Pengamat: APBN Bisa Hemat Rp 170 Miliar Kalau DPR Bayar Pajak Sendiri

2 weeks ago 10

Liputan6.com, Jakarta - Polemik tunjangan dan fasilitas DPR kembali mengemuka setelah sorotan publik tertuju pada komponen PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, skema ini membuat pajak penghasilan anggota dewan tidak dibayar dari kantong pribadi, melainkan dari kas negara. Di tengah kondisi masyarakat yang terhimpit oleh kenaikan harga pangan, transportasi, hingga biaya hunian, isu ini dinilai mencederai rasa keadilan fiskal.

"Di saat yang sama, masyarakat menghadapi tekanan daya beli akibat harga pangan, transportasi, dan biaya hunian yang merangkak naik. Ketegangan empati fiskal pun tak terhindarkan ketika kantong rakyat kian sempit, mengapa pajak pribadi pejabat harus ikut dibiayai rakyat?," kata Achmad dikutip dari keterangannya, Kamis (21/8/2025).

Achmad mengatakan jika skema pajak ditanggung pemerintah dihapus, potensi penghematan APBN cukup signifikan. Untuk komponen “tunjangan PPh 21” sebesar Rp 2,699 juta per anggota DPR per bulan, negara bisa menghemat sekitar Rp18,79 miliar per tahun. Jumlah ini memang relatif kecil secara makro, tetapi besar secara simbolik karena menyangkut keadilan.

Pengamat: Pajak per Anggota Bisa Naik ke Rp 292,8 juta per Tahun

"Jika hanya komponen “Tunjangan PPh 21” DPR sebesar Rp 2,699 juta per bulan yang dihentikan, APBN menghemat sekitar Rp18,79 miliar per tahun (Rp2,699 juta × 12 × 580). Angka ini mungkin kecil secara makro, tetapi besar secara simbolik pesan bahwa keadilan fiskal dimulai dari pucuknya," jelasnya.

Perhitungan lebih besar terlihat saat seluruh PPh 21 dipotong dari gaji dan tunjangan anggota DPR. Dengan penghasilan rata-rata Rp51,4 juta per bulan, pajak yang seharusnya dibayarkan masing-masing anggota mencapai sekitar Rp112,8 juta per tahun. Jika dikalikan 580 anggota DPR, total penghematan bisa mencapai Rp65,4 miliar per tahun.

"Dengan PTKP lajang dan tarif progresif yang berlaku saat ini, PPh 21 per anggota kira-kira Rp 112,8 juta per tahun, sehingga untuk 580 anggota menjadi sekitar Rp 65,4 miliar per tahun," ujarnya.

Jumlah itu melonjak drastis jika wacana tunjangan rumah Rp50 juta per bulan dimasukkan dalam penghasilan kena pajak. Dalam skema tersebut, pajak per anggota bisa naik ke Rp 292,8 juta per tahun, sehingga totalnya mendekati Rp 170 miliar per tahun. Angka yang jelas sangat berarti bagi ruang fiskal negara.

Tak Seharusnya Pajak Pribadi Pejabat dialihkan ke APBN

Achmad mengakui, berdasarkan aturan yang berlaku, pejabat negara termasuk anggota DPR memang berhak atas mekanisme pajak ditanggung pemerintah. Namun, dalam konteks lonjakan penerimaan bulanan yang bisa menembus ratusan juta rupiah, publik menilai keistimewaan ini terlalu berlebihan.

"Polemik menghangat setelah komponen fasilitas bertambah, termasuk wacana tunjangan perumahan yang besar, sehingga total penerimaan bulanan dipersepsi publik menembus angka ratusan juta rupiah," ujarnya.

Ia menilai beban pajak pribadi pejabat mestinya tidak dialihkan ke APBN. Menurutnya, pola yang berjalan saat ini justru memicu ketegangan empati fiskal.

Hapus “Tunjangan PPh 21” sebagai Komponen Tersendiri

Achmad pun mengusulkan agar tunjangan PPh 21 DPR lebih baik dihapus saja. Hal tersebut bisa dilakukan melalui penyesuaian administrasi internal, dan mengirim sinyal kuat pajak pribadi bukan fasilitas.

"Tahap kedua, akhiri skema pajak ditanggung pemerintah bagi anggota DPR melalui perubahan regulasi yang relevan, dan alihkan kewajiban pajak ke individu sebagaimana pekerja pada umumnya," ujar dia.

Agar transisi tertib, desain masa penyesuaian enam hingga dua belas bulan dengan pesan kebijakan yang jernih pajak pribadi dibayar pribadi, kompensasi jika ada harus tercatat sebagai belanja yang eksplisit, bukan “disembunyikan” dalam skema perpajakan.

Jika pemerintah dan parlemen ingin menahan dampak terhadap take-home pay pada masa transisi, lakukan kompensasi yang eksplisit dan terbuka, misalnya dengan menata ulang tunjangan tanpa menabrak prinsip utama bahwa kewajiban pajak tidak lagi dibebankan kepada APBN.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |