Liputan6.com, Jakarta Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN) semakin mendekati tahap final. Hal ini terlihat dari terungkapnya susunan organisasi BOPN, yang menarik perhatian karena melibatkan Panglima TNI dan Kapolri sebagai anggota Dewan Pengawas Badan Otorita Penerimaan Negara.
Informasi ini tertuang dalam dokumen internal berjudul Operasionalisasi Program Hasil Terbaik Cepat yang diterima Liputan6.com.
Dalam dokumen tersebut, Presiden Prabowo Subianto menilai bahwa pembentukan BOPN merupakan langkah strategis untuk meningkatkan efektivitas sistem perpajakan nasional.
BOPN dirancang untuk memisahkan fungsi pemungutan pajak dari peran regulasi fiskal. Selain itu, lembaga ini akan mengandalkan sistem digital untuk mendorong kepatuhan wajib pajak, membangun basis data nasional guna mencegah praktik penghindaran pajak, serta menyusun skema insentif fiskal yang lebih berpihak pada kepentingan nasional.
Susunan Organisasi BOPN
Berikut susunan organisasi Badan Otorita Penerimaan Negara versi dokumen Operasionalisasi Program Hasil Terbaik Cepat:
- Menteri Negara/Kepala BOPN, berada langsung di bawah Presiden RI.
- Dewan Pengawas, terdiri dari:
- Ex Officio Menko Perekonomian
- Ex Officio Panglima TNI
- Ex Officio Kapolri
- Ex Officio Kejaksaan Agung
- Ex Officio Kepala PPATK
- 4 orang independen
- Dua wakil kepala:
- Wakil Kepala Operasi BOPN
- Wakil Kepala Urusan Dalam BOPN
- Wakil Kepala Urusan Dalam dibantu oleh: Inspektorat Utama Badan dan Sekretaris Utama Badan
- Enam deputi meliputi:
- Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan
- Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak
- Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP
- Deputi Pengawasan Kepabeanan
- Deputi Penegakan Hukum
- Deputi Intelijen
- Dua lembaga pendukung: Pusat Data Sains dan Informasi (mencakup Divisi AI, Blockchain, Cyber Security, dsb.) dan Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai
- Wakil Kepala Operasi dibantu oleh Kepala Perwakilan Provinsi setingkat eselon 1b.
- Lima Staf Ahli BOPN, antara lain:
- Sahli Analis Intelijen Ekonomi
- Sahli Komunikasi Politik
- Sahli Telematika
- Sahli Ekonomi Syariah
- Sahli Hukum Kekayaan Negara
Penolakan dari Sri Mulyani
Meski begitu, rencana ini tidak sepenuhnya berjalan mulus. Tim penyusun laporan menyebut bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) menunjukkan penolakan terhadap pembentukan BOPN.
Penolakan ini didasarkan pada alasan administratif, termasuk anggapan bahwa badan baru ini tidak akan mempercepat reformasi penerimaan negara.
“Menkeu terkesan lebih berkuasa dari Presiden. Terbukti program Presiden untuk memenuhi janji politiknya bisa ditolak hanya oleh pikirannya Menkeu saja. Padahal secara konstitusional, kekuasaan fiskal berada di tangan Presiden,” kata Edi Slamet Irianto, mantan Dewan Pakar TKN Bidang Perpajakan dan Penerimaan Negara, dalam dokumen tersebut.
Lebih lanjut, Edi menyebut Menkeu berjalan di luar garis kebijakan Presiden. Contoh konkretnya adalah penolakan terhadap target pertumbuhan ekonomi 8% dan pembentukan BOPN.
Kritik terhadap Struktur Kementerian
Edi juga mengkritik keputusan Menkeu menolak perampingan organisasi kementeriannya, yang justru malah menambah unit eselon I dengan membentuk Badan Intelijen Keuangan Negara.
“Menkeu terkesan tidak peduli dengan kondisi fiskal yang morat-marit, bahkan terkesan berlindung di balik Presiden,” tulisnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah selalu berdalih soal rendahnya penerimaan negara akibat kondisi ekonomi global, tetapi tidak memberikan solusi konkret untuk peningkatan penerimaan.
Program Tax Amnesty dan implementasi core tax system yang dijanjikan akan memperluas basis pemajakan dan meningkatkan tax ratio juga belum tampak hasilnya.