Rupiah Perkasa Hari Ini, Simak Prediksi Kamis 12 Juni 2025

1 day ago 9

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melanjutkan penguatan pada Rabu ini. Rupiah ditutup menguat 16 poin terhadap Dolar AS, setelah sebelumnya sempat menguat 25 poin di level Rp 16.258 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.274.

“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.250 - Rp 16.300,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

USD melemah setelah pengadilan banding AS memerintahkan agar kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump tetap berlaku karena mempertimbangkan putusan sebelumnya yang memblokir rencana tarifnya.

“Berita tentang putusan tersebut mengimbangi beberapa optimisme atas pernyataan AS dan Tiongkok bahwa mereka telah mencapai kerangka kerja untuk pembicaraan perdagangan, meskipun para pejabat memberikan sedikit rincian aktual tentang perjanjian tersebut,” papar Ibrahim.

Para pejabat AS mengatakan perjanjian itu akan meresmikan deeskalasi perdagangan yang dicapai AS dan Tiongkok di Jenewa, Swiss beberapa waktu lalu, sekaligus membantu menyelesaikan masalah ekspor tanah jarang Tiongkok dan pembatasan AS atas penjualan chip.

“Fokus sekarang tertuju pada data inflasi indeks harga konsumen AS yang utama, yang akan dirilis pada hari Rabu, untuk isyarat lebih lanjut tentang ekonomi terbesar di dunia tersebut. Data tersebut diperkirakan menunjukkan inflasi sedikit menguat pada bulan Mei, tetap stabil di sekitar level yang terlihat sepanjang sebagian besar tahun 2025,” kata Ibrahim.

Adapun data inflasi AS yang menunjukkan kenaikan mendorong Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga.

Pasar Amati Hitungan Garis Kemiskinan Versi Bank Dunia

Ibrahim mengungkapkan, pelaku pasar tengah mencermati tentang angka garis kemiskinan versi Bank Dunia.

“Angka garis kemiskinan versi Bank Dunia perlu dimaknai secara berhati-hati agar tidak menimbulkan kesimpulan yang menyesatkan dalam konteks nasional,” katanya.

Sebagai informasi, Bank Dunia menggunakan pendekatan purchasing power parity (PPP) untuk menyesuaikan daya beli antarnegara.

Sementara itu, dalam konteks nasional, telah ada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menggunakan pendekatan kebutuhan dasar atau cost of basic needs (CBN) yang jauh lebih kontekstual dan sesuai dengan karakteristik konsumsi rumah tangga Indonesia.

Untuk komponen makanan, misalnya, BPS menggunakan standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori (kkal) per orang per hari dan memperhitungkan pola konsumsi aktual masyarakat, termasuk makanan pokok seperti beras.

BPS juga memperhitungkan kebutuhan dasar non-makanan seperti pendidikan dan perumahan.

Perbedaan Metodologi

Akibat dari perbedaan tujuan dan metodologi tersebut, terdapat perbedaan hasil yang signifikan.

Pada September 2024, BPS mencatat tingkat kemiskinan nasional sebesar 8,57 persen atau sekitar 24 juta jiwa. Sementara menurut Bank Dunia, dengan garis kemiskinan 6,85 dolar AS PPP per kapita per hari (menggunakan PPP 2017 atau sebelum revisi), sekitar 60,3 persen penduduk Indonesia pada 2024 dianggap hidup di bawah standar kemiskinan menengah atas.

“Kesenjangan ini akan semakin besar dengan revisi ke 8,30 dolar AS (PPP 2021 untuk negara berpendapatan menengah atas). Namun, revisi Bank Dunia terhadap garis kemiskinan global yang kini mengadopsi PPP 2021 merupakan langkah penting untuk mencerminkan realitas daya beli yang lebih mutakhir, berdasarkan hasil International Comparison Program (ICP) 2021,” jelas Ibrahim.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |