Liputan6.com, Jakarta - Jika mampu dan sempat, segeralah mengunjungi Raja Ampat, Papua Barat Daya. Nikmati keindahan wilayah yang mendapat julukan "surga terakhir di bumi" ini. Arungi segera Pulau Misool, Laguna Bintang, hingga Air Terjun Kiti-Kiti yang mengalir langsung ke pantai.
Kata "segeralah" memang patut digarisbawahi, karena bisa saja dalam beberapa tahun ke depan, keindahan gugusan pulau hijau di Raja Ampat yang masuk dalam UNESCO Global Geopark kemungkinan besar bakal sirna.
Laut biru bak kaca akan tergantikan oleh air keruh nan cokelat. Gugusan bukit-bukit hijau akan berubah menjadi hamparan tanah liat.
Hal ini terjadi karena beroperasinya tambang nikel di Raja Ampat. Tercatat, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah itu.
Dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yakni PT Gag Nikel dengan izin operasi produksi sejak 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin operasi produksi sejak 2013.
Tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Raja Ampat, yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP yang diterbitkan pada 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP yang diterbitkan pada 2013, dan PT Nurham dengan IUP yang diterbitkan pada 2025.
Adanya tambang nikel di Raja Ampat ini terungkap dan menjadi pembicaraan banyak orang ketika aktivis lingkungan melakukan aksi dalam acara Indonesia Critical Mineral Conference & Expo 2025, yang berlangsung di Jakarta pada 3 Juni 2025.
Mereka membentangkan poster bertuliskan kalimat protes seperti "What’s the True Cost of Your Nickel?", "Nickel Mines Destroy Lives", hingga "Save Raja Ampat from Nickel Mining".
“Save Raja Ampat!” teriak Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik.
Ratusan hektare
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, menjelaskan bahwa berdasarkan analisis citra satelit, deforestasi di Pulau Gag—tempat PT Gag Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (Antam), beroperasi sejak 2017 hingga 2024—telah mencapai 262 hektare (ha).
"Angka ini belum mencakup kerusakan wilayah pesisir akibat sedimentasi bekas galian tambang, kerusakan terumbu karang akibat lumpur yang terbawa arus laut, serta pantai-pantai yang kini tertutup lumpur karena lalu-lalang kapal tongkang pengangkut nikel," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (9/6/2025).
Melky juga menyoroti respons pemerintah terkait kekhawatiran publik mengenai dampak tambang terhadap pariwisata Raja Ampat.
Menurutnya, pemerintah seharusnya menunjukkan kepedulian yang lebih besar terhadap keterkaitan antara ekologi dan ekonomi berkelanjutan di Raja Ampat.
Bukan hanya pemerintah pusat, Melky juga mengkritisi peran pemerintah daerah yang seharusnya ikut menjaga kelestarian lingkungan di Pulau Gag.
Lima Tuntutan
Melky menegaskan bahwa JATAM menuntut lima hal. Pertama, mencabut semua regulasi yang melegalkan tambang di pulau kecil, termasuk Undang-Undang Mineral dan Batubara serta aturan turunannya.
Kedua, menyusun perlindungan hukum yang tegas dan tanpa celah untuk pulau-pulau kecil. Ketiga, menghapus semua rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang mengakomodasi kepentingan tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.
Keempat, menghentikan, mengevaluasi, mengaudit, serta mencabut seluruh izin tambang di pulau-pulau kecil yang sudah terlanjur dieksploitasi. Kelima, berhenti menerbitkan izin tambang baru di pulau kecil Indonesia.
Ia pun mengungkapkan fakta mencengangkan lainnya. Ternyata Pulau Gag hanya satu dari 35 pulau kecil di Indonesia yang ditambang. Ironisnya, seluruhnya mendapat izin negara dan atas nama pembangunan, tak sedikit yang mengatasnamakan pembangunan hijau.
Ia mencatat, saat ini terdapat 195 izin pertambangan dengan luas total konsesi 351.933 hektare yang mencaplok 35 pulau kecil di Indonesia. Padahal, pertambangan di pulau kecil merupakan petaka bagi masyarakat dan seluruh kehidupan di dalamnya.
Para Menteri Langsung Turun Tangan
Setelah kabar adanya tambang nikel di Raja Ampat ramai diperbincangkan, sejumlah menteri langsung turun tangan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memutuskan untuk menghentikan sementara operasi pertambangan nikel dari PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
"Kami untuk sementara, kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan," ujar Bahlil dalam jumpa pers di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (5/6/2025).
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Ade Triaji Kusumah, menyampaikan bahwa Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, telah memberikan arahan tegas untuk tidak menerbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) baru di Raja Ampat.
"Sebagai bentuk respons atas kekhawatiran terhadap potensi degradasi lingkungan di kawasan bernilai konservasi tinggi seperti Raja Ampat, Menteri Kehutanan telah menginstruksikan penghentian sementara penerbitan PPKH baru. Intinya, yang baru kita hentikan, yang lama kita evaluasi dan awasi ketat," kata Ade, Kamis (5/6/2025).
Kementerian Kehutanan memprioritaskan perlindungan kawasan ini. Langkah tersebut sejalan dengan komitmen Indonesia dalam pelestarian keanekaragaman hayati dan penguatan peran masyarakat adat serta lokal sebagai penjaga hutan secara berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, juga angkat bicara. Menurutnya, PT Gag Nikel (GN) yang melakukan penambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah mengantongi perizinan lengkap.
"Segala perizinannya sudah lengkap dari PT GN ini, jadi mulai IUP, kemudian persetujuan lingkungan, termasuk pinjam pakai, karena hampir seluruh areal di Kabupaten Raja Ampat ini merupakan kawasan hutan. Termasuk PT GN ini secara status berada di kawasan hutan lindung," kata Hanif saat jumpa pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Hasil Kunjungan Bahlil ke Lapangan
Bahkan, Menteri Bahlil pun langsung mengunjungi tambang nikel di Raja Ampat. Pada Sabtu (7/6/2025), Bahlil dan sejumlah pejabat Kementerian ESDM merapat ke tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Kunjungan singkat ini untuk melihat situasi operasi tambang, dan menindaklanjuti keresahan publik atas dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.
"Saya itu datang ke sini untuk mengecek langsung aja kepada seluruh masyarakat, dan teman-teman sudah lihat dan saya juga melihat secara objektif apa sebenarnya yang terjadi dan hasilnya nanti dicek oleh tim saya (inspektur tambang)," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa tidak ditemukan masalah di wilayah tambang. "Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah," tuturnya.
Meski demikian, Tri sudah menurunkan tim Inspektur Tambang, untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat. Guna mengevaluasi secara menyeluruh, untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.
"Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga tapi nanti kita tetap report-nya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa, terus kemudian nanti kita hasil dari evaluasi yang kita lakukan dari laporan Inspektur Tambang kemudian kita eksekusi untuk seperti apa nanti," ungkapnya.
Antam Akui Taati Prosedur
Direktur Pengembangan Usaha Antam, I Dewa Wirantaya mengatakan, PT Gag Nikel selaku anak perusahaan Antam, memastikan bahwa perusahaan menjalankan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice). Dengan menaati prosedur teknis, lingkungan, dan peraturan-peraturan yang berlaku terhadap pengelolaan area pertambangan di Pulau Gag.
"Seperti kita saksikan bersama, semua stakeholder bisa melihat di sini kita melakukan ketaatan reklamasi, penahan terhadap air limpahan tambang dan sebagainya. Tentunya harapan kita, kehadiran PT GAG Nikel di sini bisa memberikan nilai tambah, selain sebagai entitas bisnis, sebagai BUMN, kita juga sebagai agent of development memberikan nilai tambah bagi stakeholder, terutama masyarakat yang ada di Pulau Gag ini," bebernya.
