Tarif Trump Ancam Kestabilan Ekonomi Global, Buruh Soroti Hal Ini

4 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan yang dinilai menekan industri hasil tembakau (IHT) memicu kekhawatiran meluasnya pemutusan hubungan kerja (PHK). Serikat pekerja mendesak agar pemerintah mempertimbangkan nasib pekerja di tengah kondisi ekonomi yang kian tidak stabil akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Jika terjadi PHK, pengangguran akan meningkat, kemiskinan naik, dan daya beli masyarakat menurun, yang pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ancaman ini semakin nyata dengan diberlakukannya aturan yang membatasi kandungan gula, garam, lemak (GGL) serta larangan zonasi penjualan dan Iklan rokok. 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menegaskan bahwa aturan tersebut akan memukul dunia usaha dan ketenagakerjaan. Menurutnya, pemerintah seharusnya mempertimbangkan dampak dari sisi ketenagakerjaan, tidak hanya fokus pada kesehatan.

"Bila industri rokok diatur dengan aturan yang ketat, produksi rokok akan menurun dan berujung pada PHK," ujarnya dikutip Sabtu (10/5/2025).

Ketidaksepakatan antara sisi kesehatan dan ketenagakerjaan hingga saat ini belum selesai. Said Iqbal menyatakan desakan aturan untuk membatasi peredaran rokok tanpa mempertimbangkan dampak luas terhadap pekerja di industri hasil tembakau (IHT). “Harus ada solusi win-win, tidak bisa ego sektoral kesehatan mengabaikan ketenagakerjaan, begitu sebaliknya. Duduk bersama dan petakan,” tegasnya.

Said Iqbal menekankan bahwa penyusunan aturan ini tidak boleh hanya menggunakan sudut pandang kesehatan. Melainkan perlu memastikan setiap aturan mempertimbangkan dampak terhadap banyak pihak, termasuk nasib para pekerja.

Selain itu, dia menilai pemerintah perlu melibatkan pihak-pihak dalam industri, termasuk produsen rokok, dalam penyusunan kebijakan. Ini untuk mencari solusi tepat dalam mengimplementasikan aturan sehingga PHK dapat dihindari.

Industri Periklanan

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto , melihat PP 28/2024 akan turut menghantam sektor periklanan. Dalam beberapa tahun, iklan rokok menyumbang pemasukan iklan cukup besar, sehingga menjadikannya dalam sepuluh besar pengiklan.

"Berkurangnya iklan rokok di banyak media tentu akan mengurangi pendapatan iklan," imbuhnya.

Kebijakan ini menjadi bentuk pengetatan aturan yang dilakukan pemerintah terhadap industri rokok yang juga berimbas pada sektor periklanan. "Kawan-kawan yang bergerak di iklan luar ruang (billboard dan baliho) merasakan dampaknya. Peraturan tentang larangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan misalnya, mengurangi jumlah titik billboard yang bisa digunakan untuk iklan rokok," paparnya.

Awas, Tarif Cukai Naik Tinggi Picu Peredaran Rokok Ilegal Makin Marak

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mendorong pemerintah melakukan penyesuaian terhadap aktivitas bisnis tembakau dan mengkaji ulang penerapan tarif cukai pada industri produk tembakau secara moderat sehingga penerimaan negara dapat semakin optimal.

Misbakhun menyampaikan hal itu pada rapat kerja Komisi XI DPR bersama DJBC di gedung Parlemen, Senayan, Rabu (7/05/2025) kemarin.

Menurut Misbakhun, kebijakan tarif cukai hasil tembakau jangan sampai eksesif, sehingga industri hasil tembakau tidak mengalami kontraksi. Ia mencontohkan, saat Komisi XI DPR RI kunjungan ke pabrik rokok Gudang Garam beberapa waktu lalu.

"Selama ini kan kita berpihak ke Sigaret Kretek Tangan (SKT) Pak, tetapi sekelas Gudang Garam, untuk golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM I) mengalami kontraksi yang luar biasa. Nah, konstraksi luar biasa produksinya menurun tetapi di pasar tembakau ini habis Pak," ungkap Misbakhun.

Misbakhun belum tahu persis hal itu. Mungkin apakah terjadi peningkatan impor terhadap tembakau, sehingga kalau tembakau dalam negeri habis terjadi peningkatan impor juga terhadap tembakau.

"Saya yakin yang berkembang kan ya rokok di sini rokok Madura ini Pak, rokok Madura ini kalau berkembang yang untung orang Madura Pak, mengembangkan ekonomi Madura," ujar Misbakhun seraya mencandain anggota Komisi XI (baca: pak Eric Hermawan dapil Jatim XI).  Menurut Misbakhun, kondisi yang dialami Gudang Garam harus dianalisis dan perlu mengatur exit strateginya, apakah ini juga dialami oleh pabrik rokok lainnya.

"Kalau ini dialami oleh pabrik rokok yang lainnya, berarti sistem tarif cukai yang selama ini selalu menggunakan single model yaitu kenaikan tarif dan selalu dikenakan pada golongan SKM I, maka kita harus mengkaji ulang, karena itu eksesif dari sisi apa produksi dan eksesif terhadap penerimaan cukai kita," terang politisi Partai Golkar itu.

Kebijakan Tarif Cukai

Terpisah, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrikkebijakan tarif cuka Rokok Indonesia (GAPPRI) secara prinsip mendukung dirumuskannya Peta Jalan (Roadmap) kebijakan tarif cukai danharga jual rokok eceran (HJE) untuk periode 2026 - 2029.

Ketua umum GAPPRI, Henry Najoan berpendapat, agar Peta Jalan (Roadmap) kebijakan ini efektif, efisien dan menciptakan iklim usaha yang kondusif, maka Perkumpulan GAPPRI meminta dua hal.

Pertama, agar selama tahun 2026 - 2029, industri hasil tembakau (lHT) diberi waktu pemulihan terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya, dengan cara tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) tidak dinaikkan.

"Kemudian, tahun 2029 saat daya beli membaik dapat dinaikkan sesuai kondisi pertumbuhan ekonomi atau inflasi," ujar Henry Najoan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |