Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (25/9/2025) sore. Rupiah melemah sebesar 65 poin atau 0,02 persen menjadi Rp 16.749 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.684 per dolar AS.
Sementara itu, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp 16.752 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.680 per dolar AS.
Adapun kurs rupiah terhadap dolar AS di bank-bank besar di Indonesia dipatok di kisaran Rp 16.800 per USD untuk kurs jual.
Berikut rinciannya:
- Di PT Bank Central Asia Tbk (BCA), rupiah dalam TT Counter dipatok Rp 16.580 per USD untuk beli dan Rp 16.880 per USD untuk jual.
- Di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), e-rate rupiah dipatok Rp 16.648 per USD untuk beli dan Rp 16.829 per USD untuk jual.
- Tak berbeda jauh dengan PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri), untuk TT Counter rupiah dipatok Rp 16.480 per USD untuk beli dan Rp 16.830 per USD untuk jual.
- Di Bank OCBC Indonesia, untuk Telegraphic Transfer (TT) rupiah dipatok Rp 16.580 per USD untuk beli dan Rp 16.858 per USD untuk jual.
- Sedangkan di DBS Treasures, Bank Buy Rate (Bid) dipatok Rp 16.583 per USD dan Bank Sell Rate (Offer) Rp 16.923 per USD.
Analis Ingatkan Risiko Utang dan Rendahnya Tax Ratio
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada perdagangan Kamis (25/9/2025). Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menilai pelemahan ini salah satunya dipengaruhi oleh disiplin fiskal pemerintah di tengah belanja negara yang ekspansif.
“Belanja ekspansif pemerintah akan dibiayai lebih dominan dengan utang di tengah minat asing terhadap obligasi negara yang turun,” ujarnya di Jakarta.
Pada penutupan perdagangan, rupiah melemah 65 poin atau 0,02 persen menjadi Rp 16.749 per dolar AS dibandingkan sebelumnya Rp 16.684 per dolar AS. Sementara itu, kurs JISDOR Bank Indonesia juga melemah ke level Rp16.752 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.680 per dolar AS.
Menurut Rully, kepemilikan asing terhadap obligasi negara kini turun drastis. Jika dulu sempat mendekati 40 persen, saat ini berada di bawah 20 persen. Kondisi ini membuat Bank Indonesia terpaksa melakukan burden sharing dengan menyerap obligasi negara, yang berisiko memicu inflasi lebih tinggi.
“Pembiayaan dari pajak juga melemah, terindikasi dari tax ratio di bawah 10 persen, karena penerimaan terbesar berasal dari pajak penghasilan industri pengolahan yang di dalamnya ada buruh sebagai pajak penghasilan per orang,” jelasnya.
Sisi Ekternal
Rully menyarankan pemerintah mempercepat proses industrialisasi untuk meningkatkan penerimaan pajak, baik dari perusahaan maupun dari sistem penggajian (payroll).
“Semaksimal mungkin (perlu) mengurangi ketergantungan pembiayaan belanja dari utang,” tegasnya.
Di sisi eksternal, rupiah turut tertekan oleh pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang dinilai kurang dovish terkait rencana pemangkasan suku bunga AS.
Powell menegaskan bahwa ruang penurunan suku bunga masih terbatas karena risiko inflasi akibat kebijakan tarif, sehingga memperbesar ketidakpastian arah kebijakan moneter global.