Pengusaha Harap Pemerintah Bijak Jawab Keluhan AS Soal Mangga Dua

8 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ikut buka suara terhadap keluhan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait kehadiran QRIS dan barang bajakan di Pasar Mangga Dua yang dinilai menghambat perdagangan RI-AS.

Sekretaris Jenderal HIPMI, Anggawira mengungkapkan bahwa dunia usaha di Indonesia memandang perlu ada penjelasan yang berimbang dan langkah diplomasi yang proporsional terkait laporan Pemerintah AS yang menyoroti QRIS dan peredaran barang palsu di Mangga Dua.

Menurutnya, pengusaha melihat QRIS dan GPN bukan sebagai hambatan, melainkan upaya kedaulatan digital di sektor keuangan dalam negeri.

“QRIS dan GPN merupakan bagian dari upaya Indonesia membangun sovereign payment ecosystem yang inklusif, efisien, dan aman. Dunia usaha justru mengapresiasi langkah BI karena telah memperluas inklusi keuangan UMKM dan mempercepat digitalisasi ekonomi nasional,” ungkap Angga kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Selasa (22/4/2025).

“Tudingan bahwa sistem ini tidak kompatibel dengan global payment system perlu dilihat secara adil, saat negara-negara maju juga mengembangkan sistem pembayaran domestik mereka (misal, India dengan UPI, China dengan UnionPay), Indonesia punya hak yang sama. Bila perusahaan asing ingin berintegrasi, BI terbuka selama prinsip keberlanjutan, keamanan data, dan keadilan ekonomi dijaga,” imbuhnya.

Terkait peredaran barang bajakan/palsu yang dinilai mengganggu Hak Kekayaan Intelektual produk-produk AS, Angga melihat isu tersebut telah lama menjadi sorotan.

“Dunia usaha menginginkan ekosistem yang sehat dan kompetitif, dan peredaran produk ilegal jelas merugikan pelaku industri dalam negeri,” ucapnya.

“Namun penanganannya tidak bisa hanya dilakukan satu arah. AS perlu juga mendorong kerja sama teknis dan berbagi teknologi product authentication agar penegakan hukum kita bisa lebih kuat,” sambungnya.

Sederet Keluhan AS Soal QRIS dan Barang Palsu di Mangga Dua

Sebagai informasi, Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Kantor Perwakilan Dagang (USTR) menyoroti Sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Hal itu tertuang dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis akhir Maret 2025.

USTR menyebut, penerapan QRIS yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 berpotensi membatasi ruang gerak perusahaan asing untuk bersaing di pasar pembayaran digital Indonesia.

"Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatirannya karena selama proses penyusunan kebijakan kode QR oleh BI," tulis USTR dalam laporannya, dikutip Liputan6.com, Senin (21/4/2025).

Laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis pada akhir Maret 2025 juga menunjukkan, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) menilai pasar Mangga Dunia masih menjadi lokasi utama peredaran barang bajakan dan produk palsu.

USTR menyatakan Indonesia tetap berada dalam Priority Watch List berdasarkan Special 301 Report tahun 2024.

"Pasar Mangga Dua di Jakarta masih tercantum dalam Tinjauan 2024 tentang Pasar Ternama untuk Pemalsuan dan Pembajakan (Notorious Markets List), bersama dengan beberapa marketplace daring asal Indonesia,” tulis USTR, dikutip Senin (21/4).

Harapan Pengusaha

Melihat situasi tersebut, Angga menyarankan, pemerintah Indonesia perlu memperkuat penindakan di lapangan secara konsisten, memberi insentif bagi UMKM untuk beralih ke produk legal, serta mengoptimalkan edukasi konsumen soal risiko membeli barang bajakan.

Solusi lainnya, mencakup langkah diplomatik dan praktis.

“Kami menyarankan pemerintah: Mengambil langkah diplomatik proaktif untuk menjelaskan tujuan nasional dari QRIS dan GPN, sembari membangun saluran dialog dengan perusahaan teknologi pembayaran dari AS,” tulis Angga. Menurutnya, penting juga untuk meningkatkan kerja sama bea cukai dan pengawasan barang ilegal dengan melibatkan pelaku usaha dan mitra internasional, serta mengembangkan joint taskforce yang melibatkan dunia usaha dan negara mitra untuk memverifikasi tuduhan-tuduhan yang seringkali bias dalam laporan unilateral.

lDunia usaha Indonesia siap untuk bertransformasi, berkolaborasi, dan berkompetisi secara sehat. Tapi kami juga berharap, kerja sama dagang Indonesia-AS dibangun di atas prinsip saling menghormati kedaulatan kebijakan domestik dan perlunya level playing field dalam perdagangan global,” tutupnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |