Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2025 tetap tinggi sebesar USD 150,7 miliar. Cadangan devisa ini turun USD 1,3 miliar dari posisi akhir Juli 2025 sebesar USD 152 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso menuturkan, perkembangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.
"Posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2025 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” ujar Ramdan seperti dikutip dari laman Bank Indonesia, Senin (8/9/2025).
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang posisi cadangan devisa memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan prospek ekspor yang tetap terjaga, neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus, serta persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan imbal hasil investasi yang menarik,” kata Ramdan.
Tingkatkan Sinergi
Ia menuturkan, Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Cadangan Devisa Juli 2025
Sebelumnya, posisi cadangan devisa Indonesia mencapai USD 152 miliar pada akhir Juli 2025, sedikit turun dari posisi pada akhir Juni 2025 sebesar USD 152,6 miliar.
Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2025 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Posisi cadangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.
Dukung Ketahanan Sektor Eksternal
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Ke depan, Bank Indonesia memandang posisi cadangan devisa memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan prospek ekspor yang tetap terjaga, neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus, serta persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan imbal hasil investasi yang menarik.
Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Neraca Dagang RI-AS Cetak Surplus Terbesar
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan surplus neraca perdagangan Indonesia paling tinggi dengan Amerika Serikat (AS) pada Semester I 2025. Surplus neraca perdagangan ini terjadi sebelum aktifnya tarif resprokal terbaru dari Presiden AS Donald Trump. Lantas, bagaimana dampak tarif baru?
Budi mencatat, surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang Semester I-2025 mencapai USD 19,48 miliar. Sedangkan, surplus ke AS saja tembus USD 9,92 miliar.
"Kalau kita lihat mitra dagang kita atau surplus kita tertinggi adalah ke Amerika yaitu menyumbangkan surplus yang tertinggi sampai semester I ini sebesar USD 9,92 miliar," kata Budi dalam Konferensi Pers Kinerja Ekspor Semester I 2025, di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Surplus Perdagangan
Sebagai informasi, ekspor produk RI ke AS mencapai USD 14,79 miliar, sementars itu, impornya sebesar USD 4,87 miliar. Adapun, total perdagangan kedua negara mencapai USD 19,65 miliar.
Budi Santoso menegaskan, surplus neraca perdagangan dengan AS menandakan barang Indonesia masih punya daya saing. Dia berharap kinerja ekspor tetap positif setelah tarif resiprokal AS berlaku.
"Meskipun ini belum diberlakukan tarif resiprokal ya, jadi nanti kita akan mendorong terus dan kita tentu akan berupaya setelah dilakukan pemberlakuan tarif resiprokal ekspor ktia tetap terus meningkat," ujar dia.