Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Mata Uang & Komoditas, Ibrahim Assuaibi, memproyeksikan harga emas dunia kembali mengalami penguatan pada pekan depan.
Logam mulia ini berpotensi menembus level tertinggi di kisaran USD 3.400 per ons pada awal pekan. Bahkan secara mingguan, ia menilai harga emas berpeluang menuju USD 3.450 per ons.
"Harga emas dunia dalam minggu depan kemungkinan besar akan kembali mengalami penguatan pada Senin. Kemungkinan akan menyentuh di level tertingginya, di level USD 3.400-an. Kemudian kalau saya melihat secara mingguan, kemungkinan besar akan menuju di level USD3.450,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Minggu (24/8/2025).
Salah satu faktor pendorong utama datang dari kebijakan moneter Amerika Serikat. Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (The Fed) memberi sinyal kemungkinan penurunan suku bunga meski inflasi masih menjadi ancaman.
Langkah ini menjadi angin segar bagi investor yang kembali memburu emas sebagai aset lindung nilai.
"Apa indikator yang mempengaruhi harga emas dunia mengalami penguatan. Salah satunya adalah tentang komentar dari Bank Sentral Amerika Serikat yang kemungkinan besar ada indikasi Bank Sentral Amerika Serikat akan menurunkan suku bunga walaupun melihat kondisi yang sedang terjadi saat ini,” ujarnya.
Komentar Bank Sentral AS
Selain itu, tekanan politik juga mempengaruhi arah kebijakan tersebut. Presiden AS, Donald Trump, disebut terus mendesak The Fed agar menurunkan suku bunga demi meredam dampak perang dagang. Kondisi ini memperkuat keyakinan pasar bahwa harga emas masih memiliki ruang kenaikan signifikan.
"Tetapi kita melihat bahwa adanya tekanan dari Trump, Bank Sentral Amerika untuk merenungkan suku bunga, ini pun juga membawa angin segar bagi para investor untuk kembali melakukan pembelian terhadap logam mulia sebagai safe heaven,” ujarnya.
Menurut Ibrahim, dalam kondisi ketidakpastian seperti saat ini, emas kembali dipandang sebagai pilihan paling aman bagi investor. Karakteristiknya yang tahan terhadap inflasi dan volatilitas membuat logam mulia ini menjadi instrumen lindung nilai utama.
Geopolitik Timur Tengah dan Eropa Jadi Sentimen Penguat
Selain faktor kebijakan moneter, tensi geopolitik juga memberikan dorongan tambahan terhadap harga emas. Ibrahim menyoroti situasi di Timur Tengah, khususnya terkait langkah Israel menguasai seluruh wilayah Jalur Gaza yang menuai kecaman dunia internasional. Konflik ini meningkatkan risiko regional dan memperkuat minat investor terhadap emas.
"Kita melihat tentang masalah geopolitik. Ini pun juga terus memanas. Terutama adalah di Timur Tengah dan di Eropa. Kita kembali ke Timur Tengah, di mana parlemen yang menyetujui untuk menguasai sebagian wilayah,” ujarnya.
Negara-negara tetangga seperti Mesir, Yordania, dan Lebanon ikut merasakan dampak eskalasi konflik, sementara kelompok perlawanan seperti Hamas menambah ketidakpastian keamanan kawasan. Kondisi ini menciptakan keresahan global, sehingga emas kembali diposisikan sebagai safe haven.
Sentimen Harga Emas Lainnya
Di Eropa, tensi antara Rusia dan Ukraina juga belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Rusia menegaskan syarat perdamaian dengan tetap menguasai wilayah yang sudah dicaplok, sekaligus menolak keanggotaan Ukraina di NATO. Hal ini membuat stabilitas Eropa masih dalam bayang-bayang ketegangan.
Kombinasi Perang Dagang dan Data Ekonomi AS
Faktor lain yang turut menopang proyeksi penguatan emas adalah perkembangan perang dagang. Meski sejumlah negara telah mencapai kesepakatan dengan Amerika, tensi perdagangan masih bisa meningkat sewaktu-waktu. Hal ini menciptakan volatilitas tambahan di pasar keuangan global.
Di sisi lain, pekan depan juga akan diramaikan dengan rilis sejumlah data ekonomi Amerika Serikat. Data ini akan menjadi acuan pasar dalam memprediksi langkah The Fed ke depan. Jika data menunjukkan pelemahan, maka peluang penurunan suku bunga semakin besar, sehingga mendukung penguatan emas.
"Kita juga melihat bahwa di minggu depan pun juga akan ada satu pertemuan, terutama adalah bank sentral, kemudian data ekonomi di Amerika, kemudian masalah perang dagang, ini pun juga bisa membuat tensi perang dagang juga kembali memanas,” pungkasnya.