Liputan6.com, Jakarta Perang Iran-Israel menjadi babak baru dalam daftar negara yang sedang perang di dunia. Akankan Perang Dunia III dimulai?
Teheran dan Yerusalem secara tiba‑tiba melancarkan serangan rudal skala besar pada pagi hari tanggal 20 Juni 2025. Iran menembakkan lebih dari 300 rudal balistik menuju berbagai target militer di wilayah Israel — termasuk pangkalan udara Nevatim dan pusat komando di Dimona — dengan klaim “pembalasan atas serangan drone terdahulu.”
Militer Israel merespons dengan menembakkan sekitar 250 rudal Patriot dan Iron Dome, serta meluncurkan serangan balasan ke kota‑kota di Kerman dan Esfahan.
Kedua negara menyatakan dalam kecaman keras bahwa “ini belum akhir”: Presiden Iran, dalam pidato kondisi darurat, mengancam akan memperluas serangan ke gugus armada AS di Teluk Persia.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel menyatakan negara siap “melindungi setiap inci tanah” — menandai eskalasi besar yang segera menarik perhatian dunia.
Dalam konteks ketegangan yang terus meningkat ini, Dikutip dari Teh Mirror, Jumat (20/6/2025), pakar keamanan internasional asal Inggris, Profesor Anthony Glees, mengungkap sejumlah skenario yang menurutnya bisa menjadi cetak biru terjadinya perang global berikutnya.
Skenario Amerika Serikat Terlibat Perang
Dalam hitungan jam, Presiden Amerika Serikat menggelar konferensi pers darurat, menyebut serangan ke Israel sebagai “tindakan agresi yang tidak dapat ditolerir,” dan mengerahkan armada kapal induk serta unit tambahan ke Mediterania Timur dan Laut Merah.
Jika AS ikut mengerahkan militernya dalam Perang Iran Israel dan membantu serangan ke Iran, bisa memicu negara lain terlibat. Khususnya seperti Rusia-NATO.
Uni Eropa, sementara itu, mengutuk serangan rudal dalam ketegangan diplomatik, mendesak Iran dan Israel untuk “segera menghentikan aksi militer.” Rusia dan Tiongkok mengeluarkan pernyataan netral, menyerukan dialog, namun dikabarkan menambah pasokan senjata ke Teheran secara diam‑diam.
Di sisi lain, negara‑negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menyatakan keprihatinan mendalam tentang risiko perang regional dan gelombang pengungsi baru.
Dewan Keamanan PBB telah mengadakan sesi darurat virtual, namun perbedaan blok geopolitik menghalangi resolusi tegas sehingga hanya menghasilkan seruan umum untuk penurunan eskalasi.