Rapor Finansial Generasi Muda Masih Merah: Tabungan Turun dan Tak Punya Dana Darurat

12 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,12 persen pada kuartal II 2025 menurut data BPS ternyata tidak sepenuhnya berbanding lurus dengan kondisi finansial generasi mudanya. Tantangan “in this economy” masih terasa, mulai dari sulitnya menabung rutin, minimnya pencatatan keuangan, hingga rendahnya kesiapan dana darurat.

Fenomena ini terungkap dalam peluncuran OCBC Financial Fitness Index (FFI) 2025 yang digelar bersama NielsenIQ (NIQ) di rangkaian acara Nyala Festival, Main Atrium Senayan City, Jakarta, Jumat (12/9/2025).

Acara ini menghadirkan Jeannette Erena Kristy Tampi selaku Marketing Communication Division Head OCBC, Inggit Primadevi selaku Director Strategic Analytics & Insights NielsenIQ Indonesia, serta content creator, Lutfi Afansyah, yang mewakili suara generasi muda.

Tak hanya diskusi, acara juga disemarakkan dengan penampilan spesial dari grup musik Barasuara, yang membuat suasana semakin hidup dan meriah.

Dalam pemaparan hasil riset, skor Financial Fitness Index Indonesia 2025 tercatat 40,60, turun dari 41,25 pada 2024. Angka ini menjadi penurunan pertama sejak empat tahun terakhir dan menunjukkan kesehatan finansial masyarakat Indonesia masih jauh dari kata ideal.

“Skor ini seperti rapor finansial generasi muda. Sayangnya, kondisinya masih remedial,” ujar Inggit Primadevi, Jumat (12/9/2025).

Sebagai pembanding, Singapura telah mencatat skor di kisaran 60–70 sejak lima tahun lalu. Artinya, masih ada jarak besar yang harus dikejar oleh generasi muda Indonesia untuk bisa setara dalam hal kesehatan finansial.

Catatan Merah

Hasil survei memperlihatkan sejumlah catatan merah yang patut menjadi perhatian. Meski 89 persen generasi muda masih rutin menabung, angka ini menurun dari 92 persen tahun lalu. Penurunan lebih besar terlihat pada kelompok berpendapatan menengah 5–15 juta rupiah per bulan.

Situasi lebih mengkhawatirkan terjadi pada kepemilikan dana darurat. Hanya 19 persen responden yang memiliki dana darurat jika kehilangan pekerjaan, padahal pada 2024 jumlahnya masih 25 persen. Padahal, dana darurat sempat menjadi prioritas ketika pandemi Covid-19 melanda.

“Yang paling memprihatinkan adalah penurunan dana darurat. Padahal saat pandemi, kesadaran ini justru meningkat. Artinya, perlu ada dorongan lagi agar anak muda lebih siap menghadapi krisis,” jelas Jeannette Erena Kristy Tampi dari OCBC.

Selain itu, kemampuan mengelola utang juga ikut menurun. Tahun lalu, 97 persen responden masih bisa membayar cicilan kartu kredit atau pinjaman tepat waktu. Tahun ini, angkanya turun menjadi 93 persen.

Masalah lain adalah pencatatan keuangan. Sebanyak 77 persen responden mengaku belum melakukan pencatatan rutin, meski angka ini sedikit membaik dibanding 81 persen tahun lalu. Tanpa pencatatan, banyak anak muda hanya mengecek saldo di akhir bulan dan kaget karena dana sudah terkuras.

FOMO Mulai Berkurang

Meski banyak indikator yang menurun, survei juga menemukan sinyal optimistis. Fenomena FOMO (fear of missing out) dalam mengikuti gaya hidup mulai berkurang, dari 80 persen pada 2024 menjadi 76 persen tahun ini. Hal ini menandakan semakin banyak anak muda yang berani berkata “tidak” untuk sekadar ikut arus pergaulan.

Investasi juga mulai menjadi perhatian. Kepemilikan emas batangan meningkat dari 2 persen menjadi 6 persen, meski 95 persen investor mengaku belum memahami produk emas online. Kepemilikan investasi kompleks seperti reksa dana, saham, forex, hingga crypto juga naik dari 2 persen menjadi 4 persen.

Lebih jauh, kesadaran menyiapkan masa depan melalui dana pensiun juga meningkat. Sebanyak 29 persen generasi muda sudah mulai menyiapkan dana pensiun, naik dari 25 persen tahun lalu. Peningkatan ini terutama datang dari kelompok “generasi sandwich” yang ingin memutus rantai beban finansial agar tidak berlanjut ke anak mereka kelak.

Perlunya Perubahan Pola Pikir

Content creator, Lutfi Afansyah, hadir sebagai pembicara perwakilan Gen Z menyoroti fenomena mindless spending yang masih kerap dilakukan generasi muda. Ia menyebut banyak teman sebayanya lebih rela mengeluarkan uang untuk hal-hal impulsif ketimbang menyiapkan dana darurat.

“Dana darurat untuk padel atau donat viral itu lebih relate ketimbang dana darurat beneran,” ujarnya, yang disambut tawa audiens.

Namun di balik guyonan itu, Lutfi menekankan perlunya perubahan pola pikir di kalangan anak muda. Menurutnya, harus ada “collective awakening” atau kesadaran bersama agar generasi Z lebih serius memahami literasi finansial.

“Kalau cuma sekadar sadar itu belum cukup. Harus ada gerakan bersama supaya teman-teman di generasi saya benar-benar mau mengatur keuangan dengan lebih bijak,” tambahnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |