Shutdown Pemerintah AS Terpanjang dalam Sejarah, Begini Dampaknya ke Ekonomi

2 weeks ago 21

Liputan6.com, Jakarta - Shutdown pemerintahan terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat (AS) kini telah berada di ambang akhir. Senat AS pada Minggu malam waktu setempat mengambil langkah penting untuk membuka kembali pemerintahan setelah delapan anggota Partai Demokrat mencapai kesepakatan dengan pimpinan Partai Republik terkait rancangan undang-undang pendanaan.

Shutdown yang telah berlangsung lebih dari sebulan itu memberikan dampak yang terasa luas. Dikutip dari Yahoo Finance, Selasa (11/11/2025), ratusan ribu pegawai federal tidak menerima gaji, bandara mengalami kekurangan staf, hingga terhentinya berbagai program bantuan pangan penting bagi masyarakat AS.

Menurut laporan terbaru dari EY Parthenon, penutupan pemerintahan ini menghapus hampir satu bulan pertumbuhan ekonomi normal AS.

"Shutdown ini telah memangkas sekitar 0,8 poin persentase dari pertumbuhan PDB kuartalan, setara dengan kerugian output sekitar USD 55 miliar atau Rp 919,22 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah 16.713)," ujar  Kepala Ekonom EY Parthenon,Gregory Daco.

Dilansir dari Yahoo Finance, Daco menambahkan, perpanjangan masa shutdown setiap satu minggu diperkirakan timbulkan kerugian hingga USD 7 miliar atau Rp 117,02 triliun dan mengurangi pertumbuhan PDB sebesar 0,1 poin persentase.

Jika shutdown ini berlangsung hingga dua bulan, gangguan ekonomi yang lebih besar bisa terjadi, terutama akibat penghentian bantuan pangan SNAP dan penurunan aktivitas perjalanan udara.

Daco memperkirakan kondisi tersebut dapat memangkas pertumbuhan ekonomi AS hingga 1,8–2,0 poin persentase.

Gangguan Data Ekonomi dan Risiko Jangka Panjang

Selain menekan pertumbuhan ekonomi, shutdown juga mengganggu arus data ekonomi resmi yang menjadi acuan bagi pelaku pasar dan pembuat kebijakan. Investor kini kesulitan menilai kondisi ekonomi aktual karena laporan penting seperti data ketenagakerjaan, inflasi, pengeluaran konsumen, perumahan, dan perdagangantertunda untuk dirilis. 

Kerugian Ekonomi Dapat Kembali Pulih

Daco menjelaskan, ketiadaan data membuat Federal Reserve yang kebijakan moneternya sangat bergantung pada data, sulit mengambil keputusan yang tepat, terutama terkait arah suku bunga.

“Dengan tidak dirilisnya dua laporan ketenagakerjaan secara berturut-turut, pemerintah praktis tak memiliki pembacaan resmi tentang kondisi pasar tenaga kerja maupun ekonomi secara keseluruhan saat ini,” ujarnya.

Meski demikian, Daco memprediksi sebagian dari kerugian ekonomi dapat dipulihkan jika shutdown berakhir dalam kuartal berjalan.

Aktivitas konsumsi dan layanan publik akan kembali bergerak, meski tidak sepenuhnya menutup kerugian yang sudah terjadi. 

“Sekitar 20% dari dampak ekonomi kumulatif akan bersifat permanen tanpa bisa dipulihkan. Karena merupakan aktivitas ekonomi bersifat konsumtif dan berbasis waktu misalnya seperti orang batal makan di luar, perjalanan yang dibatalkan, hingga layanan yang tertunda tapi tak pernah terlaksana,” tambahnya.

Harga Minyak Melonjak Hari Ini, Shutdown AS Segera Berakhir

Sebelumnya, harga minyak naik tipis pada hari Senin (Selasa waktu Jakarta) di tengah optimisme bahwa penutupan (shutdown) pemerintah AS akan segera berakhir dan meningkatkan permintaan di negara konsumen minyak utama dunia tersebut, mengimbangi kekhawatiran tentang meningkatnya pasokan global.

Dikutip dari CNBC, Selasa (11/11/2025), harga minyak mentah Brent naik 43 sen, atau 0,68%, menjadi USD 64,06 per barel. Sedangka harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS  ditutup pada level USD 60,13 per barel, naik 38 sen atau 0,64%.

Senat AS pada hari Minggu melanjutkan langkah yang bertujuan untuk membuka kembali pemerintahan federal dan mengakhiri penutupan yang telah berlangsung selama 40 hari yang telah melumpuhkan para pekerja federal, menunda bantuan pangan, dan menghambat perjalanan udara.

Kekhawatiran Pasokan

Analis PVM, Tamas Varga menilai, langkah pertama anggota parlemen AS dalam mengakhiri penutupan pemerintah membantu mengembalikan selera risiko ke pasar. Para analis mengkhawatirkan dampak pembatalan penerbangan terhadap permintaan bahan bakar jet AS.

Maskapai penerbangan membatalkan lebih dari 2.800 penerbangan di AS dan menunda lebih dari 10.200 penerbangan pada hari Minggu, yang merupakan hari terburuk untuk gangguan sejak dimulainya penutupan pemerintah AS.

Brent dan WTI turun sekitar 2% pekan lalu dan mencatat penurunan mingguan kedua, di tengah kekhawatiran kelebihan pasokan. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, atau OPEC+, sepakat untuk sedikit meningkatkan produksi pada bulan Desember, tetapi juga menunda kenaikan lebih lanjut pada kuartal pertama.

Stok Minyak Mentah AS

Persediaan minyak mentah juga meningkat di Amerika Serikat sementara volume minyak yang disimpan di atas kapal di perairan Asia telah berlipat ganda dalam beberapa minggu terakhir setelah pengetatan sanksi Barat membatasi impor ke China dan India dan karena kekurangan kuota impor membatasi permintaan dari penyuling independen China.

Terdapat kesenjangan antara meningkatnya volume minyak mentah yang disimpan di laut dan semakin terbatasnya ketersediaan produk Rusia. Kilang minyak Tuapse Rusia di Laut Hitam menghentikan ekspor bahan bakar setelah serangan pesawat nirawak awal bulan ini.

Produsen minyak Rusia Lukoil menghadapi gangguan yang semakin meningkat karena tenggat waktu AS bagi perusahaan untuk memutus bisnis dengan perusahaan Rusia itu semakin dekat pada tanggal 21 November dan setelah penjualan operasi yang diharapkan kepada pedagang Swiss Gunvor gagal. 

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |