Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) menjajaki penggabungan Pelita Air dengan Garuda Indonesia. Sebab ingin mulai fokus dengan bisnis inti perusahaan, yakni migas dan energi terbarukan.
“Kami sedang penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia,” ujar Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri, dikutip dari Antara, Penggabungan tersebut disebabkan oleh Pertamina yang ingin memperkuat inti bisnis perusahaan di sektor minyak dan gas (migas), serta energi terbarukan.
Oleh karena itu, lini usaha di luar inti bisnis Pertamina akan dilepas atau digabungkan dengan perusahaan sejenis sesuai dengan roadmap yang dikendalikan Danantara.
“Dengan demikian, untuk beberapa usaha, kami akan melakukan spin-off dan tentunya mungkin akan di bawah koordinasi dari Danantara. Kita gabungkan clustering dengan perusahaan-perusahaan sejenis,” kata dia.
Selain Pelita Air, Pertamina juga menyiapkan langkah serupa di sejumlah sektor lain. Beberapa bisnis seperti asuransi, layanan kesehatan, hospitality, serta Patra Jasa akan diarahkan mengikuti peta jalan konsolidasi Danantara.
Lebih lanjut, Pertamina juga akan menggabungkan tiga anak usahanya, yakni Kilang Pertamina Internasional (KPI), Pertamina International Shipping (PIS), serta Pertamina Patra Niaga (PPN), dan ditargetkan rampung pada akhir 2025.
Penurunan Keuntungan Pertamina
Simon menjelaskan, bahwasanya saat ini kondisi dunia menyebabkan penurunan keuntungan Pertamina.
Kondisi global menyebabkan permintaan terhadap minyak menurun, sementara produksi kilang semakin meningkat karena banyaknya kilang baru.
“Dengan kondisi yang kurang menguntungkan bagi kami, kilang ini marginnya semakin kecil,” kata Simon.
Mengecilnya margin keuntungan yang diperoleh Kilang Pertamina Internasional, lanjut Simon, berpengaruh kepada perusahaan Pertamina secara keseluruhan.
Oleh karena itu, agar dapat beroperasi dengan lebih efektif, maka Simon mengambil keputusan untuk menggabungkan Kilang Pertamina Internasional, Pertamina Internasional Shipping, dan Pertamina Patra Niaga.
Pelita Air Rute Jakarta Bali Mengudara Memakai Bahan Bakar Minyak Jelantah dari PPN
Sebelumnya, penerbangan perdana Pelita Air menggunakan Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan baku minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO) berlangsung pada pada Rabu 20 Agustus 2025 dari Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Penerbangan komersial Pelita Air dengan rute Jakarta–Bali ini, menjadi momen bersejarah sekaligus menandai posisi Indonesia dalam inovasi bahan bakar berkelanjutan. Pertamina Patra Niaga sebagai pengemban distribusi memastikan penyaluran Pertamina SAF berjalan lancar.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra menjelaskan bahwa pihaknya juga berperan dalam penyediaan bahan baku utama, yakni minyak jelantah yang dikumpulkan dari masyarakat.
Upaya ini tidak hanya memperkuat ekosistem energi berkelanjutan, tetapi juga mendorong partisipasi aktif masyarakat sehingga menghadirkan ekonomi sirkular yang dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi.
“Kami memastikan distribusi Pertamina SAF berjalan dengan baik sehingga penerbangan perdana ini dapat terlaksana dengan lancar. Lebih dari itu, bahan baku SAF berasal dari minyak jelantah yang dikumpulkan masyarakat, mulai dari restoran, rumah tangga, hingga usaha kecil. Dengan cara ini, pengembangan ekosistem Pertamina SAF tidak hanya mendukung transisi energi, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat,” ujar Mars Ega.
Dalam acara tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno dalam sambutannya, menekankan bahwa Pertamina SAF bukan hanya soal aspek teknis, tetapi juga menjadi instrumen strategis dalam geopolitik dan diplomasi energi Indonesia di tingkat global.
“Pertamina Group harus menjadi pelopor. Seharusnya kita sebagai negara yang mampu, yang pertama dan satu-satunya di ASEAN yang membuat SAF sendiri bisa memiliki hak dalam konteks riset, pemasaran, dan kebijakan. Indonesia itu punya aset untuk menjadi pemimpin di kawasan global,” ungkap Havas.
Arahan Presiden
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menambahkan bahwa SAF merupakan bagian dari arahan Presiden RI dalam mewujudkan Asta Cita di bidang ketahanan dan kemandirian energi.
“Ini adalah program Asta Cita yang harus terus kita laksanakan, yaitu ketahanan energi, dan untuk yang ini tidak hanya ketahanan energinya tapi juga swasembadanya, jadi kemandiriannya juga semakin kuat. Pertamina SAF telah naik kelas karena memiliki sertifikasi keberlanjutan yang diakui global,” tambah Dadan.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur & Pembangunan Kewilayahan Odo R.M. Manuhutu, menekankan pentingnya menjadikan Indonesia sebagai pusat ekosistem SAF.
“Momentum ini menunjukkan komitmen nyata Indonesia dalam dekarbonisasi sektor aviasi. Kita memenuhi komitmen Net Zero Emission di sektor aviasi pada 2050, dan peta jalan SAF ini adalah salah satu upaya kita mencapainya. Harapannya nanti Indonesia bukan hanya pengguna, tapi juga pusat inovasi. Tujuannya menjadikan Indonesia benar-benar pusat, Indonesia harus menjadi nomor satu paling tidak di Asia Tenggara,” ucap Odo.