Liputan6.com, Jakarta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat bahwa generasi Z (Gen Z) mendominasi pembelian rumah subsidi sepanjang tahun 2024. Total unit yang dibeli mencapai 124.889 unit.
Kepala Divisi Sekretariat Komunikasi BP Tapera, Alfian Arif, menyampaikan bahwa data tersebut berasal dari penyaluran rumah melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Jika ditinjau dari data tahun 2024, realisasi penyaluran FLPP untuk segmentasi Gen Z—yakni mereka yang lahir pada periode 1997–2012 atau berusia 19–30 tahun—mencapai 124.889 unit, setara dengan 62,35 persen,” ujar Alfian saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (23/5/2025).
Konsumen Terbesar
Ia menjelaskan, angka tersebut menunjukkan bahwa Gen Z menjadi konsumen terbesar rumah subsidi selama tahun 2024. Adapun total penyaluran FLPP sepanjang tahun lalu mencapai 200.300 unit.
“Gen Z mendominasi penyaluran FLPP dari total kuota tahun 2024. Artinya, FLPP menjadi solusi bagi Gen Z untuk memiliki rumah,” jelasnya.
Secara rinci, penyaluran FLPP kepada konsumen berusia 19–25 tahun mencapai 66.746 unit (33,32 persen), sedangkan untuk usia 26–30 tahun tercatat 58.143 unit rumah (29,03 persen).
Konsumen dari Kelompok Usia Lain
Data BP Tapera juga menunjukkan bahwa penyaluran rumah subsidi kepada kelompok usia lainnya lebih rendah.
Konsumen berusia 31–35 tahun tercatat sebanyak 33.916 unit (16,93 persen), usia 36–40 tahun sebanyak 20.687 unit (10,33 persen), dan konsumen di atas 40 tahun sebanyak 20.808 unit (10,39 persen).
Keluhan Gen Z Soal Rumah
Sebelumnya diberitakan, menabung untuk membeli rumah menjadi tantangan finansial bagi generasi muda, termasuk Gen Z, di tengah kenaikan harga properti—terutama di wilayah Jabodetabek.
Nabila (28), seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan, mengaku membeli rumah lewat skema KPR. Namun, menurutnya, pengajuan KPR cukup sulit bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp15 juta karena harus disesuaikan dengan kebutuhan harian.
“Gaji saya memang sudah di atas batas minimum untuk KPR subsidi dan komersial. Tapi karena harus dibagi dengan kebutuhan harian, proses approval KPR mungkin tidak semudah untuk pekerja yang bergaji di atas Rp15 juta,” kata Nabila kepada Liputan6.com di Tangerang.
Tak Realistis Beli Rumah Tunai
Nabila juga menyebut bahwa membeli rumah secara tunai kini tidak realistis karena tingginya biaya hidup.
“Pembelian rumah dengan dana pribadi secara penuh rasanya belum realistis, karena pendapatan belum mencukupi untuk membiayai rumah secara penuh,” ujarnya.
Ia menambahkan, harga rumah di Jakarta kini sudah melampaui Rp1–2 miliar. Jika membeli rumah di pinggiran kota, biaya tambahan seperti transportasi tetap menjadi pertimbangan utama.
“Harga rumah di kota besar sudah cukup tinggi. Sementara rumah di pinggiran memang lebih murah, tapi biaya lain seperti transportasi tetap membebani,” pungkasnya.