Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, berencana untuk mengumumkan proposal anggaran AS untuk tahun fiskal 2026. Rencana ini menunjukkan langkah penting dalam pengelolaan keuangan negara dan akan menjadi perhatian banyak pihak. Tak main main,dalam proposal ini akan ada pemangkasan anggaran lebih dari Rp 2.678 triliun
Menurut laporan dari CNBC International dikutip dari Sabtu (3/5/2025), seorang pejabat dari Gedung Putih menyatakan bahwa proposal anggaran tersebut akan diajukan kepada Kongres AS. Ini merupakan bagian dari proses tahunan yang melibatkan perencanaan dan penganggaran yang cermat untuk memastikan kebutuhan pemerintah terpenuhi.
Permintaan anggaran tahunan yang diajukan oleh Gedung Putih mencakup proyeksi ekonomi serta rincian mengenai alokasi dana yang diperlukan oleh setiap lembaga pemerintah AS untuk tahun yang dimulai pada 1 Oktober. Meskipun demikian, Kongres memiliki tanggung jawab untuk menyusun undang-undang pengeluaran, dan hasil akhir dari proses ini sering kali berbeda jauh dari apa yang diminta oleh Gedung Putih.
Informasi mengenai proposal anggaran Trump muncul di tengah upaya Partai Republik di Kongres AS untuk menyelesaikan perpecahan internal terkait usulan pemotongan anggaran federal. Mereka berharap dapat mengesahkan RUU pemotongan pajak yang penting pada 4 Juli 2025, yang menjadi target utama mereka.
Di samping itu, mereka juga harus mempertimbangkan tekanan yang semakin meningkat pada perekonomian negara akibat kenaikan tarif AS yang berdampak pada perdagangan global. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pembuat kebijakan dalam merumuskan anggaran yang seimbang dan berkelanjutan.
Pekan lalu, Trump mengumumkan niatnya untuk mengusulkan anggaran militer AS yang melebihi USD 1 triliun. Ia juga menyatakan bahwa tarif yang dikenakan pada hampir semua negara akan berkontribusi pada peningkatan pendapatan dan membantu menutupi rencana pemotongan pajak yang telah dirancang.
Proposal anggaran yang diusulkan juga mencakup pemangkasan lebih dari USD 160 miliar atau sekitar Rp 2.678 triliun dalam program-program yang berkaitan dengan lingkungan, energi terbarukan, pendidikan, dan bantuan luar negeri. Hal ini diungkapkan dalam laporan Wall Street Journal yang mengutip pernyataan dari pejabat pemerintah AS, menunjukkan fokus yang jelas pada pengurangan pengeluaran di sektor-sektor tersebut.
Trump Mengusulkan Pengurangan Besar Anggaran Kementerian Luar Negeri AS, Termasuk Menghentikan Dana untuk PBB dan NATO.
Sebelumnya telah dilaporkan bahwa Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih (OMB) mengajukan rencana pemotongan anggaran untuk Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemlu AS) hampir mencapai 50 persen. Rincian dari usulan ini mencakup penutupan beberapa misi diplomatik di luar negeri, pengurangan jumlah staf diplomatik, serta penghentian dana untuk hampir semua organisasi internasional, termasuk NATO dan PBB beserta lembaga-lembaga di bawahnya.
Menurut laporan dari AP, informasi ini diperoleh dari sejumlah pejabat yang mengetahui rencana tersebut. Proposal yang diajukan kepada Kemlu AS pekan lalu ini masih berada pada tahap awal dan diperkirakan tidak akan mendapatkan persetujuan dari pimpinan kementerian maupun Kongres, yang nantinya akan menentukan anggaran federal dalam beberapa bulan ke depan. Seorang pejabat yang mengetahui usulan tersebut menyatakan bahwa draf ini harus melalui beberapa tahap evaluasi sebelum disampaikan kepada anggota Kongres, yang sering kali mengubah atau bahkan menolak permintaan anggaran dari Gedung Putih.
Meskipun belum final, proposal ini mencerminkan prioritas pemerintahan Donald Trump dan sejalan dengan pemotongan besar-besaran anggaran serta jabatan di berbagai lembaga federal, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga Badan Pembangunan Internasional AS (USAID). Catatan hasil rapat internal mengenai proposal pemotongan anggaran ini telah beredar di grup percakapan online di kalangan pejabat kementerian luar negeri sejak akhir pekan, tetapi perhatian besar muncul pada Senin (14/4), bersamaan dengan tenggat waktu kementerian luar negeri untuk menyerahkan rencana restrukturisasi terpisah yang tidak terkait dengan proposal pemotongan ini kepada OMB.
Seorang pejabat tinggi AS yang mengetahui proposal OMB menyebutnya sebagai "agresif" dalam hal penghematan, tetapi menekankan bahwa ini masih merupakan kerangka awal yang mirip dengan upaya Kepala OMB Russell Vought pada masa pemerintahan pertama Trump. Dua sumber lain yang mengonfirmasi adanya proposal ini, salah satunya menyebutkan bahwa usulan tersebut berasal dari OMB. Juru bicara OMB, Alexandra McCandless, menyatakan, "belum ada keputusan final tentang pendanaan." Sementara itu, Dewan Keamanan Nasional tidak memberikan tanggapan terkait permintaan komentar mengenai rencana pemotongan anggaran ini.
Kekhawatiran yang Berlandaskan Fakta
Usaha OMB untuk mengurangi anggaran Kementerian Luar Negeri secara signifikan pada masa pemerintahan Trump yang pertama sebelumnya ditolak oleh Kongres dan tidak terwujud. Namun, di periode pemerintahannya yang kedua, Trump melakukan langkah cepat untuk memangkas anggaran federal, termasuk pengurangan lapangan kerja dan dana di berbagai lembaga pemerintah.
Senator Jeanne Shaheen dari New Hampshire, yang menjabat sebagai pimpinan Demokrat di Komite Hubungan Luar Negeri Senat, mengungkapkan bahwa ia "sangat prihatin" terhadap rencana tersebut. Ia menegaskan, "Ketika kebijakan 'America First' berubah menjadi 'America Alone', dampaknya akan merugikan ekonomi, keamanan, dan kemakmuran kita sendiri, sementara pihak-pihak lain justru akan mengisi kekosongan pengaruh yang ditinggalkan oleh kebijakan pemerintahan Trump." Senator Shaheen juga menambahkan, "Alokasi anggaran untuk program-program diplomatik yang mendorong perdamaian, menjaga stabilitas global, serta melindungi kepentingan keamanan nasional AS seharusnya menjadi prioritas utama yang tercermin dalam proposal anggaran kementerian luar negeri."