Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah menambah stok beras di pasaran dan memastikan harganya terjangkau.
Ketua YLKI, Niti Emiliana, menanggapi klaim stok beras yang melimpah dari pemerintah. Menurut dia, dari sudut pandang konsumen, melimpahnya stok beras perlu bisa diakses oleh masyarakat di pasar.
"Pada sisi konsumen, definisi stok beras melimpah seharusnya bukan hanya berada di hulu atau gudang saja, melainkan harus tersedia di pasaran yang mudah diakses oleh masyarakat dengan kualitas sesuai standar dan harga yang terjangkau," tutur Niti dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (6/9/2025).
Dia juga menyoroti tingginya harga beras premium di toko ritel. Menurutnya, konsumen terkecoh karena beras yang tersedia di ritel modern bukan beras premium biasa, melainkan beras khusus. Sehingga harganya berkisar Rp 90.000–Rp 130.000 per 5 kilogram (kg).
Kejadian serupa terjadi di pasar tradisional. Harga beras eceran disebut mengalami kenaikan, meski tidak setinggi pasar ritel modern. Dia berharap kenaikan harga segera diantisipasi agar tidak berkelanjutan.
"YLKI meminta pemerintah terkait (Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan, Kepolisian) untuk mengusut tuntas proses distribusi dari hulu hingga hilir dan kekosongan beras premium dan medium di ritel," tutur dia.
Tak Ada Impor Beras
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memberikan kepastian bahwa Indonesia tidak akan melakukan impor beras hingga akhir 2025. Pernyataan ini disampaikannya usai meninjau kondisi ketahanan pangan di Palembang, Jumat (5/9/2025).
Kebijakan ini merupakan kabar baik, mengingat dalam dua tahun terakhir pemerintah masih melakukan impor untuk memperkuat cadangan beras nasional (CBP). Hal yang membanggakan, kondisi ini terjadi justru saat banyak negara lain menghadapi tantangan krisis pangan.
"Insyaallah tidak ada impor karena stok kita banyak," tegas Amran, dikutip dari Antara.
Stok Beras 4 Juta Ton
Amran mengungkapkan, stok beras nasional saat ini berada pada level yang aman, yakni sekitar 4 juta ton. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan stok pada periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar 2 juta ton.
Ketersediaan yang mencukupi ini didukung oleh proyeksi hasil panen yang sangat positif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), produksi beras pada 2025 diprediksi mencapai 34–35 juta ton.
Angka ini menunjukkan kenaikan signifikan sekitar 4 juta ton dari periode sebelumnya. "Kenaikan 4 juta ton ini membuat tambahan pendapatan petani juga naik Rp60 triliun. Kita syukuri ini, di bawah gagasan Pak Presiden, dengan menyederhanakan regulasi, sarana produksi ditambah, mempermudah pengadaan pupuk dan lain-lain juga berkontribusi pada produksi," jelasnya.
Kesejahteraan Petani
Lonjakan produksi dan stabilnya stok beras membawa dampak langsung terhadap kesejahteraan petani. Amran menyebutkan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP)—sebuah indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran petani—mencapai kenaikan hingga 123 persen.
"NTP (Nilai Tukar Petani), kesejahteraan petani, naik 123 persen. Indikator ini harus kita syukuri. Toh ada naik-turun, pemerintah tetap bertanggung jawab untuk menstabilkan harganya," kata dia.