Liputan6.com, Jakarta - JP Morgan Indonesa prediksi ekonomi Indonesia masih tetap menjanjikan. Hal itu didukung stimulus fiskal dan dorongan pertumbuhan ekonomi.
Demikian disampaikan CEO & Senior Country Officer J.P. Morgan Indonesia, Gioshia Ralie.
"Prospek ekonomi Indonesia untuk sisa tahun 2025 tetap menjanjikan, didorong oleh stimulus fiskal, perjanjian perdagangan, dan pelonggaran kebijakan moneter yang membuka jalan bagi pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Gioshia dikutip dari keterangan resmi, Minggu (7/9/2025).
Ia menambahkan, valuasi pasar yang menarik dan kebijakan strategis juga memberi prospek cerah pada sektor-sektor tertentu seperti barang konsumsi, properti, dan perbankan.
“Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang baru diumumkan turut memperkuat optimisme ini, dengan keseimbangan antara dorongan pertumbuhan dan disiplin fiskal,” kata dia.
Gioshia menilai, anggaran 2026 berhasil menjaga keseimbangan antara disiplin fiskal, pendanaan program strategis pemerintah, investasi jangka panjang dan kebutuhan jangka pendek untuk mendorong konsumsi masyarakat.
Selain itu, pihaknya melihat pandangan optimistis pemerintah terhadap sektor perekonomian dan bisnis Indonesia tercermin dalam sejumlah hal.
Kebijakan Fiskal
Pertama, perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2026 sebesar 5,4% dibandingkan dengan 4,7%-5% dalam outlook 2025. Kedua, perkiraan pendapatan fiskal yang menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 9,8% dibandingkan dengan 0,5% tahunan dalam outlook 2025.
"Pada saat yang sama, pemerintah tetap berkomitmen pada kebijakan fiskal yang cermat, karena defisit fiskal diperkirakan akan turun menjadi 2,48% dari PDB dibandingkan dengan 2,78% pada tahun 2025,” ujar dia.
Selain itu, JPMorgan Indonesia memprediksi ada ruang untuk pemangkasan suku bunga sebanyak tiga kali sebesar 25 basis poin hingga akhir tahun 2025. Hal ini akan menurunkan suku bunga acuan menjadi 4,25% setelah BI memangkas suku bunga acuan menjadi 5%.
"Pemotongan suku bunga terbaru menandakan kebijakan moneter yang lebih akomodatif (dovish) yang berpotensi meredam dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Head of Research & Strategy J.P Morgan Indonesia, Henry Wibowo dalam keterangan resmi.
Suku Bunga
JP Morgan Indonesia melihat meski dinamika pertumbuhan inflasi melemah, kemampuan BI untuk memperpanjang siklus pemotongan suku bunga tetap bergantung pada stabilitas valuta asing.
"Dalam hal ini, kondisi eksternal yang kondusif saat ini, yang telah menyebabkan aliran modal asing yang kuat, telah sangat membantu dalam menanggulangi kelemahan di bagian lain neraca pembayaran (misal penurunan harga komoditas dan dolarisasi domestik yang persisten,” ujar dia.
JP Morgan Indonesia juga prediksi arus dana asing akan kembali meningkat jika tekanan eksternal dan internal membaik. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing melakukan aksi jual saham mencapai Rp 54,82 triliun sepanjang 2025.
Kesepakatan Dagang
JP Morgan menilai perkembangan kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat pada 16 Juli 2025 memberikan sentimen positif jangka pendek bagi pasar. Hal ini karena tarif headline 19% lebih daripada usulan awal 32%. Indonesia juga menjadi negara ASEAN kedua setelah Vietnam yang kena tarif 20% dan mencapai kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat.
"Risiko ketidakpastian perdagangan Indonesia-AS berkurang sehingga sebagian arus keluar dari pasar saham Indonesia berpotensi masuk kembali,” ujar dia.
Selain itu, kondisi makroekonomi domestik yang lemah dan dampak sekunder potensial dari tarif masih menimbulkan risiko penurunan terhadap perkiraan Earnings per Share (EPS) dalam jangka pendek hingga menengah. Namun, JP Morgan percaya valuasi yang menarik dan dividen dapat memberikan sedikit bantalan.
JP Morgan memprediksi prospek lebih cerah pada semester II 2025 setelah rampungnya restrukturisasi anggaran pada semester pertama 2025. Hal ini seiring rencana tambahan pengeluaran pemerintan dan program stimulus yang siap diluncurkan.
Paket stimulus senilai USD 1,5 miliar atau Rp 24 triliun yang diumumkan oleh Menteri Keuangan pada 2 Juni 2025 untuk mendongkrak ekonomi seharusnya disambut baik oleh investor, menurut pandangan JPMorgan.