Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak negara hingga akhir Mei 2025 terus menunjukkan kinerja positif. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa total pajak yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp683,3 triliun.
Kata Menkeu, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak meningkat 9,46%. Sebagai catatan, Mei 2024 lalu negara mencatatkan pemasukan pajak sebesar Rp624,19 triliun.
“Penerimaan pajak terkumpul Rp 683,3 triliun atau 31,2% dari target tahun 2025," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa 917/6/2025).
Sementara penerimaan negara dari sektor bea dan cukai, negara telah mengumpulkan Rp122,9 triliun setara 40,7% dari target tahun ini.
Kemudian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga mencatat kontribusi Rp188,7 triliun atau 36,7% dari target.
Jika semua digabung, total pendapatan negara per 31 Mei 2025 telah menembus Rp995,3 triliun. Ini berarti sekitar 33,1% dari total target penerimaan negara yang dipatok sebesar Rp3.005,1 triliun.
APBN Mei 2025 Defisit
Pemerintah kembali mencatat defisit anggaran pada Mei 2025. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp21 triliun, atau setara 0,09% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Meski begitu, angka ini sedikit lebih baik dibandingkan defisit Mei tahun lalu yang mencapai Rp21,76 triliun (0,1% PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, hingga akhir Mei 2025, pendapatan negara telah terkumpul sebesar Rp995,3 triliun. Sementara itu, belanja negara mencapai Rp1.016,3 triliun.
“Keseimbangan primer APBN per Mei 2025 mengalami surplus Rp192,1 triliun, dengan pembiayaan anggaran mencapai Rp324,8 triliun," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Perang Iran-Israel
Disisi lain Menkeu mengatakan, konflik Israel–Iran yang memasuki hari ketiga disebut telah mengguncang pasar global. Salah satu dampak paling cepat terasa adalah melonjaknya harga minyak dunia. Pada hari pertama pecahnya perang, harga minyak jenis Brent naik drastis lebih dari 8 persen.
"Pecahnya perang Israel dengan Iran dan ini telah menyebabkan langsung pada hari pertama harga minyak naik lebih dari 8 persen, yang tadinya pada kisaran USD70 bahkan dibawah USD70 untuk Brent itu terjadi kenaikan lonjakan bahkan tertinggi sempat mencapai USD78 per barel, naik hampir 9 persen meskipun sekarang mengalami koreksi di USD75 per barel," jelasnya.
Menurut Menkeu, kenaikan harga minyak ini bukan sekadar angka di pasar komoditas, melainkan bisa membawa efek domino terhadap berbagai aspek perekonomian mulai dari inflasi global, tekanan nilai tukar, kenaikan suku bunga, hingga arus modal (capital flow) yang bisa berbalik arah dari negara berkembang.