Dilema Indonesia Bebas Truk ODOL, antara Keamanan Jalan dan Lonjakan Harga

6 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Tragedi kecelakaan maut yang melibatkan truk kembali terjadi. Pada Rabu (7/5/2025) pagi, sebuah angkot yang berisi rombongan ibu-ibu yang hendak melakukan pengajian dihantam oleh truk bermuatan pasir. Kecelakaan maut ini terjadi di Jalan Raya Purworejo menuju Magelang.

Kronologi kejadian ketika truk pasir bernomor polisi B-9970-BYZ melaju dari arah utara menuju selatan atau Magelang ke Purworejo. Ketika melewati jalan menurun di lokasi kejadian, truk berusaha mendahului angkot namun diduga kehilangan kendali.

Akibatnya, truk menyenggol kopada dan menyebabkan kedua kendaraan terguling, hingga menabrak rumah warga di pinggir jalan. Pada peristiwa ini 11 korban meninggal dunia dan sebanyak 6 orang lainnya mengalami luka-luka.

 "Telah diperiksa pada Aplikasi Mitra Darat, truk tersebut tidak terdaftar di dalam sistem perizinan yang dimiliki oleh Kementerian Perhubungan," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi dalam keterangannya dikutip Kamis (8/5/2025).

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun mengimbau kepada seluruh pemilik perusahaan angkutan barang untuk wajib mengoperasikan kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan teknis kelaikan jalan dan persyaratan administrasi sesuai perizinannya serta melarang operasional truk Over Dimention Over Loading (ODOL).

"Jika terbukti terdapat unsur pidana akan diberikan sanksi tidak hanya kepada pengemudi melainkan juga pemilik kendaraan," kata Dody. 

Saat rapat dengan Komisi V DPR RI, Kamis (8/5/2025), Menhub kembali menegaskan bahwa pemerintah benar-benar bakal serius menindak truk ODOL. Sikap tersebut didorong dalam pertemuan yang diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama stakeholder terkait belum lama ini.

"Kami juga sudah jengah dengan ODOL. Dalam rangka penanganan ODOL, dalam beberapa saat ke depan akan ada beberapa rumusan yang dikeluarkan oleh pemerintah," kata Menhub dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Kamis (8/5/2025).

"Kami memang serius, dan sangat serius menangani masalah ODOL," dia menegaskan.

Masyarakat Rugi Besar

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, truk obesitas telah membuat masyarakat dan negara rugi besar. Menurut dia, negara harus menelan kerugian hingga lebih dari Rp 40 triliun lebih per tahun. Demi memperbaiki jalan yang rusak akibat truk obesitas.

"Oleh karenanya perlu diperhatikan, ternyata ada konsekuensi finansial yang mencapai Rp 43,4 triliun per tahun," ujar AHY.

Di sisi lain, ia tidak memungkiri adanya kepentingan ekonomi dari pihak pelaku usaha. Lantaran pemakaian truk ODOL membuat ongkos distribusi barang bisa lebih murah.

"Tentu ini harus diperhatikan. Dengan demikian, harga barang bisa lebih kompetitif supaya bisa diserap pasar, dan konsumen lebih diuntungkan," kata dia.

Kendati begitu, ia belum mau mempercayai sepenuhnya pernyataan dari pelaku usaha, bahwa harga sejumlah barang pokok bisa naik dua kali lipat jika tidak memakai kendaraan yang tergolong ODOL. Sebagai imbas dari terjadinya peningkatan biaya distribusi logistik.

"Ada argumentasi, tanpa menggunakan angkutan ODOL bisa tingkatkan biaya angkut barang hingga dua kali lipat. Ini harus diuji," dia menegaskan.

Adapun mengutip catatan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) per 2020, kebijakan Zero ODOL berpotensi memberikan menaikan harga 8 komoditas pokok pangan. Mulai dari harga beras, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, gula pasir, minyak goreng, dan tepung terigu.

ODOL Penyebab Kecelakaan Terbesar Kedua

Mengacu pada data yang ada, AHY menyebut angkutan ODOL jadi pemicu kecelakaan lalu lintas terbesar kedua secara nasional. Masih di bawah kendaraan roda dua alias motor, namun di atas angkutan barang lainnya, angkutan orang, dan mobil penumpang.

"Jumlah kecelakaan dan kerugian akibat ODOL meningkat setiap tahunnya. Tentunya banyak faktor, khususnya karena gagal rem. Memang itu tidak didesain untuk mengangkut beban sebesar itu, bakal berpengaruh pada performa," bebernya.

Yang paling parah, keberadaan ODOL diklaim sangat mengancam keselamatan pengguna jalan. AHY bilang, tak sedikit jiwa yang melayang akibat kecelakaan yang dibuat oleh truk berlebih muatan.

"Karena kecelakaan yang berdampak pada jatuhnya korban, dan seringkali bukan hanya yang ada di ODOL saja, tapi pengguna jalan lain yang jadi korban. Padahal mereka tidak salah sama sekali," seru AHY.

Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Ahmad Yani, buka-bukaan soal masih sedikitnya pengemudi angkutan barang yang telah memenuhi kompetensi.

Hal ini ditekankan di tengah maraknya kecelakaan lalu lintas akibat truk angkutan barang, utamanya yang diklaim sebagai kendaraan dengan muatan berlebih alias Over Dimension Over Load (ODOL).

Selain memberantas truk obesitas, Ahmad Yani juga menilai keberadaan sekolah pengemudi jadi bagian yang sangat penting demi mendukung kelancaran arus logistik.

"Itu di SKKNI-nya (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) wajib untuk memenuhi kompetensi sebagai pengemudi. Jadi setiap perusahaan wajib memiliki pengemudi yang sudah memiliki kompetensi. Kalau belum, harus diikutkan ke kursus pengemudi," ujarnya 

Sayangnya, ia mengaku belum banyak pengemudi yang sudah memenuhi ketentuan tersebut. "Baru sebagian kecil," kata Ahmad Yani singkat.

Terpisah, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyoroti, salah satu kontributor dari maraknya truk ODOL di Indonesia di antaranya karena para pengemudi truk yang tidak terdidik dengan baik dan benar.

Plt Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan KNKT Ahmad Wildan mengemukakan, selama 20 tahun lebih, di Indonesia belum pernah ada sekolah mengemudi bagi pengemudi bus dan truk.

"Sementara kendaraan kendaraan itu memiliki merk, tipe dan teknologi yang berbeda beda. Sistem rem saja ada yang hidrolik, pneumatic maupun kombinasi keduanya. Belum lagi teknologinya sekarang bukan lagi otomotif, melainkan sudah bridging ke ototronik dan mekatronik dan sebentar lagi electrical vehicle," bebernya.

Proyek Percontohan Dimulai

Menhub pun akan memulai proyek percontohan (pilot project) penanganan truk ODOL di dua provinsi, yakni Riau dan Jawa Barat. Ia telah melakukan pertemuan dengan hampir seluruh kepala daerah dan Gubernur Riau. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, bahwa Riau akan menjadi pilot project untuk penanganan truk ODOL.

"Riau dan Jawa Barat akan jadi pilot project kami dalam penanganan ODOL. Dalam waktu dekat kami harapkan kami akan merumuskan kegiatan-kegiatan yang lebih konkret dalam penanganan ODOL di Riau maupun Jawa Barat," kata Menhub dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Kamis (8/5/2025).

Adapun isu proyek percontohan penanganan truk obesitas ini telah dikemukakan oleh AHY sebelumnya. Putra dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini bilang, Jawa Barat memiliki 53 kawasan industri dari total 134 kawasan industri yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Jadi, contohnya Jawa Barat ini bisa menjadi sample betapa jika diperlakukan kebijakan Zero ODOL di Jawa Barat ini bisa menjadi significant sample untuk bisa kita ekstrapolasi secara nasional," ujar AHY.

Dengan perandaian itu, pemerintah bakal melihat dampak langsung Zero ODOL terhadap ekonomi dan perdagangan di Jawa Barat. Sehingga pemerintah punya acuan untuk bisa menerapkan kebijakan serupa di daerah lain.

"Misalnya tadi kan di Jawa Barat ada 54 kawasan industri ya, kawasan ekonomi. Itu nanti secara spesifik berbeda dengan misalnya di Kalimantan atau gimana? Nanti seperti apa? Ini lah yang akan kami kaji lebih lanjut. Ada yang berlaku umum, nasional, tapi juga bisa saja ada yang spesifik," urainya.

Targetnya, kebijakan jalanan bebas angkutan berlebih muatan (Over Dimension Over Load/ODOL), alias Zero ODOL bisa mulai berlaku efektif pada 2026.

"Kita tadi targetkan tahun depan, efektifnya 2026. Karena kita, sekali lagi, tidak bisa hanya satu pertemuan, dua pertemuan, ini kita akan melibatkan secara utuh semuanya," ungkap AHY.

Bakal Ada Insentif

AHY juga mengatakan, pemerintah mempertimbangkan untuk memberi sejumlah insentif semisal subsidi BBM terhadap pelaku usaha, agar tidak lagi menggunakan angkutan berlebih muatan alias truk obesitas.

"Ada pembahasan tadi, insentif dan disinsentif, yang sedang kita hitung. Supaya nanti ya efektif lah, itu harus, harus, harus dihadirkan juga seperti itu. Sehingga ya jangan sampai kita hanya mencegah tapi tidak ada solusi," kata AHY. 

Menurut dia, pemerintah tidak ingin semata-mata melarang keberadaan truk ODOL tanpa ada solusi. Oleh karenanya, kementerian/lembaga terkait wajib menata ulang aturan soal logistik nasional.  

Lantaran, angkutan logistik pun memegang peran penting dalam menjaga roda perekonomian di tingkat nasional maupun hingga ke pelosok daerah. 

"Tapi juga harus ada celah untuk alternatif solusinya apa. Karena enggak bisa hanya mengatakan tidak terhadap sesuatu yang sudah berlaku selama ini," imbuh AHY. 

Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Ahmad Yani mengutarakan, perkara insentif untuk pelaku usaha ini akan dibahas lebih detail bersama Kementerian Keuangan. 

Kementerian Perhubungan dalam hal ini turut mengemukakan sejumlah usulan. Mulai dari pengenaan uang muka (DP) pembelian kendaraan, hingga diberikannya subsidi BBM bagi angkutan barang. 

"Banyak (usulannya). Misalnya pada saat pembelian kendaraan ada keringanan uang mukanya, dan lain-lain. Termasuk BBM juga bisa. Nanti kita lihat bisa apa saja," ujar Ahmad Yani.

Truk ODOL Dihapus, Siap-siap Inflasi

Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengatakan tanpa roadmap yang jelas, permasalahan ODOL ini sulit untuk dibenahi. Karena, menurutnya, untuk menyelesaikan permasalahan ODOL ini melibatkan banyak pihak yang terdampak.

“Dampaknya dari hulu ke hilir, seperti para pengusaha truk, para pemberi jasanya, para sopir truk, dan dampak terhadap perekonomian seperti biaya logistik yang semakin mahal dan inflasi serta penambahan jumlah truk di jalan. Apa itu semua sudah dipikirkan pemerintah solusinya bagaimana,” ucapnya dalam keterangan diterima.

Menanggapi kerusakan jalan yang disebabkan kehadiran truk ODOL, Gemilang menyampaikan bahwa yang perlu diberesi itu adalah bagaimana standar-standar yang dipergunakan sekarang ini, apakah itu layak dipaksakan.

“Jangan nanti memaksakan sesuatu yang tidak mungkin. Karena sekarang ini kan banyak standar yang dipakai, yang nggak clickable,” tuturnya.

Dia mencontohkan seperti standar mobil kontainer. Menurutnya, kalau sekarang muatannya itu di bawah standar internasional. Dia mengutarakan truk-truk logistik itu diimpor sudah dengan memikirkan dari standar keselamatan, efisiensi, dan beratnya pun standar. Truk dengan standar internasional memiliki lebar 2,5 meter dengan toleransi 5%.

“Sekarang ini, standar internasional untuk berat itu malah naik jadi 30 ton dari sebelumnya hanya 20 ton,” tuturnya.

Sementara, kata Gemilang, daya dukung jalan di Indonesia itu tidak mampu dengan barang-barang internasional. Menurutnya, di Indonesia, daya dukung jalan kelas 1 saja itu hanya 10 ton.

“Apalagi di Undang-Undangnya disebutkan bahwa daya angkut kendaraan diberikan sesuai dengan daya dukung jalan di daerahnya masing-masing."

Makanya, lanjut Gemilang, truk-truk logistik jika melewati jalan-jalan di kabupaten secara administratifnya itu selalu overload. Persoalan-persoalan seperti inilah yang menurutnya harus diselesaikan terlebih dulu oleh pemerintah sebelum menerapkan kebijakan Zero ODOL.

Sayang Nyawa

Menhub Dudy langsung menjawab hal ini. Ia tidak memungkiri jika larangan ODOL bakal berdampak besar terhadap ekonomi, khususnya harga barang. Menhub pun kerap menerima peringatan, bahwa program Zero ODOL berpotensi memicu inflasi.

Namun, ia tak ingin kebijakan tersebut hanya berpatokan pada angka saja. Sebab wara-wiri angkutan barang berlebih muatan kian mengancam nyawa para pengguna jalan.

"Bahwa ini akan berdampak (terhadap ekonomi), pasti akan berdampak. Tapi saya sampaikan ada hal yang enggak bisa kita ukur dengan angka, nyawa manusia. Ini yang selalu saya sampaikan kepada teman-teman, enggak bisa," tegasnya dalam sesi jumpa media di Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Menurut dia, hilangnya nyawa seseorang tidak bisa dibandingkan dengan inflasi.

"Apakah kita harus saksikan terus setiap hari ada yang meninggal, kan nggak mungkin juga. Nah ini yang ingin saya sampaikan, bahwa nyawa manusia tidak bisa kita sandingkan dengan angka," dia menekankan.

Sebagai contoh, ia mengangkat kasus truk tronton oleng yang menabrak angkot di Purworejo, Jawa Tengah, mengakibatkan 11 orang tewas dan 6 lainnya luka-luka. Juga kecelakaan tunggal yang melibatkan bus Antar Lintas Sumatera (ALS) di Padang Panjang, Sumatera Barat yang menewaskan 12 orang.

"Satu truk itu bisa ngambil 11 nyawa, satu bis bisa ngambil 12 nyawa. Itu rasanya buat saya enggak bisa, enggak bisa kita bandingkan nyawa. Enggak bisa kita bandingkan nyawa dengan angka," ucap dia.

Pengamat Setuju dengan Menhub

Ekonom Universitas Pasundam, Acuviarta Kartabi tak sepakat jika penghapusan truk bermuatan berlebih bisa mengerek tingkat inflasi. Namun, perlu ada efisiensi dari distribusi barang.

Anggapan penghapusan truk ODOL menyebabkan inflasi dikatakan timbul dari kenaikan ongkos logistik. Pasalnya, ketika suatu muatan truk dikurangi ke jumlah semestinya, maka jumlah pengirimannya bisa bertambah, artinya ongkos yang harus dikeluarkan juga ikut bertambah.

Acuviarta dengan tegas menolak hitungan tersebut. Tapi, ada aspek biaya logistik yang lebih luas, tak sebatas muatan truk.

"Saya tampaknya enggak setuju kalau kemudian truk kalau membawa dalam kapasitas yang semestinya itu dianggap akan menaikan inflasi, enggak dong," ungkap Acuviarta saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (8/5/2025).

Dia juga melihat persoalan lainnya berkaitan dengan biaya logistik yang masih terlalu mahal. Dalam hitungannya, biaya logistik Jakarta-Padang lebih mahal dibandingkan Jakarta-Singapura.

"Sebenarnya fenomena harga biaya logistik kita yang mahal itu yang menjadi persoalan, dan bukan hanya persoalan karena kapasitas truk, ya begitu ya. Karena kemacetan, karena bahan bakar, karena pungli, kan gitu ya, banyak faktornya, bukan hanya karena kapasitas," tuturnya.

Dia menyatakan sepakat dengan rencana pemerintah untuk memberantas truk ODOL. Namun, dia juga meminta perlu ada pengurangan biaya logistik dan beban distribusi.

Ketika truk ODOL berkurang, maka frekuensi dan jumlah kendaraan angkutan akan bertambah. Acuviarta menyarankan biaya logistik tadi harus dikurangi agar distribusi barang tetap efisien.

"Yang penting bahwa di dalam logistik itu juga harus ada upaya untuk meningkatkan efisiensi, bukan hanya jumlah muatan. Saya kira enggak ada masalah jumlah muatan diturunkan sesuai kapasitas. Tetapi tadi, kelancaran aktivitas, kemudian (memberantas) pungli, kondisi kendaraan, mungkin harga bahan bakar," tuturnya.

Sekolah Pengemudi

Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan, bahwa salah satu kontributor dari maraknya truk overdimension overload (ODOL) di Indonesia adalah karena para pengemudi truk yang tidak terdidik dengan baik dan benar.

Hal ini berbanding terbalik dengan mekanisme sertifikasi seorang pilot, mulai dari proses belajar untuk memperoleh Student License Pilot. Kemudian saat diizinkan membawa pesawat pribadi melalui Private License Pilot. Dan setelah terbang 1.500 jam, baru boleh ikut sertifikasi untuk dapat Commercial License Pilot.

"Selama 20 tahun lebih, di Indonesia belum pernah ada sekolah mengemudi bagi pengemudi bus dan truk. Sementara kendaraan-kendaraan itu memiliki merk, tipe dan teknologi yang berbeda beda. Sistem rem saja ada yang hidrolik, pneumatic maupun kombinasi keduanya. Belum lagi teknologinya sekarang bukan lagi otomotif, melainkan sudah bridging ke ototronik dan mekatronik dan sebentar lagi electrical vehicle," ujar Plt Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ahmad Wildan dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

Menurutnya, pengemudi bus dan truk di Indonesia selama ini belajar secara otodidak, dari teman- temannya dan lain-lain. Tidak ada yang belajar secara terstruktur sebagaimana di moda lainnya. Oleh sebab itu KNKT membuat rekomendasi ke Pemerintah agar segera membuat sekolah pengemudi bagi pengemudi bus dan truk.

"KNKT mencontohkan, kasus Truk trailer di Bekasi yang membawa muatan 50 ton dengan jumlah berat keseluruhan mencapai 70 ton lebih, pengemudi berani membawa dengan kendaraan 260 PS yang hanya memiliki kemampuan mesin dan sistem pengereman yang pada kondisi barunya saja didesain untuk berat total maksimal di 35 ton," imbuhnya

Wildan mengatakan, pengemudi melakukan perbuatan over loading ini bukan karena dia seorang pemberani, melainkan dia tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang power weight to ratio.

"Risiko apa saja yang akan dihadapi ketika dia melakukan itu. Itulah sebabnya, KNKT menyarankan agar dalam pemberantasan truk ODOL, selain upaya penegakkan hukum, Pemerintah juga melakukan edukasi kepada pengemudi yang diawali dengan membuat sekolah mengemudi bagi pengemudi bus dan truk," kata dia.

Hal ini selaras amanah Pasal 77 (ayat 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.

"Sekolah Mengemudi wajib diadakan untuk mendapatkan pengemudi yang profesional dan Diklat Pengemudi untuk pengemudi sekarang agar lebih berkualitas. Tentunya harus disertai dengan upah minimal yang mensejahterakan agar dalam mengoperasikan kendaraan dengan nyaman dan aman," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |