Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto membidik pertumbuhan ekonomi tembus 5,4% pada 2026. Ekonom menilai, pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan investasi.
Ekonom BCA David Sumual menuturkan, pertumbuhan investasi harus digenjot untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,4% pada 2026.
"Kita harus dorong incremental capital output ratio/ICOR ke arah 3-4 seperti negara tetangga, dari posisi sekarang di atas 6,” ujar David saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (17/8/2025).
Ia menambahkan, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi itu perlu mendorong efisiensi dan produktivitas sehingga membaik. Ini tercermin dari turunnya ICOR yang dapat signifikan mendorong produk domestik bruto (PDB). Adapun ICOR tersebut merupakan perbandingkan antara investasi dan output atau PDB yang dihasilkan.
David mengatakan, semakin rendah ICOR berarti ekonomi negara itu semakin efisien dan produktif untuk memanfaatkan investasi.
Respons Ekonom soal Defisit
Sedangkan mengenai target untuk menekan defisit bahkan tidak ada defisit pada 2027, David menilai, hal itu sulit dalam jangka pendek karena dipengaruhi utang dan belanja. "Nafsu belanja dan pembayaran utang lebih tinggi dari penerimaan negara apalagi harga komoditas lagi menurun,” kata dia.
Indonesia Bidik Pertumbuhan Ekonomi 5,4%, Pengusaha Ingatkan Hal Ini
Sementara itu, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai, target pertumbuhan ekonomi 2026 mencapai 5,4% perlu dilihat dengan optimisme. Akan tetapi, hal itu perlu hati-hati karena masih ada ketidakpastian global.
Shinta juga mengingatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 tergantung sejumlah hal. Pertama, kecepatan realisasi investasi. Kedua, efektivitas transmisi fiskal dari belanja prioritas pemerintah. Ketiga, ketahanan dalam menjaga daya beli masyarakat dan penguatan ekspor.
"Selain itu, sejumlah catatan yang masih menjadi tantangan domestik bagi pelaku usaha tetap perlu menjadi perhatian di antaranya bagaimana menciptakan iklim investasi yang kondusif dan kompetitif untuk menarik investasi masuk ke Indonesia,” ujar Shinta saat dihubungi Liputan6.com.
Adapun menurut Shinta, hal itu termasuk menyelesaikan cost of doing di Indonesia yang masih relatif tinggi, terutama di energi, logistik, pembiayaan hingga suku bunga pinjaman serta cost of compliance dalam hal regulasi dan perizinan.
Pengusaha: APBN Jadi DNA Pertumbuhan Nasional
“Kami juga menyoroti perlunya peningkatan produktivitas yang menjadi salah satu faktor dalam mempercepat realisasi investasi,” tutur dia.
Shinta mengatakan, APBN adalah DNA pertumbuhan nasional yang menentukan arah ekonomi, prioritas pembangunan dan distribusi sumber daya.
“Namun, DNA yang kuat saja tidak cukup tanpa kehadiran co-factor berupa sinergi strategis antara pemerintah dan sektor swasta,” kata dia.
Shinta menuturkan, APBN mengatur dua hal krusial yakni bagaimana menghimpun penerimaan dan bagaimana mendistribusikan sumber daya. Ia menuturkan, dunia usaha mendukung reformasi perpajakan berbasis data dan risiko melalui sistem Coretax, tetapi menekankan pentingnya kepastian hukum, transparansi dan konsistensi.
“APINDO memandang pemerintah juga perlu menggali potensi penerimaan baru, seperti dari sektor shadow economy yang mencakup sekitar 23,8% PDB,” kata dia.
Pengusaha Sambut Sinergi
Ia mengatakan, APINDO menyambut sinergi pemerintah dan dunia usaha di tengah berbagai tantangan yang ada untuk mencapai target pertumbuhan itu. Hal ini melalui Indonesia Incorporated di mana dunia usaha senantiasa terus memberikan masukan berbasis data lapangan yang menjadi perhatian pemerintah.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4% yang didasari pengelolaan fiskal yang sehat dengan diikuti transformasi ekonomi nasional.
"Dengan pengelolaan fiskal yang sehat, disertai dengan efektivitas transformasi ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2026 ditargetkan mencapai 5,4 persen atau lebih," kata Prabowo dalam Penyampaian RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan pada Sidang Paripurna DPR RI, di Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Tingkat Inflasi
Kemudian, tingkat inflasi akan dijaga di level 2,5 persen, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun di kisaran 6,9 persen, nilai tukar berada di kisaran Rp16.500 per dolar Amerika Serikat (AS).
Prabowo Subianto juga menargetkan pengangguran terbuka pada 2026 terus turun ke 4,44 persen hingga 4,96 persen. Angka kemiskinan ditargetkan turun pada kisaran 6,5 persen hingga 7,5 persen.
"Rasio Gini turun ke 0,377 hingga 0,380, serta Indeks Modal Manusia sebesar 0,57. Selain itu, Indeks Kesejahteraan Petani dan penciptaan lapangan kerja formal ditargetkan meningkat," tutur dia.