Wahyudi Anas jadi Kepala BPH Migas Periode 2025–2029

6 days ago 18

Liputan6.com, Jakarta Komisi XII DPR RI menunjuk Wahyudi Anas menjadi Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode 2025–2029, menggantikan Erika Retnowati.

“Dari sembilan calon anggota komite BPH Migas terpilih, maka disepakati saudara Wahyudi Anas Kepala BPH Migas masa jabatan 2025–2029,” ucap Wakil Ketua Komisi XII Sugeng Suparwoto dalam “Fit and Proper Calon Ketua dan Anggota Komite BPH Migas” dikutip dari Antara, Selasa (9/9/2025).

Sementara itu, Erika Retnowati terpilih untuk menjadi anggota komite BPH Migas periode 2025–2029, bersama dengan tujuh orang lainnya, yakni Arief Wardono, Bambang Hermanto, Baskara Agung W, Eman Salman, Fathul Nugroho, Harya Adityawarman, dan Hasbi Anshory.

Dalam paparan strategi dan inovasinya, Wahyudi menyampaikan penugasan jaringan gas (jargas) kepada badan usaha penerima alokasi gas bumi dengan dana sendiri.

Kemudian, membuat peta jalan percepatan lelang WJD (Wilayah Jaringan Distribusi) yang terintegrasi dengan pengembangan demand industri dan diversifikasi BBM/LPG.

Wahyudi juga akan memantau manajemen stok dan penyaluran BBM dan gas bumi dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Penetapan Toll Fee Jaringan Gas Bumi

Lebih lanjut, ia juga berencana untuk menetapkan toll fee jaringan gas bumi, termasuk tarif toll terintegrasi antarjaringan, untuk mendukung penerapan harga gas bumi di konsumen yang lebih kompetitif.

Inovasi kelima yang Wahyudi usulkan adalah pengalokasian gas bumi kepada badan usaha niaga yang ditugaskan oleh pemerintah dalam pengembangan jaringan transmisi dan distribusi gas bumi.

“Ini strategi dan inovasi periode kami ke depan,” kata Wahyudi.

Wahyudi bercita-cita dapat meningkatkan ketahanan energi melalui peningkatan pasokan energi, yang meliputi BBM dan gas bumi; perluasan akses dan jangkauan; serta berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Target Lifting Minyak 1 Juta Barel Jadi Syarat Utama RI Tak Lagi Impor BBM

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menempatkan ketahanan energi sebagai salah satu agenda prioritas pemerintah. Dengan fokus kepada peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas), percepatan transisi energi bersih, dan subsidi energi tepat sasaran. 

Secara keseluruhan, dukungan fiskal pemerintah di 2026 mendatang mencapai Rp 402,4 triliun untuk ketahanan energi. Dewan Energi Nasional (DEN) menilai, komitmen Prabowo dan pemerintah tersebut sudah on the right track untuk mencapai program swasembada energi.

Anggota DEN Abadi Poernomo optimistis Indonesia dapat mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari pada 2030. Sejalan dengan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) soal adanya peningkatan lifting minyak sebanyak 4.000 barel per hari (bph), dari 576.000 bph pada pertengahan 2024 menjadi 580.000 bph pada periode yang sama di 2025.

"Peningkatan lifting minyak ini sudah on track untuk target 1 juta bph. Namun, memang masih ada kesenjangan antara kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) nasional yang mencapai sekitar 1,5 juta bph dengan hasil lifting. Kondisi ini pun akhirnya memaksa kita untuk masih impor, baik dalam bentuk minyak mentah maupun produk jadi BBM," ujarnya, Rabu (20/8/2025).

Untuk mengatasi masih adanya impor BBM ini, target produksi 1 juta bph menjadi sasaran utama untuk mencapai swasembada energi nasional. Abadi menilai, swasembada energi merupakan sebuah lompatan besar jika dibandingkan dengan sekadar ketahanan energi.

"Swasembada berarti seluruh kebutuhan energi primer nasional dapat dipenuhi dari sumber-sumber dari dalam negeri. Berbeda dengan ketahanan energi yang lebih berfokus pada ketersediaan pasokan tanpa memandang asalnya, termasuk dari impor," ungkapnya. 

Reaktivasi Sumur Tua

Abadi menambahkan, SKK Migas telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mendongkrak produksi gas. Dimulai dengan eksplorasi yang ekstensif untuk menemukan cadangan baru yang besar, hingga reaktivasi sumur-sumur tua yang tersebar di berbagai wilayah.

"Meskipun sumur-sumur tua mungkin hasilnya kecil-kecil, tetapi kalau banyak akan menjadi banyak juga," imbuh dia.

Optimalisasi lapangan-lapangan tua melalui teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) juga dapat memaksimalkan pengangkatan sisa minyak dari dalam reservoir. Ia juga mendorong adanya penemuan cadangan baru, sebab sumber daya fosil suatu saat akan habis.

Sebagai catatan, Prabowo sempat menyinggung besarnya pengeluaran Indonesia untuk impor migas. Dalam setahun, Indonesia mengimpor migas senilai USD 40 miliar atau sekitar Rp 650 triliun.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |