Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar Rupiah kembali melemah pada Rabu, 18 Juni 2025, menyusul keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 5,5 persen untuk Juni 2025.
Di pasar spot, Rupiah ditutup melemah 23 poin di level 16.312 per dolar AS, dari posisi sebelumnya 16.289.
“Pada perdagangan sore ini, mata uang Rupiah ditutup melemah 23 poin, setelah sebelumnya sempat melemah 55 poin di level 16.312 dari penutupan sebelumnya di level 16.289,” ujar pengamat pasar mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Rabu (18/6/2025).
Ia menambahkan, volatilitas Rupiah kemungkinan masih akan berlanjut dalam perdagangan esok hari. “Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.310 - Rp16.360,” sambungnya.
Ketegangan Geopolitik dan Sikap The Fed Jadi Sentimen Global
Pelemahan Rupiah juga tak lepas dari sentimen global, khususnya meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Amerika Serikat dilaporkan memperkuat kehadiran militernya di kawasan dengan menambah jumlah jet tempur dan memperpanjang masa tugas pesawat tempur yang sudah ada, usai serangan Israel terhadap fasilitas nuklir di Teheran.
Ketegangan memuncak setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan agar Iran menyerah tanpa syarat. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran pasar global, termasuk terhadap mata uang negara berkembang seperti Indonesia.
Ibrahim menyampaikan bahwa pasar kini juga menanti hasil keputusan Federal Reserve (The Fed), yang diperkirakan tidak akan mengubah suku bunga dari level 0,5 persen.
“Pasar menunggu kesimpulan dari pertemuan The Fed, di mana bank sentral secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada 0,5%,” paparnya.
Namun, ekspektasi dovish mulai meningkat setelah data ekonomi AS menunjukkan pelemahan.
“Para pedagang terlihat meningkatkan taruhan pada sinyal yang lebih dovish dari The Fed, terutama setelah penjualan ritel yang lebih lemah dari perkiraan dan data produksi industri mendorong kekhawatiran atas ekonomi AS yang mendingin,” tambahnya.