Liputan6.com, Jakarta - Plaza 2 Blok M kini sepi dan tak terawat. Aroma makanan dan minuman yang dulu semerbak di lorong sempitnya kini hilang, berganti dengan debu yang menutupi banyak pintu kios yang tutup. Dari puluhan gerai yang dulu meramaikan, kini hanya tersisa sekitar 15 saja.
Tahun lalu, Plaza 2 Blok M menjadi primadona baru berkat tenant-tenant UMKM seperti Nasi Matah Blok M, Cimol Keju, dan Hi! Fruit yang viral di media sosial. Para pelaku usaha ini berhasil menarik banyak pengunjung dan membuat kawasan Blok M kembali ramai.
Namun, kini tempat tersebut kembali viral karena alasan yang berbeda: banyaknya gerai yang tutup. Salah satu yang menyampaikan salam perpisahan adalah ICE WS melalui unggahan di TikTok. “Lekas bangkit, semoga kita bisa cepat pindah ke tempat baru yang lebih nyaman dan penuh berkah. Amin,” tulis mereka. Gerai Nasi Matah Blok M, yang bisa dibilang sebagai pelopor ramainya tempat ini, juga ikut tutup.
Meskipun para tenant tidak secara langsung menyebutkan alasan mereka pergi, fakta di balik krisis ini akhirnya terungkap setelah sampai ke telinga Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Ternyata, penyebab utama hengkangnya para pelaku UMKM adalah kenaikan harga sewa kios yang memberatkan.
Menanggapi hal ini, Pramono Anung pun langsung menegur Direktur Utama MRT Jakarta, yang merupakan pengelola kawasan tersebut. Ia menekankan bahwa tarif sewa tidak boleh dinaikkan semena-mena dan harus tetap terjangkau bagi UMKM.
“Tidak boleh ketika masyarakat ramai, lalu pengelola menaikkan sewa semena-mena. Tarif sudah ada batasnya, jangan lebih dari itu,” tegas Pramono di Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu (3/9/2025).
“Saya sudah menegur Dirut MRT, kalau memang tidak bisa dijalankan itu kerjasamanya, maka saya minta untuk dibatalkan.”
Solusi dan Relokasi
Untuk mengatasi masalah ini, Gubernur Pramono Anung menawarkan solusi relokasi bagi para pedagang ke Blok M Hub, sebuah area baru yang dikelola oleh MRT Jakarta di lantai basement. Ia menjanjikan keringanan, yaitu dua bulan gratis bagi pedagang yang bersedia pindah.
Setelah masa gratis, tarif sewa yang dikenakan akan jauh lebih terjangkau, berkisar antara Rp300.000 hingga Rp1,5 juta per bulan.
Namun, tidak semua pedagang menyambut baik tawaran ini. Salah satunya adalah Fauzi (57), seorang pedagang arloji senior yang sudah berjualan sejak tahun 1996. Ia memilih untuk tetap bertahan di tempatnya semula.
"Saya di sini dari sebelum kuliner masuk," ujarnya. "Kalau pindah ke bawah, itu kan buat kuliner. Saya tidak mungkin ikut."
Fauzi juga mengungkapkan bahwa kenaikan sewa yang dikeluhkan tampaknya tidak berlaku untuk semua pedagang. "Kalau kita yang lama, bayar langsung ke pengelola, ya segitu-segitu aja," jelasnya. Menurutnya, kenaikan tarif justru lebih sering terjadi pada pedagang yang menyewa melalui "tangan kedua."
Berbeda dengan Fauzi, pedagang lain merasa sangat terbebani dengan isu kenaikan sewa yang melonjak drastis. Deva Kirana (22), seorang karyawan di gerai kuliner "See Piring," mengatakan kabar yang beredar menyebutkan kenaikan sewa bisa mencapai Rp7 juta per bulan. "Sebelumnya hanya Rp 300.000 - Rp 500.000," keluhnya.
"Jadi benar-benar tidak masuk akal. Sekarang pengunjung juga sepi, jadi sama sekali tidak menguntungkan."
Perbedaan Nasib di Lantai Bawah
Sementara para pedagang lama dan viral menghadapi kesulitan, ada pula yang mencoba peruntungan di area baru Blok M Hub. Salah satunya adalah Anggi (18), kru toko camilan rumput laut yang baru buka pada 16 Agustus. Ia mengakui bahwa lokasinya masih sangat sepi saat hari kerja, tetapi ramai luar biasa di akhir pekan. "Banyak orang dari terminal mampir sekalian cari makanan viral," katanya.
Menurut Anggi, saat ini baru ada sekitar 15 tenant makanan yang buka di area bawah, termasuk delapan gerai makanan cepat saji dan kuliner kaki lima. "Tempatnya memang baru, jadi orang-orang masih banyak yang survei-survei dulu, belum banyak yang pindah barang," tambahnya. Hal ini menunjukkan bahwa area relokasi masih dalam tahap awal dan belum sepenuhnya terisi.
Fenomena ini telah mengubah wajah Blok M. Area yang dulu menjadi pusat kuliner populer kini dipenuhi kekhawatiran pedagang kecil. Ada yang memilih bertahan dengan segala risiko sepi pembeli, sementara yang lain menimbang opsi pindah ke lantai bawah demi keringanan sewa yang ditawarkan.
Bagi pengunjung setia, Blok M tak lagi sama. Suara pedagang yang dulu riuh menawarkan menu makan siang kini berganti dengan pemandangan pintu-pintu besi yang tertutup rapat. Di balik setiap pintu, tersimpan cerita panjang tentang perjuangan para pedagang kecil untuk bertahan di tengah gejolak harga sewa dan persaingan bisnis di Ibu Kota.