Hasil evaluasi di lapangan mengungkapkan, terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham.
Di sisi lain, PT Gag Nikel juga memastikan perusahaan akan terus kooperatif dan menegakan prinsip Good Mining Practices dalam operasional tambang. Apalagi, PT Gag Nikel merupakan kepanjangan tangan pemerintah, karena merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tepis Tuduhan
Plt Presiden Direktur, Gag Nikel, Arya Arditya mengatakan pihaknya siap mendukung langkah Menteri LH dalam melakukan pendalaman terhadap upaya pemulihan lingkungan yang selama ini telah dilakukan oleh Gag Nikel.
Arya menyayangkan berita hoax yang beredar PT Gag Nikel telah merusak Pulau Gag. Kami sudah melakukan berbagai hal dalam melaksanakan operasional berkelanjutan agar tidak merusak Pulau Gag.
“PT Gag Nikel telah menerapkan prosedur sesuai standar pertambangan yang berlaku. Prosedur yang telah dijalankan yaitu mengoperasikan sistem drainase, sump pit, dan kolam pengendapan untuk menampung air larian,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (9/6/2025).
Arya menjelaskan sejarah penambangan nikel di Pulau Gag bahkan sudah berlangsung lebih lama dibanding popularitas Raja Ampat sebagai destinasi wisata.
Secara geologis, wilayah ini dipengaruhi oleh Sesar Sorong di utara merupakan kerak Samudra Pasifik, di selatan kerak Benua Australia sehingga mineral nikel terbentuk melalui proses lateritisasi pada singkapan kerak samudra.
Arya memastikan area tambang sama sekali tidak masuk dalam batas resmi Geopark Raja Ampat. Berdasarkan data resmi Geopark Raja Ampat, kawasan ini mencakup empat pulau utama yaitu Waigeo (termasuk Kepulauan Wayag di ujung utara), Batanta, Salawati, dan Misool. Karena Pulau Gag berada cukup jauh dari keempat pulau tersebut, kegiatan pertambangan PT Gag Nikel dipastikan tidak berada di zona Geopark Raja Ampat.
"Proses pengolahan air limbah dilakukan melalui lima kompartemen sebagai filter dan tampungan sedimentasi, semua air atau limpasan hasil hujan itu sebelum masuk ke badan sungai kita endapkan terlebih dahulu melalui lima kolam, dan kita lakukan pengukuran Total Suspended Solids (TSS) setiap hari, setelah sesuai dengan ketentuan yang berlaku baru kita keluarkan,” tegas Arya.
Dihembuskan oleh Asing?
Menteri Bahlil menduga ada kepentingan asing di balik kegaduhan yang mencuat, terutama karena proyek tersebut berkaitan dengan program hilirisasi nasional.
"Di saat bersamaan dalam berbagai kesempatan, saya katakan bahwa ada pihak-pihak asing yang tidak senang atau kurang berkenang dengan proyek hilirisasi ini," ujar Bahlil dalam konferensi pers.
Bahlil menjelaskan, tambang nikel di Pulau Gag dikelola PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam, yang sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak 2017. “Jadi, dan IUP-nya itu sekali lagi, IUP produksinya 2017. Saya masih Ketua Umum HIPMI Indonesia. Ketua Umum BPP HIPMI,” tegasnya.
Hal yang sama juga diungkap oleh Jenderal Himpunan Pengusaha Mudah Indonesia (Hipmi), Anggawira. Dia menduga, isu lingkungan di tambang nikel Raja Ampat berkaitan dengan kepentingan pihak asing.
Dia menegaskan, narasi tersebut tak boleh menggiring opini publik."Framing negatif terhadap tambang nasional bisa menggerus citra investasi, daya saing, dan stabilitas kebijakan hilirisasi. Kita tidak boleh membiarkan narasi eksternal menggiring opini publik secara tidak berimbang," ujar Anggawira dalam keterangannya, diterima Liputan6.com, Senin (9/6/2025).
“Jangan sampai kita dikendalikan opini luar, sementara mereka di negaranya sendiri menjalankan praktik tambang yang jauh dari prinsip keberlanjutan,” sambung dia.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara (ASPEBINDO) ini mengatakan industri tambang tak bisa lagi dilihat sebagai aktivitas ekonomi konvensional. Menurutnya, tambang kini berperan strategis dalam rantai pasok global untuk teknologi masa depan.
"Kita tidak sedang membicarakan tambang dalam konteks lama. Ini tentang nikel dan tembaga sebagai kunci baterai, kendaraan listrik, energi bersih, dan digitalisasi global. Tanpa kontribusi Indonesia, dunia akan kesulitan," ujar Anggawira.
Anggota Komisi XII DPR RI, Christiany Eugenia Paruntu, meminta semua pihak untuk menyikapi isu tambang nikel di Raja Ampat secara objektif dan tidak terburu-buru dalam menarik kesimpulan.
Ia menilai keputusan penghentian sementara yang dilakukan Kementerian ESDM merupakan langkah kehati-hatian yang perlu didukung dengan proses verifikasi yang menyeluruh.
Menurut Christiany, maraknya opini dan tekanan publik pasca munculnya dugaan kerusakan lingkungan di Pulau Gag harus dijaga agar tidak berkembang menjadi narasi yang merugikan agenda hilirisasi nasional.
Dia mengingatkan bahwa proses verifikasi oleh pemerintah perlu diberi ruang, agar kebijakan yang diambil tetap adil, akurat, dan tidak terjebak dalam tekanan opini.
Saran Pakar
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar meminta pemerintah tegas dalam melihat persoalan tambang nikel di Raja Ampat. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan, tak sebatas klaim perusahaan menjalankan prinsip Environmental, Social, Governance (ESG).
Bisman menyampaikan langkah penghentian sementara operasional tambang nikel di Raja Ampat merupakan tindakan tepat. Tapi, perlu penindakan lebih serius jika terbukti ada pelanggaran.
"Langkah pemerintah stop sementara operasi tambang tersebut sudah tepat. Namun Pemerintah tidak boleh ragu untuk menghentikan dan mencabut izin pertambangan jika terbukti kegiatan usaha tersebut melanggar UU tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil dan juga UU LH yang juga telah ditegaskan oleh Putusan MK tahun 2023," ungkap Bisman saat dihubungi Liputan6.com, Senin (9/6/2025).
Dia meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi atas operasi pertambangan di Raja Ampat secara menyeluruh. Mulai dari proses penerbitan izin sampai dengan pengawasan operasi pertambangan. Termasuk juga implementasi good mining practice, penerapan ESG serta upaya reklamasi lahan.
Cabut Permanen
Sedangkan pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pemerintah mencabut permanen izin tambang di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menyusul ramainya perbincangan soal dampak penambangan nikel di wilayah tersebut.
Fahmy memandang, setiap kegiatan pertambangan akan merusak lingkungan dan ekosistem di wilayah tersebut. Terlebih jika para penambang juga mengabaikan reklamasi pascatambang.
"Untuk penambangan Raja Ampat, meski dengan reklamasi sekali pun, sudah pasti akan merusak alam geopark yang merupakan ekosistem destinasi wisata Raja Ampat," tegas Fahmy dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Senin (9/6/2025).
Dia pun meminta seluruh aktivitas tambang nikel di Raja Ampat bisa dihentikan total. Kemudian, dia meminta pemerintah tidak lagi menerbitkan izin tambang di kawasan tersebut.
"Menurut saya semua penambangan di Raja Ampat dan sekitarnya harus dihentikan secara permanen. Jangan ada lagi izin penambangan selamanya," pintanya.