Rupiah Dibuka Melemah, Dampak Perang Dagang AS-Kanada

10 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah kembali mengalami pelemahan akibat meningkatnya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Pada pembukaan perdagangan hari Rabu di Jakarta, nilai tukar rupiah melemah sebesar 34 poin atau 0,21 persen menjadi 16.443 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya di 16.409 per dolar AS.

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyatakan bahwa kekhawatiran investor terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, menjadi faktor utama pelemahan rupiah.

“Rupiah diperkirakan akan terus melemah akibat kekhawatiran investor terhadap kebijakan tarif Trump dan eskalasi perang dagang. Ancaman kenaikan tarif terhadap Kanada menjadi dua kali lipat turut memengaruhi pergerakan mata uang,” ujar Lukman dikutip dari ANTARA, Rabu (12/3/2025).

Dampak Kebijakan Tarif Trump terhadap Perdagangan Global

Trump telah menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari Kanada dari 25 persen menjadi 50 persen.

Sebagai respons, pemerintah Kanada memberlakukan pajak sebesar 25 persen terhadap ekspor listrik ke AS, khususnya ke wilayah Michigan, New York, dan Minnesota.

“Kanada melakukan retaliasi dengan mengenakan tarif impor tambahan 25 persen terhadap pasokan listrik dari Ontario ke AS. Hal ini menambah ketidakpastian ekonomi global dan berimbas pada pelemahan rupiah,” jelas Lukman.

Promosi 1

Proyeksi Goldman Sachs terhadap Ekonomi Indonesia

Selain dampak eksternal, rupiah juga tertekan oleh proyeksi Goldman Sachs Group Inc. terkait kondisi fiskal Indonesia.

Lembaga keuangan global tersebut memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia akan melebar hingga 2,9 persen pada 2025, lebih tinggi dari target pemerintah sebesar 2,53 persen.

Goldman Sachs juga menurunkan peringkat obligasi negara dengan tenor 10 dan 20 tahun menjadi neutral serta menyesuaikan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight.

Para analis Goldman Sachs menilai bahwa kebijakan pemerintah, termasuk realokasi anggaran, pembentukan dana kekayaan negara, dan ekspansi program perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, berpotensi meningkatkan defisit fiskal.

“Penurunan peringkat obligasi ini akan meningkatkan imbal hasil obligasi, yang pada akhirnya akan memberi tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah,” tambah Lukman.

Saran ke Pelaku Pasar

Dengan ketidakpastian global yang meningkat serta tantangan ekonomi domestik, para pelaku pasar diimbau untuk terus mencermati perkembangan kebijakan ekonomi dan perdagangan dunia guna mengantisipasi dampaknya terhadap nilai tukar rupiah.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |