Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu perang dagang global dengan mengancam akan mengenakan tarif tambahan 100% untuk barang-barang China. Ini akan menambah tarif 30% yang sudah ada, sehingga totalnya menjadi 130%. Kebijakan mengejutkan ini berlaku mulai 1 November atau lebih cepat.
Ancaman ini adalah peningkatan besar setelah kedua negara sempat berdamai dan menurunkan tarif satu sama lain beberapa bulan lalu.
Dikutip dari CNN, Senin (13/10/2025), pada Jumat sore, Trump mengumumkan di media sosialnya, Truth Social, bahwa Amerika Serikat akan mengenakan "Tarif 100% untuk China, di atas Tarif apa pun yang saat ini mereka bayarkan."
Dia juga menambahkan bahwa pada 1 November, AS akan memberlakukan kontrol ekspor untuk "semua perangkat lunak penting."
Keputusan Trump ini dipicu oleh langkah Beijing yang memperketat kontrol ekspor atas logam tanah jarang yang sangat penting. Logam ini dibutuhkan untuk memproduksi banyak barang elektronik.
Akibat ketegangan ini, Trump tampaknya telah membatalkan rencana pertemuan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping yang seharusnya diadakan di Korea Selatan akhir bulan ini.
Reaksi Pasar dan Kenangan Buruk
Ancaman awal Trump pada hari Jumat, mengenai tarif baru yang "besar-besaran," disambut buruk oleh para investor. Mereka khawatir akan terulang kembali kejadian musim semi sebelumnya, ketika tarif atas barang China melonjak hingga 145% (sebuah angka yang sangat tinggi).
Pasar saham langsung jatuh tajam pada hari Jumat:
- Dow Jones turun 878 poin (1,9%).
- S&P 500 turun 2,7%.
- Nasdaq (yang banyak berisi saham teknologi) anjlok 3,5%.
Meskipun Trump tidak selalu menindaklanjuti semua ancamannya, pelaku bisnis, investor, dan konsumen tetap cemas.
Mengapa Ini Penting? Ketergantungan Dua Raksasa Ekonomi
Amerika Serikat dan Tiongkok adalah dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia yang saling bergantung:
- AS mengimpor barang senilai ratusan miliar dolar dari Tiongkok (termasuk elektronik, pakaian, dan furnitur).
- Tiongkok adalah salah satu pasar ekspor utama bagi Amerika.
Sebelumnya, Trump pernah mendesak para CEO, terutama di bidang teknologi, untuk memindahkan produksi ke AS, tetapi dia sempat melunak karena banyak perusahaan mengumumkan investasi besar di sektor manufaktur AS.
Kilasan Balik Perang Tarif Sebelumnya
Dampak tarif tinggi sangat terasa, bahkan oleh pemerintahan Trump sendiri. Setelah sempat mengenakan tarif hingga 145% pada barang China (yang hampir seperti larangan dagang total), Trump akhirnya memberikan pengecualian untuk barang elektronik, yang kemudian dikenakan tarif 20%. Ini menunjukkan bahwa pemerintah menyadari kerugian yang ditimbulkan oleh tarif yang sangat tinggi.
Bulan Mei lalu, kedua negara sepakat untuk menurunkan tarif dan mengurangi ketegangan:
- China menurunkan tarif ekspor AS dari 125% menjadi 10%.
- AS menurunkan tarif Tiongkok dari 145% menjadi 30%.
Kesepakatan ini membuat pasar saham kedua negara menguat.
Permusuhan yang Sudah Lama Membara
Trump mengklaim permusuhan dagang ini "muncul tiba-tiba," padahal masalah ini sudah berlarut-larut. Salah satu poin penting dalam perjanjian damai adalah janji Tiongkok untuk meningkatkan pasokan magnet tanah jarang. Trump berulang kali menuduh Tiongkok melanggar janji ini.
Ketegangan yang terjadi belakangan ini termasuk:
- Pembatasan teknologi: Trump pernah membatasi penjualan teknologi Amerika, termasuk chip AI Nvidia, ke Tiongkok (meskipun banyak yang kemudian dicabut).
- Tarif kapal: Pemerintahan Trump mengumumkan akan mengenakan biaya pada barang yang diangkut oleh kapal milik Tiongkok, yang dibalas Tiongkok dengan rencana serupa terhadap kapal Amerika.
Intinya, Trump telah menunjukkan ia bisa mengenakan tarif setinggi apa pun, dan Presiden Xi siap membalas tanpa belas kasihan.
Meskipun kekuatan Trump untuk terus menaikkan tarif tanpa batas bisa segera dibatasi (menunggu putusan Mahkamah Agung bulan depan), Presiden Xi tidak menghadapi kendala domestik seperti itu.