Wamenaker Immanuel Ebenezer jadi Tersangka KPK, Ekonom Sebut jadi Alarm

1 week ago 11

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai kasus dugaan korupsi Wakil Menteri Ketenagakerjaan Emmanuel Ebenezer yang akrab disapa Noel menjadi alarm terhadap Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo. 

"Alarm tanda bahaya berbunyi nyaring. Immanuel Ebenezer, yang akrab disapa Noel, aktivis 98 dan Wakil Menteri yang lantang menyuarakan anti-korupsi, malam itu muncul di berbagai media nasional dengan wajah lesu mengenakan rompi oranye,” kata Wijayanto dalam keterangannya, Minggu (24/8/2025).

Dia menuturkan, yang lebih mengejutkan, peristiwa menghebohkan ini terjadi hanya beberapa hari setelah Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo di depan MPR dan DPR yang disaksikan seluruh rakyat Indonesia. 

Dalam pidatonya, Presiden kembali menegaskan komitmen memberantas korupsi, bahkan mengancam seluruh jajarannya agar menjauhi perilaku koruptif. Ia sendiri berjanji akan memimpin upaya mengejar koruptor hingga ke Antartika.

"Narasi anti-korupsi adalah tema yang paling sering muncul dari Presiden sejak pidato perdananya usai dilantik hingga berbagai orasi kampanyenya. Kata-kata itu selalu menggelegar, mengalirderas seolah datang dari alam bawah sadar mengindikasikan tingkat keseriusan yang tinggi,” ujar dia.

"Fenomena Noel menyadarkan kita bahwa pemberantasan korupsi bukanlah perkara mudah. Noel, yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat, justru memeras mereka dengan menarikkan tarif sertifikat K3 (Kesehatan dan KeselamatanKerja) dari Rp275.000 menjadi Rp6 juta per sertifikat,” ia menambahkan.

Lanjutkan Praktik yang Terjadi Sejak 2019

"Alih-alih memperbaiki birokrasi, Noel justru melanjutkan praktik yang terjadi sejak 2019, bahkan ia meminta bagian dari aliran dana korupsi. Lebih ironis lagi, praktik tersebut melibatkan ASN hingga pejabat eselon II, dan dilakukan sejak bulan pertama ia menjabat. Tak heran banyak pihak meyakini posisi Wakil Menteri hanya ia jadikan batu loncatan untuk korupsi," kata dia.

Sayangnya, Noel tidak sendiri. Pada saat bersamaan, Kementerian Agama tengah diperiksa KPK terkait isu kuota haji. Kementerian Komunikasi dan Digital juga sedang ditelisik dalam kasus perlindungan judi online. Faktanya, daftar kasus korupsi di kementerian dan lembaga Indonesia amatlah panjang.

Hadirkan Risiko Besar

"Korupsi telah mengakar, hingga muncul kesan bahwa pemerintah kita telah menjelma menjadi “Pemerintahan Wani Piro”: values (nilai-nilai) dibuang, digantikan value (nilai uang). Segalanya serba pragmatis dan transaksional,” ujarnya.

"Program masif, berdampak luas, dan diwujudkan dalam waktu singkat adalah ciri khas Presiden Prabowo. Di satu sisi, karakter ini mendatangkan manfaat nyata bagi Indonesia yakni keputusan bergabung dengan BRICS, negosiasi dagang dengan AS yang cukup sukses, hingga kemajuan IEU-CEPA," ia menambahkan.

"Namun di sisi lain, gaya ini juga menghadirkan risiko besar, terutama pada program yang rumit, berbiaya tinggi, jangka panjang, serta melibatkan tim besar dengan koordinasi intensif,” ujar dia.

Ia menuturkan, program Makan Bergizi Gratis, misalnya. Target 83 juta siswa setiap hari dengan biaya Rp335 triliun per tahun, melibatkan 30.000 dapur serta rantai pasok yang panjang, jelas sangat berisiko. 

"Bagaimana jika terjadi korupsi sistemik? Bagaimana jika kelalaian operasional menimbulkan keracunan massal?," ujar dia.

Selain itu, Program Kopdes Merah Putih juga sangat rentan. Bagaimana jika mayoritas pinjaman oleh 80.000 koperasi justru macet.

"Apakah kita siap menghadapi “krisis Kabupaten Pati” dalam skala nasional? Demikian pula program 3 Juta Rumah. Bagaimana jika terjadi korupsi sistemik? Bagaimana jika masyarakat berpenghasilan rendah gagal membayar cicilan KPR bersubsidi karena daya beliturun? Apakah mereka rela rumahnya disita bank?,” ujarnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |