Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, tengah dipusingkan oleh desakan menyetop kegiatan pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Usai menerima masukan terkait izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang dinilai merusak ekosistem pariwisata Raja Ampat.
Usai menerima desakan tersebut, Bahlil pada Selasa (3/6/2025) pekan lalu menyatakan bakal memanggil pemegang izin tambang nikel di Raja Ampat.
"Saya ada rapat dengan dirjen, saya akan panggil pemilik IUP. Mau BUMN atau swasta, kita memang harus menghargai karena di Papua itu kan ada otonomi khusus sama dengan Aceh. Jadi perlakuannya juga khusus," tegas Bahlil, dikutip Senin (9/6/2025).
Kala itu, Bahlil tak menutup kemungkinan untuk membatasi aktivitas pertambangan di kawasan tersebut. Kendati begitu, ia bakal mendengarkan penjelasan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan.
"Saya melihat ada kearifan-kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik. Jadi saya akan coba untuk melakukan evaluasi," ujar dia.
Lebih lanjut, ia menyebut izin usaha pertambangan di kawasan Raja Ampat sebenarnya sudah ada sejak lama. Bahkan sebelum dia naik menjadi Menteri ESDM pada Agustus 2024 lalu.
"IUP-nya sebelum saya jadi Menteri ESDM. Nanti tambangnya itu kita akan sesuaikan dengan AMDAL saja," kata Bahlil.
Sempat Disetop Sambil Tunggu Penyelidikan
Dua hari berselang pada Kamis (5/6/2025), Bahlil memutuskan untuk menyetop sementara operasi tambang nikel PT Gag Nikel selaku anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Penghentian izin operasi ini dilakukan sembari menunggu hasil pengawasan dan verifikasi tim di lapangan
"Agar tidak terjadi kesimpangsiuran, maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba, untuk status daripada IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Gag yang sekarang lagi mengelola, untuk sementara kita hentikan operasinya," ungkap dia.
Baru pada Sabtu (7/6/2025), Bahlil dan tim Kementerian ESDM menyempatkan diri melakukan kunjungan singkat ke tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat.
Tak Ditemukan Masalah
Hasilnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa tidak ditemukan masalah di wilayah tambang. "Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah," tuturnya.
Meski demikian, Tri sudah menurunkan tim Inspektur Tambang, untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat. Guna mengevaluasi secara menyeluruh, untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.
"Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga. Tapi nanti kita tetap reportnya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa, terus kemudian nanti kita hasil dari evaluasi yang kita lakukan dari laporan Inspektur Tambang kemudian kita eksekusi untuk seperti apa nanti," ungkapnya.
Izin Beroperasi untuk 5 Perusahaan Tambang
Hingga saat ini, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat. Dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yakni PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP). Dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2013.
Tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari Pemerintah Daerah (Bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada tahun 2025.