Liputan6.com, Jakarta Perum Bulog mengklaim harga beras di pasar sudah mengalami penurunan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, data terbaru menunjukkan jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras menurun tajam.
Jika dua pekan lalu tercatat 214 kabupaten/kota mengalami kenaikan, kini angka tersebut berkurang menjadi hanya 100 kabupaten/kota.
Sebaliknya, tren penurunan harga beras juga meluas. Dari yang sebelumnya hanya terjadi di 58 kabupaten/kota, pada minggu lalu penurunan harga beras tercatat di 105 kabupaten/kota.
Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menyatakan, pihaknya akan terus memastikan langkah-langkah pengendalian inflasi beras berjalan konsisten. Ia mengklaim, turunnya jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga sekaligus meluasnya daerah dengan tren penurunan harga menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan mulai efektif.
"Kami akan terus memperkuat distribusi, memperluas pasar, dan berkoordinasi dengan berbagai pihak agar harga beras tetap terkendali," ujar dia, Selasa (9/9/2025).
Dalam sepekan terakhir, Bulog mengambil langkah strategis dengan memperluas jaringan penjualan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) ke pasar-pasar strategis. Termasuk yang masuk dalam pencatatan panel SP2KP milik Kementerian Perdagangan.
"Langkah ini dilakukan agar masyarakat lebih mudah mendapatkan beras dengan harga terjangkau di lokasi-lokasi utama yang mempengaruhi pergerakan indeks harga," imbuh dia.
Prioritaskan Kota dengan Harga Beras Melambung
Selain itu, perhatian khusus juga diberikan kepada kabupaten/kota yang sebelumnya mengalami lonjakan harga beras. Bulog menempatkan wilayah-wilayah tersebut sebagai prioritas intervensi melalui penyaluran beras SPHP yang lebih masif, guna menekan gejolak harga di tingkat konsumen.
Upaya pengendalian dilakukan dengan lintas kementerian/lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah. Termasuk sinergi pentahelix menggandeng TNI dan Polri, cendikiawan, ritel modern, pengecer di pasar tradisional dan KDMP (Koperasi Desa Merah Putih).
"Keterlibatan aparat ini bertujuan memperkuat kelancaran distribusi, menjaga keamanan rantai pasok, hingga memastikan program Gerakan Pangan Murah (GPM) berjalan tertib di lapangan," kata Rizal.
Pengendalian Inflasi Pangan
Lebih jauh, pengendalian inflasi pangan ini juga dibahas secara menyeluruh dalam rapat koordinasi nasional bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, serta Perum Bulog.
Hasil rapat menegaskan bahwa keberhasilan menekan laju inflasi tidak bisa dilihat sebagai capaian satu institusi semata, melainkan hasil kerja kolektif seluruh pihak yang bergerak serentak di hulu maupun hilir.
"Kami tegaskan bahwa pengendalian inflasi pangan, khususnya beras, adalah hasil kerja bersama berkat koordinasi dan sinergi Pentahelix. Bulog hanya salah satu bagian penting dalam ekosistem tersebut," imbuh Rizal.
Menurut dia, Kemendagri serta TNI/Polri memainkan peran utama sebagai motor di lapangan. Sementara Bapanas sebagai regulator pangan, BPS sebagai penyedia data akurat, Kementan dalam mendukung produksi pangan, dan cendikiawan sebagai penyumbang saran.
"Dan tentunya atas koordinasi serta pengendalian oleh Menko Bidang Pangan, semua saling terkait dan saling melengkapi. Sinergi Pentahelix ini yang membuat pengendalian inflasi beras mulai menunjukkan hasil yang nyata," pungkas dia.
YLKI: Konsumen Minta Stok Beras Ditambah, Harga Harus Terjangkau
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah menambah stok beras di pasaran dan memastikan harganya terjangkau.
Ketua YLKI, Niti Emiliana, menanggapi klaim stok beras yang melimpah dari pemerintah. Menurut dia, dari sudut pandang konsumen, melimpahnya stok beras perlu bisa diakses oleh masyarakat di pasar.
"Pada sisi konsumen, definisi stok beras melimpah seharusnya bukan hanya berada di hulu atau gudang saja, melainkan harus tersedia di pasaran yang mudah diakses oleh masyarakat dengan kualitas sesuai standar dan harga yang terjangkau," tutur Niti dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (6/9/2025).
Dia juga menyoroti tingginya harga beras premium di toko ritel. Menurutnya, konsumen terkecoh karena beras yang tersedia di ritel modern bukan beras premium biasa, melainkan beras khusus. Sehingga harganya berkisar Rp 90.000–Rp 130.000 per 5 kilogram (kg).
Kejadian serupa terjadi di pasar tradisional. Harga beras eceran disebut mengalami kenaikan, meski tidak setinggi pasar ritel modern. Dia berharap kenaikan harga segera diantisipasi agar tidak berkelanjutan.
"YLKI meminta pemerintah terkait (Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan, Kepolisian) untuk mengusut tuntas proses distribusi dari hulu hingga hilir dan kekosongan beras premium dan medium di ritel," tutur dia.