Pengamat Perbankan: Kritik AS ke QRIS Tunjukkan Benturan Dua Kepentingan

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan sistem pembayaran digital nasional seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) kembali menjadi sorotan, kali ini karena kritik dari Pemerintah Amerika Serikat.

Kritik tersebut menyoroti potensi pembatasan terhadap pembayaran asing dan menganggap kebijakan Indonesia sebagai bentuk proteksionisme digital.

Pengamat Perbankan, Prianto Budi, menilai perbedaan sudut pandang antara Amerika Serikat terhadap kebijakan layanan keuangan Indonesia wajar terjadi, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pemahaman, pengalaman, dan kepentingan masing-masing pihak.

"Setiap kebijakan publik pasti dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda. Masing-masing sudut pandang yang beragam tersebut didasari oleh perbedaan, yakni pemahaman, pengalaman, dan kepentingan," kata Prianto kepada Liputan6.com, Selasa (22/4/2025).

Dari perspektif pemerintah AS, sistem pembayaran global yang selama ini didominasi oleh pemain besar seperti Visa dan Mastercard menjadi standar yang semestinya diakomodasi. Maka tidak heran jika muncul anggapan bahwa QRIS dan GPN membatasi akses terhadap pasar pembayaran Indonesia.

Namun, pemerintah Indonesia memiliki pertimbangan lain yang tidak kalah penting. Salah satunya adalah keamanan data dan kedaulatan digital. Peluncuran QRIS dan GPN oleh Bank Indonesia didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat infrastruktur pembayaran nasional serta melindungi data transaksi dalam negeri dari potensi intervensi asing.

"Anggapan bahwa QRIS dan GPN membatasi pembayaran asing itu valid dari sudut pandang sistem pembayaran global menurut pemerintah AS. Akan tetapi, pandangan tersebut berbeda dari perspektif pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia berkepentingan terhadap keamanan data dan kedaulatan. Karena itu, pemerintah (khususnya BI) meluncurkan QRIS dan GPN," jelasnya.

Ketika dua kepentingan yang berbeda ini bertemu, jalan kompromi menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Pemerintah Indonesia perlu secara cermat mempertimbangkan dampak positif maupun negatif jika sistem pembayaran global diakomodasi untuk berdampingan dengan sistem lokal seperti QRIS dan GPN.

"Ketika dua kepentingan yang berbeda tersebut bertemu, biasanya akan muncul kompromi," ujarnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |