyumbang sekitar 8 persen dari pasokan biji kopi hijau Amerika Serikat. Berdasarkan perjanjian tersebut, AS akan memberlakukan tarif impor sebesar 20 persen terhadap produk kopi asal Vietnam.
Meski begitu, dampaknya terhadap konsumen diperkirakan bervariasi. Mereka yang lebih menyukai minuman seperti caramel macchiato dari Starbucks karena kandungan kafeinnya kemungkinan akan merasakan dampak harga yang lebih ringan.
Strategi Perusahaan
Setelah mengalami beberapa kuartal penjualan yang lesu di pasar Amerika Serikat, CEO Starbucks, Brian Niccol, pada akhir 2024 menyatakan bahwa perusahaan tidak akan menaikkan harga pada 2025. Keputusan ini diambil untuk menarik kembali pelanggan yang mengeluhkan tingginya harga minuman. Sambil menunggu pemulihan permintaan, Starbucks kemungkinan akan memilih untuk menanggung beban kenaikan biaya kopi.
Perusahaan juga mendapat keuntungan dari strategi diversifikasi baik dalam hal sumber pasokan maupun ragam produk. Saat ini, Starbucks mengimpor kopi dari 30 negara berbeda, dan sekitar 10 persen dari total biaya penjualannya di Amerika Utara berasal dari kopi. Selain itu, lini produk non-kopi seperti Refreshers yang populer turut memperkuat portofolio menu perusahaan.
Kebijakan bea masuk perdagangan yang baru diperkirakan akan berdampak pada struktur biaya Starbucks. Analis TD Cowen, Andrew Charles, mencatat dalam laporan kepada klien pada Kamis harga pokok penjualan Starbucks di Amerika Utara dapat meningkat sebesar 0,5 persen, dengan asumsi sekitar 22 persen biji kopi perusahaan berasal dari Brasil.
Untuk minuman kemasan Starbucks yang didistribusikan oleh Nestlé, biaya produksinya diperkirakan naik hingga 3,5 persen. Secara keseluruhan, dampak ini diproyeksikan mengurangi laba per saham tahunan sebesar 5 sen.
Sementara itu, dampak terhadap pesaingnya, Dutch Bros, diperkirakan lebih minimal. Mengingat kopi hanya menyumbang kurang dari sepersepuluh dari total biaya penjualan perusahaan, bahkan jika lebih dari separuh pasokan berasal dari Brasil, biaya penjualan diperkirakan hanya naik sekitar 1,3 persen menurut analisis Charles.